Sejak Ada Jokowi-Basuki, Balaikota Terbuka untuk Warga

13
170

Ahok.Org – Sejak dihuni Joko Widodo, suasana Balaikota DKI Jakarta sungguh berbeda. Masyarakat dengan mudahnya bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta itu.

Hal itu bisa terlihat pada Kamis (18/10/2012) pagi tadi. Jokowi dengan tangan terbuka mau menemui sepasang suami istri yang sudah berusia lanjut. Si nenek terlihat menangis sambil memegang map. Tanpa sungkan, Jokowi mengajak keduanya ke ruang kerjanya.

Apakah Jokowi senang kantornya selalu didatangi oleh warga?

Menurut mantan Wali Kota Solo itu, ia justru akan menjadikan Balaikota sebagai rumah rakyat.

“Ya, membuka Balaikota itu memang untuk rakyat. Ya enggak apa-apa, enggak ada masalah. Akses untuk rakyat semua harus dibuka,” kata Jokowi, di Balaikota DKI, Jakarta, Kamis (18/10/2012).

Jokowi lalu memberikan contoh nenek tersebut. Dia pun mengungkapkan apa yang dibicarakan sang nenek saat di ruang kerjanya.

“Neneknya tadi curhat banyak. Anaknya sedang kena masalah. Beliau itu pedagang di Pasar Senen,” kata Jokowi.

Dikatakan oleh Jokowi, sudah banyak problem yang warga keluhkan kepadanya, contohnya problem kota, organisasi, dan kelurahan.

Menanggapi semua kedatangan warga itu, Jokowi pun berjanji membantu memberikan jalan keluar bagi permasalahan yang mereka keluhkan.

“Iya, wong saya tadi baru cerita sama neneknya. Semua yang minta dibantu, asal saya punya kemampuan, pasti akan saya bantu,” kata Jokowi.

Lalu apa sih yang dibicarakan nenek bernama Eka Astuti (81) itu? Menurut sang nenek, dia menceritakan tentang putranya, Teguh Budiono, yang memiliki masalah sengketa tanah dan sekarang sedang di penjara.

“Saya juga sudah melaporkan ke KPK, Mbak, tapi tidak diterima. Alhamdulillah, Pak Jokowi baik sekali kepada kami. Tadi saya hanya berkeluh kesah. Jarang ada pemimpin seperti Pak Jokowi,” kata Eka.

Nenek itu didampingi suaminya datang sambil menangis. Setelah itu, tampak pula beberapa warga yang masuk Balaikota DKI untuk bertemu dengan Jokowi dan mengeluhkan permasalahan mereka.

Sementara itu, Rabu (17/10/2012) kemarin, Basuki Tjahaja Purnama juga menerima keluhan warga dari Angke. Mereka mengeluhkan permasalahan tanah kepada Basuki.

Selanjutnya, Basuki memberikan nomor teleponnya kepada keluarga itu dan mencatat nomor telepon keluarga itu. Basuki pun berjanji akan membantu problem keluarga tersebut.[Kompas]

13 COMMENTS

  1. TERHARU saya ada pemimpin seperti kalian. Sementara di sisi lain, pejabat ada yang sangat AROGAN dalam berkata2 (Ditjen Pajak Fuad Rahmany) yang sampai mau mengusir warga dari Republik ini jika tidak bayar pajak.
    Kenapa sih yang lain tidak mau berpikir meniru sepak terjang kalian berdua? Rakyat tidak perlu diancam2. Asal pemerintah memberikan CONTOH yang baik, pasti rakyat akan manut aja kok.

  2. Ak sangat terharu, baca cerita diatas sampai2 ak meneteskan air mata, benar2 TUHAN saat ini mulai menjawab doa2 rakyat yang selama ini tertekan/terintimidasi/teraniaya haknya sungguh doa-doa mereka mulai terjawab lewat pemimpin JOKOWI & AHOK ini maju trus ak mendukung kalian….dan yang bisa sy lakukan ak berdoa untuk JOKOWI & AHOK sehat dan selalu dalam lindungan TUHAN untuk bisa menjalankan tugas yang dipercayakan TUHAN kepada mereka berdua aminnnnnnnnn

  3. saya bangga kepada pa ahok dan pa jokowi. kalian adalah pelindung rakyat, saya senang melihat ke kompakan kalian mempermudah masyarakat bertemu dengan kalian menerima aspirasi rakyat contoh yang sangat baik. kalian ber dua cocok jadi presiden dan wakil presiden, biar pemimpin daerah lain tidak berbuat sesuka hati

  4. Jaga kesehatan Pak ” Duo Maut “..
    supaya blusukannya tetep monceeeerrr…..
    Stlh itu bidik siluman” DKI, biar Jakarta tmbah bersih luar – dalem…
    Jaga trus niat baik utk warga..
    Bravo JOKOWI-AHOK !!!

  5. @Nique:
    .
    Tugas Ditjen Pajak memang spt itu (mba/mas nique nih?), menggarux sebanyak2nya duwit rakyat demi kepentingan pemerintah, performa dia diukur dari seberapa besar pemasukan dari sektor pajak, bukan dari restitusi pajak, ya ga heran terlihat ‘kejam’ gitu (ga beda dgn IRS di Amrik sono yg juga ‘dibenci’ warga).
    Sama spt Pengacara, wajib membela kliennya scr profesional ga pandang dia koruptor/bukan, krn itu memang profesi/tugas/kerjaan-nya, dan utk itu dia dibayar scr pro.
    Nah, kalo gubernur kan tugasnya melayani warga, dan utk itu dia dibayar (warga), memang seharusnya spt yg ditunjukkan pasangan Jowkowi-Ahok ini sbg ‘pelayan’ warga. Tapi kan gubernur sblmnya gak begitu, tapi ga ada yg brani protes dan kudeta alias ‘wis nrimo wae’.
    Jadi bukan ‘meniru bang JB’, tepatnya: “kenapa sih ga ada yg jalanin tugasnya dgn baik dan seharusnya spt yg telah diatur dan digariskan dlm P4+1 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pekerjaan secara Profesional)?”
    Ya jawabnya, krn lebih mudah belagak jadi raja arogan daripada belagak jadi ‘TKI/PRT’ yg wajib manut pada raja/warga yg dilayani.
    Silakan jij bikin poltabes (polling di kota besar) DKI, lebih suka jadi atasan/bos/raja atauw bawahan/pelayan/budak, spt kita sudah tahu dulu jawabannya mana yg lebih banyak persentasenya bahkan sblm polling dilakukan.
    Bos/atasan jelas jabatan yg lebih mulia dan disukai kita, bahkan kebanyakan dari kita sendiri menyebut sang pencipta kita dgn sebutan ‘Tu(h)an’, bukan begitu? Tidakkah ini mengingatkan kita dgn sebutan kata pasangan populer “Tuan dan Budak2/Hamba2-nya”, bukan begitu? Banyak yg ingin jadi Tu(h)an dgn bersikap arogan & sok-tahu layaknya spt Tu(h)an itu sendiri lagaknya dan lupa pada kodratnya bahwa dia cuma Budak/Pelayan/Hamba Tu(h)an belaka.
    .
    Introspeksi…. Kita sering lupa akan hal ini.
    .
    “Tak ada agama yg baik utk ku krn sang pencipta sudah ada utk ku” – TaZ.
    Jadi, buwat apa berdebat agama mana yg lebih baik? jalani saja dgn baik tugas kalian sbg manusia ciptaan sang pencipta, dan jangan berlagak maha tahu/kuasa segalanya spt diriNya, krn tiada yg lebih maha tahu/kuasa daripada sang pencipta.
    (saya menghindari kata ‘Tuhan’, istilah yg asalnya dari agama berbasis Taurat yg percaya dgn ke-Esa-an sang pencipta, demi menghormati agama2/kepercayaan2 lokal lain yg sudah lama ada di Indonesia yg punya kepercayaan berbeda soal ke-Esa-an sang pencipta – lihat aturan/dalil metafisik diatas, “tiada yg lebih maha tahu selain sang pencipta itu sendiri”, termasuk soal ke-Esa-an sang pencipta, siapa ciptaanNya yg berani membatasi JUMLAH eksistensiNya di dunia ciptaanNya sendiri akan kena ‘murka/teguran’-Nya. Lihat? Bukankah kita juga punya sifat ‘egois’ ini spt Dia? Masih berpikir sang pencipta cuma satu? atau ada banyak? Tak ada yg tahu, bos! kan buktinya ga ada. Kalo ada yg berani bilang dgn pasti soal jumlahNya tanpa bukti, berarti dia sang ….. – Silakan isi sendiri, gue ogah dituduh provokator di negara yg tdk menghormati bahkan menindas kepercayaan2 lokal ‘asli pribumi’ non-impor yg tak mengenal soal ke-Esa-an sang pencipta (Lim 1~N = Unknown/NA/Unlimited), yg sudah lama ada di bumi pertiwi jauh sblm agama2 impor dng sistem keTuhanan-Esa ini masuk dan ‘diterbitkan di dunia’ dgn memasang kalimat provokatif spt itu di pasal 1 Pancasila, yg seharusnya berbunyi (kalo kita memang ‘beradab’): “Penghargaan terhadap semua jenis sekte agama dan kepercayaan yg tak melanggar norma hukum negara, tanpa berpihak pada sekte manapun” – baru azas ‘pluralisme’ bisa dijamin di NKRI ini).tugas Ditjen Pajak memang spt itu (mba/mas nique nih?), menggarux sebanyak2nya duwit rakyat demi kepentingan pemerintah, performa dia diukur dari seberapa besar pemasukan dari sektor pajak, bukan dari restitusi pajak, ya ga heran terlihat ‘kejam’ gitu (ga beda dgn IRS di Amrik sono yg juga ‘dibenci’ warga).
    Sama spt Pengacara, wajib membela kliennya scr profesional ga pandang dia koruptor/bukan, krn itu memang profesi/tugas/kerjaan-nya, dan utk itu dia dibayar scr pro.
    Nah, kalo gubernur kan tugasnya melayani warga, dan utk itu dia dibayar (warga), memang seharusnya spt yg ditunjukkan pasangan Jowkowi-Ahok ini sbg ‘pelayan’ warga. Tapi kan gubernur sblmnya gak begitu, tapi ga ada yg brani protes dan kudeta alias ‘wis nrimo wae’.
    Jadi bukan ‘meniru bang JB’, tepatnya: “kenapa sih ga ada yg jalanin tugasnya dgn baik dan seharusnya spt yg telah diatur dan digariskan dlm P4+1 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pekerjaan secara Profesional)?”
    Ya jawabnya, krn lebih mudah belagak jadi raja arogan daripada belagak jadi ‘TKI/PRT’ yg wajib manut pada raja/warga yg dilayani.
    Silakan jij bikin poltabes (polling di kota besar) DKI, lebih suka jadi atasan/bos/raja atauw bawahan/pelayan/budak, spt kita sudah tahu dulu jawabannya mana yg lebih banyak persentasenya bahkan sblm polling dilakukan.
    Bos/atasan jelas jabatan yg lebih mulia dan disukai kita, bahkan kebanyakan dari kita sendiri menyebut sang pencipta kita dgn sebutan ‘Tu(h)an’, bukan begitu? Tidakkah ini mengingatkan kita dgn sebutan kata pasangan populer “Tuan dan Budak2/Hamba2-nya”, bukan begitu? Banyak yg ingin jadi Tu(h)an dgn bersikap arogan & sok-tahu layaknya spt Tu(h)an itu sendiri lagaknya dan lupa pada kodratnya bahwa dia cuma Budak/Pelayan/Hamba Tu(h)an belaka.
    .
    Introspeksi…. Kita sering lupa akan hal ini.
    .
    “Tak ada agama yg baik utk ku krn sang pencipta sudah ada utk ku” – TaZ.
    Jadi, buwat apa berdebat agama mana yg lebih baik? jalani saja dgn baik tugas kalian sbg manusia ciptaan sang pencipta, dan jangan berlagak maha tahu/kuasa segalanya spt diriNya, krn tiada yg lebih maha tahu/kuasa daripada sang pencipta.
    (saya menghindari kata ‘Tuhan’, istilah yg asalnya dari agama berbasis Taurat yg percaya dgn ke-Esa-an sang pencipta, demi menghormati agama2/kepercayaan2 lokal lain yg sudah lama ada di Indonesia yg punya kepercayaan berbeda soal ke-Esa-an sang pencipta – lihat aturan/dalil metafisik diatas, “tiada yg lebih maha tahu selain sang pencipta itu sendiri”, termasuk soal ke-Esa-an sang pencipta, siapa ciptaanNya yg berani membatasi JUMLAH eksistensiNya di dunia ciptaanNya sendiri akan kena ‘murka/teguran’-Nya. Lihat? Bukankah kita juga punya sifat ‘egois’ ini spt Dia? Masih berpikir sang pencipta cuma satu? atau ada banyak? Tak ada yg tahu, bos! kan buktinya ga ada. Kalo ada yg berani bilang dgn pasti soal jumlahNya tanpa bukti, berarti dia sang ….. – Silakan isi sendiri, gue ogah dituduh provokator di negara yg tdk menghormati bahkan menindas kepercayaan2 lokal ‘asli pribumi’ non-impor yg tak mengenal soal ke-Esa-an sang pencipta (Lim 1~N = Unknown/NA/Unlimited), yg sudah lama ada di bumi pertiwi jauh sblm agama2 impor dng sistem keTuhanan-Esa ini masuk dan ‘diterbitkan di dunia’ dgn memasang kalimat provokatif spt itu di pasal 1 Pancasila, yg seharusnya berbunyi (kalo kita memang ‘beradab’): “Penghargaan terhadap semua jenis sekte agama dan kepercayaan yg tak melanggar norma hukum negara, tanpa berpihak pada sekte manapun” – baru azas ‘pluralisme’ bisa dijamin jalan di NKRI ini).

  6. @ Nique : Gw ga setuju juga sih kalo ga bayar pajak, bukan ngesok tapi memang itu udah kewajiban kita yang tinggal di sebuah negara, asal …. pengelolaannya bertanggungjawab dan dikembalikan lagi ke rakyat dalam bentuk fasilitas umum yang mumpuni, misal : kesehatan dan pendidikan, atau transportasi umum yang layak.
    Cara mengancam sih jelas gw ga setuju, arogan sekali. Mereka musti introspeksi juga, kenapa banyak rakyat yang malas bayar pajak, semata-mata “karena udah pupus tingkat kepercayaan kepada pengelola uang di negara ini.”

  7. saya mungkin bukan penduduk jakarta, akan tetapi melihat di televisi, sangat terharu dan semoga akan tetap seperti ini, kami memimpikan segala sesuatu itu transparan, pemimpin yang tidak arogan. VOTE JOKOWI – BASUKI to be THE NEXT RI1. merdeka… ingat Bhinneka Tunggal Ika, tanpa ada perbedaan memandang manusia, kita adalah Warga Negara Indonesia, tanpa memandang agama, Bahasa, kesukuan

  8. Kutipan tulisan Ki Penjawi Pamanahan di Kompasiana: untuk ini penulis mencoba mencari informasi tentang tata ruang. Cara tercepat adalah membuka website Pemda DKI. Setelah dibuka, yang muncul pertama adalah wajah Jokowi dan Ahok, dengan program 100 hari kerja. Dari halaman ini, penulis masuk ke wilayah Jakarta Selatan. Karena tidak ada informasi yang jelas, penulis hanya bisa mendapat nomor telpon 021-727-84159.

    Setelah ditelpon, hebat, beberapa detik sudah ada wanita yang menjawab. Ternyata sang wanita hanya menjelaskan bahwa dia adalah staf Humas dan tidak tahu sama sekali dan memberikan nomor telpon 727-86629. Nomor dicoba 9x namun tidak ada yang menjawab. Kemudian penulis menelpon nomor yang pertama. Staf Humas memberikan nomor telpon lain yaitu 727-86638. Lagi-lagi gagal. Akhirnya penulis mendapat nomor 720-6515, khusus bagian Tata Ruang. Hebat!!! Namun, apa hasilnya? Yang keluar adalah suara mesin Fax. Setelah menghubungi nomor sebelum-nya, dengan doa masyarakat, penulis berhasil mendapat nomor langsung yaitu 7280-1488. Wah nomor hoki nih, buntutnya 88. Apa hasilnya? Tidak ada yang mengangkat, padahal penulis menepon jam 14.00.

    Keseimpulan penulis sederhana saja deh. Mau mencari informasi di Kantor Walkot Jaksel kok susahnya seperti mau masuk ke surga:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here