Jokowi: Ngaco Kalau Swasta Ngatur Pemerintah

2
153

Ahok.Org – KPU DKI Jakarta pada 29 Sep tember telah menetapkan Joko Widodo sebagai gubernur terpilih periode 2012-2017 dan pelantikannya di jadwalkan pada 7 Oktober. Untuk mengetahui lebih detail mengenai langkah, kebijakan dan visinya dalam memimpin Jakarta, Bisnis pekan lalu mewawancarai Jokowi di Lodji Gandrung, ke diaman resminya sebagai Wali Kota Solo. Berikut petikan wawancara tersebut yang akan disajikan dua edisi, hari ini dan besok:

Ke depan dalam gambaran Bapak, Jakarta akan dibawa seperti apa?

Kalau saya manthengi [memperhatikan], Jakarta sebetulnya punya potensi sa ngat besar sebagai sebuah pusat perdagangan di Indonesia. Saya lihat sisi investasi juga se betulnya ngantri. Saya belum jadi [Gu bernur] aja yang ngantri [datang] banyak sekali. Artinya sangat banyak bidang investasi yang sangat menarik untuk investor. Terutama yang saya lihat di sisi properti. Masih banyak yang ingin bangun mal. Saya sampaikan, jujur saja akan saya ubah ke usaha yang produktif, tidak ke usaha yang mengarah ke konsumtif.

Contohnya apa?

Kalau yang kecil-kecil, usaha produktif seperti rumah tangga sangat menjanjikan, pasarnya besar dan ada. Perputaran uang juga luar biasa besarnya. Tapi memang yang paling penting, kita harus membangun [positioning] lagi. Jakarta kan dari dulu tidak jelas, mau mengarah ke apa. Positioning yang mau diambil apa, diferensiasi dengan kota-kota besar yang lain apa. Gak pernah. Gak pernah fokus, gak pernah jelas.

Dari gambaran Bapak sekarang positioning-nya apa?

Saya nggak mau memberikan [positioning] ini top down. Saya akan melakukan survei. Apa sebetulnya potensi dan keinginan [yang berkembang]. Saya [sendiri] punya beberapa [pandangan], fashion bisa. Fashion busana muslim bisa. Itu bisa [berpotensi] besar.

Karena sudah ada pasar yang di Tanah Abang?

Maksudnya usaha yang produknya di situ, pasarnya, seperti pasar Tanah Abang dibuat [pusat] garmen, kenapa tidak? Kalau Tanah Abang kan masih campur-campur ada baju, busana muslim. [Nanti perlu dibuat] Khusus. Terus-menerus digarap, secara harian, lalu setiap tahun ada [pagelaran] fashion secara besar-besaran. Jangan belok-belok ke mana-mana. Ini tawaran. Lalu kalau kita bangun usaha produktifnya, ya kita bangun di kampung itu juga.

Kalau ada pabrik buka, garmen, arahnya ke situ juga. Infrastruktur, semua usaha home industry, diarahkan ke situ. Kalau memang semuanya sepakat. Itu dukungannya gede sekali, dari Cirebon saya lihat, dari Bandung gede banget, semuanya ke arah situ. Jadi kita ini punya fokus dan diferensiasi yang jelas untuk menjadi sebuah kota.

Jadi orang Barat kalau ke Jakarta mikir, ada tujuannya, ke kota fashion, ya muslim, misalnya seperti itu. Itu kalau diangkat lagi menjadi sebuah kota seni pertunjukan yang kelasnya dunia, juga akan ngangkat. Karena apa? Gak ada yang nyamain di dunia mana pun.

Artinya Jakarta punya potensi sebagai kota entertainment?

Betul, betul, betul. Tapi kelas dunialah. Jadi kenapa Bung Karno tahun 50-an sudah mau membuat, gambarnya sudah ada di sana. Disney yang ngisi ya kita terus, jadi mengisi tempatnya orang. Kenapa nggak kita isi sendiri tempatnya kita. Dengan dukungan apa? Dengan dukungan budaya lokal dan daerah. Produksi ke sana semua.

Kalau kita ke Seoul misalnya, di sana ada pertunjukan opera yang mungkin menyaingi pertunjukan opera Eropa. Apa kah Jakarta juga akan mengarah ke sana?

Tapi digarap betul, dengan positioning yang jelas. Suntikan pemerintah juga jelas. Dibangun diferensiasi juga jelas. Kaya K-pop ini, Rp35 triliun [omzet] per tahun yang masuk ke Korea. Tapi digarap betul-betul, fokus. Yang ada digarap be tul-betul dengan manajemen pro duk yang benar. Potensi, diferensiasi, digarap betulbetul, habis-habisan.

Apakah yakin kalau itu jadi, Jakarta bisa menjadi kota seperti Singapura, misalnya?

Nggak akan kalah. Yakin nggak akan kalah…Oleh sebab itu, saya akan bertanya juga dengan survei. Saya tidak mau menentukan brand yang mau dibangun apa. Itu harus ditanya kepada masyarakat, dukungannya seperti apa. Kalau semuanya ya, baru membangun itu. Bangun secara bottom up, dari bawah.

Membangun Jakarta secara integral tidak lepas dari Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi dalam mengatasi keruwetan, kemacetan dan banjir. Kira-kira pendekatan Bapak seperti apa?

Ini sebenarnya kembali lagi pada, kenapa masterplan yang sudah dibangun Bung Karno itu tidak kon sisten dikerjakan. Kalau itu di kerjakan, kita sudah selesai sebetulnya. Kita [bisa] ninggalin Singapura, ninggalin Malaysia. Sudah selesai semuanya, dari sisi transportasi juga lain-lain.

Nggak konsisten kita itu. Masterplan-nya ada, tapi dipindah. Itu yang mau saya betulkan. Jadi gini, saya berikan contoh. Membangun Depok, ini transportnya dulu, KRL-nya dulu yang digarap. Kalau transportasinya sudah jadi, baru dibangun perumahan-perumahan yang di kanan-kiri itu. Sehingga orang datang ke Jakarta [pakai] KRL ini. Mungkin ke depan bisa dengan kereta-kereta cepat seperti TGV dalam 5 atau 10 menit dari Depok.

Apakah bujet memungkin kan?

Bisa memungkinkan. Kan bisa dari sisi investasi? Saya sudah bilang itu [investor] ngantri, semuanya ngantri. Belum jadi [Gubenur] saja yang datang udah ribuan…

Sudah banyak yang ketemu Bapak?

Betul. Saya juga nggak jawab apa-apa, nanti ada apa-apanya…

Pak, selama ini yang masuk Jakarta kan lebih banyak ke sektor konsumsi?

Oleh sebab itu, sekarang harus mulai dikembalikan ke usaha produktif.

Misalnya mal, apakah akan distop?

Bukan disetop, [tetapi] dibatasi. Mungkin sama sajalah. Haha..

Itu berarti mal yang baru nggak ada sama sekali?

Yah, nanti kita akan coba batasi… seperti itulah.

Apakah Bapak nggak khawatir kehilangan para investor, terutama dari consumer business?

Mana? [Contohnya] di Solo juga populer. Mau disetop juga, yang entertainment tetap masuk, kok. [Intinya] Arahkan mereka [investor], jangan hanya disetop, nggak masuk, lalu oke. Kamu jangan ke mal dong, [arahkan] ke pusat grosir busana muslim, misalnya. Dukung usaha produktif. Kita akan mengarahkan.

Jangan [masuk] apartemen mewah, apartemen kelas menengah, ini yang masih dibutuhkan. Meski untungnya sedikit, tapi itu yang dibutuhkan. Pemerintah itu manajemen pengendalian, memenej pengendaliannya. Bukan berdasarkan [maunya] swasta, saya nggak bisa. Pengelolaannya ada di kita [pemerintah], bukan di swasta. Manajemen pengendaliannya ada di pemerintah, bukan di swasta. Ngaco kalau swasta ngatur pemerintah! Di mana-mana, nggak ada di dunia mana pun.[Bisnis.com]

2 COMMENTS

  1. Pak Jokowi dan Pak A Hok, salam Jakarta Baru. saya Eddy (30 Thn )asli Medan tapi sudah pindah dari akhir Juni 2012 permanen di Jakarta Utara Sunter Kemayoran, apakah seperti saya ada kesempatan ikut menjadi pengusaha di perumahan sederhana/ apartemen sederhana ?

    saya tidak punya modal, tapi saya mungkin bisa dari bantuan tenaga & modal teman-teman Jakarta.
    ( saya bisa diandalkan, karena saya jujur, mau sejahtera & lebih utamakan perhatian ke masyarakat menengah bawah )

  2. namanya kota besar ya udah pasti sektor konsumsi itu nomor satu, itu sebabnya orang mau repot-2 berdesakan tinggal di kota besar spt DKI jakarta ini, krn gampang mau beli apapun di kota besar, bayangin kalo di kampung mau nyari barang yg rada canggih dikit musti ke kota besar terdekat yg jual spare part/barang itu, malah bisa jadi lebih mahal ongkos transpornya drpd harga barangnya.
    sektor konsumsi tetap harus dikelola dgn baik krn kalau konsumsi berkurang siapa yg mau beli produksi yg berlimpah? nanti kalo harganya jatuh krn yg beli kurang apa nanti ga bakal demo lagi? Jokowi pasti tau itu, ga mungkin nekat dia mau membabat sektor konsumsi yg sudah ada, itu pasarnya, tempat barang produksi dijual termasuk yg asalnya dari P-IRT (produk industri rumah tangga). Siapa yg ga pernah liat barang-2 hasil P-IRT ini di supermarket/minimarket/mall-2 biasa (bukan yg kelas mewah spt SOGO di HI itu), logonya bisa ditemukan di produk kripik pedas atau cemilan-2 yg dijual di toko-2 yg di mall-2 biasa spt ITC. Jadi yg dimaksud Jokowi tentulah mall-2 kelas mewah yg dikurangi/dibatasi (yg sptnya ga jual barang-2 P-IRT ini). Aku sendiri bakal protes kalau mall-2 biasa juga mau dibabat, soalnya enak, sbg konsumen kita tinggal menuju satu tempat sudah bisa beli hampir apa saja ada disitu, hemat ongkos+waktu, ga pake macet lama-2 dijalan panas2-an. Mau namanya mall atau pusat belanja/jajan (grosir) kek, pasar rakyat kek, atau apalah, yg pasti sama saja, tempat ngumpulnya penjual barang di satu tempat, cuma beda target segmen. lihat saja kalau pedagang pasar kena gusur, ga ada yg mau jauh-2 pindahnya dari pusat belanja itu, itu fakta, takut ga laku nanti. Jadi yg perlu diatur ya persaingan bisnisnya saja, jangan sampai saling ‘kanibal’. Diatur saja jaraknya jangan sampai terlalu berdekatan.
    Jadi ga usah takut mall akan hilang kalau Jokowi jadi gubernur, dia juga tau itu, Ali Sadikin juga tau, ga mungkin mau bantai konsumen kelas menengah/atas, mereka yg bayar pajak terbesar yg biayain APBD ga mungkin diasingkan tak terlayani, apalagi mereka juga yg bayar subsidi warga miskin.
    Mana bisa bikin program gratis sana-sini kalo ga ada pemasukan dari pajak/retribusi?
    Yg pasti konsep terintegrasi, hunian jadi satu dgn mall (kumpulan toko-2 dlm satu lokasi usaha) atau pasar/pujasera atau kantor-kerja memang bagus, solusi tepat buat ngatasin kemacetan, waktu, dan ongkos jalan/transpor yg tinggi, sayangnya dimulai/dirintis oleh swasta dulu, dan baru mau ‘dicontek’ pemerintah sekarang ini.
    Coba dari dulu proyeknya dibuat, ga perlu ribut-2 demo anti mall lagi, masing-2 tempat sudah punya pasar/mall sendiri, mo ngapain pake ngiri segala ke tetangga? bikin tempat usaha sendiri lebih menarik daripada tetangga adalah solusi positif yg lebih baik daripada demo krn ‘ngiri’ yg cenderung negatif (kenapa ga dengerin maunya konsumen? salah sendiri kan, kalo keburu diserobot pangsa pasarnya oleh pedagang/pengusaha yg lebih merhatiin maunya konsumen). Jadi yg dikatakan Jokowi sudah tepat, dibatasi bukan dikurangi dari yg sudah ada (bisa ‘ngamuk’ investornya nanti, lha yg dipasar aja bisa ngamuk kayak orgil gitu kalo digusur apalagi investor besar yg udah keluar duit banyak banget), sekarang arahnya ke sektor terintegrasi model hunian-mall/pasar spt itu termasuk utk kelas bawah.
    .
    BTW, koq aku spt jadi jubirnya Jokowi ya?
    harusnya BTP nih yg ngomong… 🙂

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here