Jokowi: Sorry Saya Nggak Bisa Didikte

3
181

Ahok.Org – Menjelang prosesi pelantikan sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 yang dijadwalkan berlangsung pada 7 Oktober, Bisnis berke­sem­patan mewawancarai Joko Wi­dodo di Lodji Gandrung, ke­­diaman resmi Wa­li Kota Solo, beberapa hari lalu.

Pria yang dinilai sukses me­­nata Kota Solo itu dengan lugas memaparkan rencana ke­­bijakan dan visinya dalam me­mimpin Jakarta 5 tahun ke depan, terutama terkait de­ngan iklim bisnis dan in­­vestasi serta pembangunan infrastruktur.

Sajian kali ini merupakan ba­gian terakhir dari petikan ha­sil wawancara yang ba­gian pertamanya telah di­muat pada edisi Senin (1/10):

Bapak sering bilang akan memulai membangun Jakarta dari gang-gang sempit. Filosofinya apa?

Memang mau kita balik. Yang dulu orien­tasinya selalu ke yang besar-besar, yang di Kuningan, Thamrin, Sudirman [kawasan jalan utama Jakarta].

Itu akan kita balik, dimulai dari kampung. Itu pembalikan yang riil, sehingga nanti akan kelihatan.

Yang kita ambil seperti di wilayah Bukit Duri, Cakung, Penggilingan, nanti akan kelihatan keseimbangan pembangunannya.

Kalau nggak seperti itu akan keliru, dan berbahaya bagi sebuah sistem sosial. Berbahaya sekali.

Bisa suatu saat meletup kerusuhan sosial, kalau gap-nya tidak dihilangkan.

Dan itu sudah saya sampaikan kepada investor yang gede-gede. Jangan keliru, saya tidak anti yang besar-besar.

Nggak. Saya berikan peluang, tetapi yang [mau] dibikin [dengan APBD] mau dipakai di kampung-kampung.

Jadi prinsipnya Bapak ‘tidak antiusaha besar’?

Iya

Respons mereka bagaimana?

Ooh…mereka tepuk tangan. Saya bilang nanti swasta akan saya bantu dalam [kemudahan] izin-izin.

Sekarang ada yang 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun baru selesai. Saya bantu nanti 1 minggu selesai izinnya. Mereka tepuk tangan.

Jadi nggak bener kalau ada yang bilang saya anti ini anti itu! [Tapi] Nggak mungkin [untuk proyek swasta] saya ambil dari APBD, fasilitas infrastruktur nggak mungkin saya bangunkan.

Sekarang coba lihat yang di Casablanca. Saya nggak mau [yang seperti itu]. Kamu yang bikin [superblok] di situ, fasilitas ya kamu dong yang bikin.

Kalau ada hambatan di DPRD, bagaimana?

Nggak.. saya akan bicara terbuka. Jika tidak setuju dengan kebijakan itu, silahkan berhadapan dengan rakyat.

Hal yang prinsip, saya nggak mau [didikte swasta]. [Tapi] Saya akan tetap memberi peluang.

Ada beberapa anggapan dari kalangan pelaku bisnis bahwa Bapak anti-establishment. Mereka tidak suka?

Saya [sudah bilang] akan memberi peluang. [Justru], bukan anti, malah saya ingin meloncat.

Dukungan dari swasta justru diperlukan. Contoh, Pelabuhan Tanjung Priok, berapa puluh tahun kayak gitu terus.

Sudah ketinggalan sama Singapura, yang dulu sederajat dengan kita. China juga belajar semua dari kita. Eh, sekarang mereka sudah jauh berada di atas kita.

Kenapa tidak, investor masuk ke infrasturktur, seperti pelabuhan, silahkan datang, saya kasih satu-satu.

Kalau ada yang mau reklamasi di Jakarta utara, membangun giant sea wall, silahkan. [Tapi ] ganggu lingkungan nggak?

Kalau nggak, kira-kira apa yang memberikan kontribusi pada yang kecil.

Bapak nggak khawatir nanti akan banyak lawan?

Ooh, ndak..ndak…ndak. Saya jelaskan [tujuannya], businessman juga senang semua.

Saya juga jelaskan waktu di Ancol [kemungkinan untuk membuat Ancol lebih terbuka, tidak lagi eksklusif]. “Oh begitu Pak… setuju kita.”

Cara berpikir saya, sekarang mereka paham. Karena waktu pilgub sering disebutkan banyak yang bilang saya antiinvestor atau antiswasta.

Lha banyak yang nggak ngerti, saya tuh orang swasta. Saya jelaskan, saya tuh sudah jadi eksportir selama 23 tahun. Baru mereka ngerti dan berpikir.

Jalan berpikir saya, [mereka] juga paham. Kalau di swasta bicaranya untung-rugi, tetapi kalau di pemerintahan yang dipikirkan adalah melayani.

Bedanya itu. Sisi pelayanan yang dikedepankan.

Mengenai kemacetan, solusinya Bapak pernah bilang bukan memindahkan kendaraan, tetapi memindahkan mobilitas orang? Apa maksudnya?

MRT [mass rapid transit], monorel, nanti kita kebut. MRT-nya, monorelnya akan kita bangun, busway-nya akan kita bangun. Harusnya kan sudah selesai 5 tahun lalu.

Saya yakin dalam 5 tahun ini MRT atau monorel akan kelihatan. Proyek gede-gede dari investor akan kelihatan.

Tapi yang dari APBD, saya akan [pakai untuk] masuk ke kampung, ke kampung, ke kampung. Saya akan bikin rusun berderet, gratis untuk warga.

Pembangunan kota akan dimulai dari pembangunan kampung. Ini [konsep] Ali Sadikin versi baru, MHT, Muhammad Husni Thamrin versi baru. Itu [maunya] Bung Karno.

Tapi problem di APBD itu kan habis untuk belanja pegawai. Pemda DKI kan punya 60.000 pegawai?

Sama seperti di sinilah [Solo], nanti akan direstruktur keuangannya, restruktur APBD, [ubah] orientasinya, semuanya akan kita ubah.

Sudah ada titipan-titipan?

Nggak ada titipan untuk saya, nggak berlaku. Kalau usul boleh, tetapi tidak menentukan. Titip usulan nggak papa.

Usul boleh, tapi sori saya tidak bisa didikte untuk itu.

Kalau masalah sosial, ada problem yang sangat krusial, tawuran pelajar?

Itu kan sudah bertahun-tahun. Itu yang mati sudah berapa.  Itu nanti [diselesaikan dengan] kerja lapangan.

Operasi lapangan. Yang bolak balik saya sampaikan, intervensi sosial, ya seperti itu. Itu kerja lapangan.

Termasuk premanisme?

Ya, termasuk itu.

Bagaimana soal kebijakan keseimbangan pasar modern dan minimarket?

Samalah. Orientasi kita ya itu tadi. Ke usaha produktif. Saya nggak antibisnis ini. [Di Solo ada] berapa belaslah, hahaha… artinya kan saya nggak anti.

Kalau moratorium apakah akan dimodifikasi dengan rasio dari Pak Jokowi. Anda sudah bangun yang mewah, yang menengah, yang kecil juga. Sama-sama ada gitu?

Iya. Saya tadi ngomong tidak anti, tidak anti yang gede-gede. Nggak.

Kita mau bangun yang gede-gede juga kok. Seperti tembok laut, kan gede itu, Rp50-an triliun. Luar biasa.

Sudah dua periode gubernur, program itu nggak jalan Pak?

Itu karena nggak ada yang berani memutuskan. Putuskan dan ambil risiko. Yang dibutuhkan pemimpin kan itu.

Kalau domainnya pemerintah pusat?

Ya bicara dong. Wilayah kita kan juga bagian dari pemerintah pusat, ya bicara dong.

Kalau kita nggak ngambil apa-apa, ngapain takut-takut. Saya terima aja ndak kok, mau diapain? Orang yang nggak berani atau ragu-ragu tuh mungkin ya ada sesuatu.

Instruksi, jalan, instruksi, jalan. Kerja tanpa beban tuh enak. Lihat nanti, banyak yang jadi. Akan ada putusan dalam waktu cepat, kerja cepat.

Lalu soal pemukiman kumuh di bantaran kali?

Itu yang mau saya tunjukkan nanti. Kampung deret itu.

Kampung deret itu semacam rusunawa?

Nggak, paling cuma tiga lantai. Kayak apartemen, langsung diberikan. Ini diberikan jadi milikmu. Dari dana APBD.

Kalau rusunawa kan, nih kamu pindah jauh dari tempat yang ada, kamu sewa, kamu bayar tiap bulan, listrik tambah, air tambah. Mati yang miskin-miskin.

Uang APBD cukup untuk membenahi itu?

Sudah saya hitung, habis Rp24 miliar untuk 870 KK. Tapi dibangun sendiri oleh rakyat, tidak pakai kontraktor.

Sistem yang efisien. Yang mau pasang iklan,  yang mau ikut bangun banyak. Pak nanti saya pasang gambar perusahaan saya ya, silahkan. Hanya tinggal tunjuk jari.

Tapi banyak juga yang meragukan bahwa Bapak nggak bisa bangun Jakarta?

Sama seperti waktu masuk Solo [juga diragukan]. Inget nggak?

Dalam perhitungan bapak, paling tidak berapa lama untuk menunjukkan optimisme warga DKI bahwa Bapak mampu?

Ya 1 tahun 2 tahun. Kalau sudah dimulai semua, optimisme harapan masyarakat [akan tumbuh] walaupun belum selesai. MRT akan selesai dalam 8 tahun.

Oh… bener dalam waktu 2 tahun sudah 30% berjalan. Monorel 4 tahun, ternyata dalam 2 tahun, 60% sudah selesai, ada harapan itu akan jadi.

Nggak usah harus jadi dulu, tapi ada harapan, kan progresnya kelihatan.

Yang menurut Bapak akan jadi kendala berat apa?

Saya rasa belum. Mungkin masalah-masalah sosial.

Nggak takut berhadapan dengan mafia?

Ya jadikan kawan semuanya saja. Jangan memandang orang hitam putih, hitam putih, nggak.

Hanya bagaimana kita mau memanfaatkan untuk kebaikan kota, kebaikan rakyat dan negara.

Untuk monorel tadi, apa tiang pancang yang sudah dibangun akan dilanjutkan?

Pokoknya monorel tetap. Barang yang mau dipakai beda. Yang bisa dipakai, dipakai. Karena tiangnya juga masih ruwet itu.

Kalau jalan layang?

Saya 100% saya nggak setuju. Tol di dalam kota itu nggak bener. Udah jadi mungkin sekarang.

Itu memfasilitasi siapa. Dari estetika nggak bener, juga menambah kemacetan.

Memberikan fasilitas mobil menuju ke titik tujuan itu yang sama. Dia tidak macet kalau di atas tol. Begitu keluar itu pasti macet. Menggiring mobil ke satu titik.

Di Korea Selatan sudah ada yang diruntuhkan, di Jepang, di China sudah bangun diruntuhkan karena justru menambah macet. Ada triliunan duit yang dipakai.

Ngapain ya? Kalau dibangun monorel, sudah jadi itu.

Untuk KRL mungkin nggak pemerintah DKI membantu?

Kalau KRL, pihak KAI itu sudah siap beli. Yang kurang kan jumlahnya. Kalau mau ditambah jumlahnya, coba bayangin ada berapa palang pintu? 21 palang pintu.

Kalau tiap 2 menit palang pintunya nutup, kan repot. Dulu sudah disampaikan bahwa harus underpass biar nggak ada hambatan sama sekali.

Ada 21 tempat itu kira-kira Rp440 miliar, sudah saya hitung. Ini akan menyelesaikan. Setelah itu barulah KAI tambah keretanya.

Untuk monorel, rancangan awal?

Ya jalur-jalur padat, bisnis padat.  Terintegrasi dengan MRT, keluar masuk ke kawasan bisnis padat. Sesuai dengan pola transportasi yang ada. Sudah ada blue print-nya. Hanya barang saja yang diubah

Model yang bisa muat lebih banyak passanger?

Nggak. Tiangnya kecil, di median jalan, monorelnya hanya muat 20 orang. Tiap 2 menit keluar terus. Jadi, keretanya banyak. Murah, harganya separuh.

Kalau dibandingkan dengan MRT cuma sepertiganya. Perawatannya mudah. Tidak ngotorin kota.

Yang jadi benchmark-nya kota mana?

Yang barulah. Mosok kita pakai [benchmark] yang lama. Nggak mau kasih tahu kotanya, nanti orang jadi tahu mana kotanya.[Bisnis.com]

3 COMMENTS

  1. Betul itu, monorel memang jalannya lelet, trus ga bisa narik banyak gerbong lagi per loko-nya, jadi kurang feasibel, meski biaya perolehannya sekitar 1/3 lebih murah daripada MRT/subway (Kalo mau jujur, monorel sebenarnya proyek lebih ‘mahal’ daripada MRT dari segi kapasitas daya angkut – lebih ke arah pariwisata/keindahan monorel ini).
    Ukurannya (efisiensi) kan per hari bisa ngangkut berapa penumpang dikali penerimaan ongkos tiket lalu dibagi ongkos operasi per hari, kalo ongkos operasi lebih besar daripada harga tiket kali kapasitas daya angkutnya per hari ya repot, nombok malah iya. Solusinya memang harus nambah armada/lokomotif, interval diperpendek, tiap 5-10 menit harus ada 1 loko (biasanya cuma narik 2-3 gerbong saja) tiba di halte, supaya penumpang tidak nunggu lama, kalo ngga bakal mubazir nanti, ditinggalkan calon penumpang potensial.
    Jadi memang MRT dan monorel punya segmen wilayah penumpang masing-masing. MRT/subway utk melayani pusat-2 bisnis/kantor yg banyak pegawainya/orangnya dan monorel utk wilayah yg lebih sedikit calon penumpangnya yg tidak feasibel kalau dilayani NRT/subway spt wilayah urban dan daerah ‘blank spots’ dari cakupan halte-2 MRT, bisa dibilang monorel ini smcm feeder/shuttle bus lah utk ke halte MRT/subway, ini yg umumnya dilakukan kota-2 maju yg efisien (krn terlalu banyak loko/gerbong monorel juga ga feasibel dari segi ongkos operasi nantinya, kecuali bisa lari kenceng kayak dikejar buaya/komodo/herder pake jet engine misalnya atau maglev utk menghilangkan friksi dgn rel shg loko bisa narik lebih banyak gerbong dan lari lebih cepat, tapi ini juga akan lebih mahal drpd yg standar, tinggal itung2-an aja soal efisiensi apa monorel bisa gantiin MRT dgn modifikasi canggih ini, tapi saya koq kurang yakin dgn APBD taon depan yg gak bisa dirobah lagi katanya).
    .
    BTW, ini aku lagi ngasih saran apa curhat atau monolog ya? hahaha… 😀 bingung sendiri aku…

  2. Saya Sangat Optimis, Orang ini (Jokowi-Ahok) Akan mensejahterakan Rakyat, Jakarta Akan Berubah Menjadi Jakarta Yg Benar2 bersahabat dengan Pemerintah dan Bermartabat dimata Negara manapun.Bukannya Takabur/mendahului Tuhan, ttp saya sanagat Yakin Jikala Mreka Bekrja Tulus untuk Rakyat dan berpihak kepada rakyat,maka Mereka adalah Wakilnya Tuhan Untuk kota jakarta didalam membangun suatu Perubahan yg semakin lebih baik. Seperti Perkataan Isa Almasih “Jikalau kamu mempunyai Iman sebesar biji sesawi dan berkata kepada gunung ini pindah dan terangkatlah kelaut, maka Gunung itu akan pindah sesuai dengan imanmu.”

    Salam Jakarta Baru.

  3. Jalan Tol dalam kota memang gak bener…
    Contoh jalan tol di cengkareng, tempat pemutaran kendaraan sangat sedikit dan jaraknya sangat jauh… yang di pinggir tol macet gak keruan, jalan tol nya malah sepi … BONGKAR aja Pak… jadikan jalan biasa, pasti cengkareng bebas macet…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here