Ahok.Org – Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sudah meneken penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta sebesar Rp 2,2 juta. Jokowi berpendapat keputusan itu sudah adil.
“Tadi saya sudah ketemu serikat pekerja, Apindo dan Dewan Pengupahan sehingga dipastikan akan rampung. Hari ini, telah ditandatangani. Nominalnya Rp 2,2 juta,” kata Jokowi di Gedung Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (20/11/2012).
Jokowi berjanji akan menyampaikan keputusan itu secara tertulis. “Secara tertulis, nanti saya sampaikan. Jadi yang memutuskan saya. Jadi, saya sudah ketok,” ujar eks Wali Kota Solo itu.
Apakah keputusan itu sudah adil? “Dari beberapa aspirasi sudah saya dengar. Jadi, saya pikir sudah adil,” jawab Jokowi yang mengenakan baju seragam dinas warna coklat ini.
Angka ini sempat menuai protes dari Apindo. Mereka tak setuju karena memberatkan para pengusaha.[Detik]
Sudah betul, Pak Gubernur. Setelah mendengar dari pihak-pihak yang terkait dengan soal UMP dan mereka pun sudah berpegang pada pemahaman yang sama atas situasi serta kondisi faktual yang ada saat ini, maka keputusan harus segera diambil (lepas dari persoalan suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju). Sebab, mengambangkan keputusan cuma akan menjadikan persoalan semakin tidak jelas dan berlarut-larut dan berpotensi menjadi “bom waktu”. Roda usaha harus tetap bisa berjalan dan keluarga buruh harus juga bisa diberi makan, sedangkan pemenuhan tingkat kesejahteraan sudah relatif lebih baik dari jumlah angka yang ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya. Dengan pertimbangan-pertimbangan sederhana seperti itu, Pak Gubernur DKI Jakarta (Jokowi) tidak perlu merasa berdosa jika menggunakan wewenangnya untuk mengambil keputusan dalam konteks dimaksud. Dengan catatan : apabila keputusan yang sudah terlanjur diambil itu dituding banyak mengandung kesalahan, padahal sudah atas dasar pemahaman bersama di antara pihak-pihak yang berkepentingan, maka keputusan yang sudah diambil itu jangan dijadikan sesuatu yang haram untuk diubah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal dan berorientasi ke keadilan. BRAVO JOKOWI !!!
sepakat, bila diambangkan malah jadi “bom waktu”. Seandainya 2,2jt diambangkan sampai tahun depan juga uda ga ada gunanya lagi itu nominal., hehe..
Skenario 1. Para buruh menikmati pertambahan kesejahteraan hidup mereka, sehingga akan menaikkan inflasi ekonomi jakarta, ujung2nya beberapa pihak yang merasa beban hidup di jakarta bertambah besar, akan pindah ke daerah lain yg mereka rasa beban hidup tidak sebesar di Jakarta dan mereka puas di tempat baru tersebut
Skenario 2. Pihak2 Apindo akan memindahkan tempat2 usaha mereka dari jakarta ke tempat lain yang beban usaha yang mereka alami di Jakarta akan jauh lebih berprospek daripada di jakarta, hal ini bisa mengakibatkan perpindahan masyarakat kaum buruh ke tempat2 usaha baru tersebut untuk mencari kerja karena yang di Jakarta tutup sementara.
Dan Mungkin saja 2 skenario ini mengakibatkan berkurangnya populasi Jakarta, sehingga bisa mengurangu kemacetan dan kepadatan penduduk di jakarta xD
CMIIW
Setelah UMP ditetapkan, besaran UMP utk tahun2 berikutnya lbh baik ditetapkan mis. dgn pergub, berlaku 5thn. Tujuannya menghidari demo2 buruh yg setiap thn berlangsung dan cenderung merugikan banyak pihak, perusahaan, buruh sendiri dan masyarakat, image buruk buruh,dll. Bagi buruh jg lbh tenang bisa menghitung upah yg akan ditrima thn2 berikutnya. Dasar penetapan prosentase kenaikan UMP bisa a,l.dgn komponen inflasi daerah(%), perbaikan tarap hidup/berkala(%) dan khusus(rp/%)- kalo ada kebijaksaan pemerintah,mis.ada devaluasi. Selain itu Pemda jg hrs mendorong ditetapkan KKB/kesepakatan kerja bersama ditiap perusahaan.
Di situs Tempo Online http://www.tempo.co/read/news/2012/11/21/083443126/Ahok-Jawab-Kritikan-Pencitraan-Nenek-Lo — ada sumpah serapah dan caci maki yang ditujukan ke WAGUB DKI JAKARTA (AHOK) dari orang dengan user MAKSUMBAR, saya langsung merespon sebagai berikut ………………………………………………………
Buat @MAKSUMBAR yang ngelantur : Gue juga pribumi asli, BETAWI TULEN, Engkong gue asli RAWA BELONG, Babe gue lahir di TELUK NAGA (Tangerang), Nyak gue merocot di JEMBATAN BESI. Gue sekeluarge kemudian hijrah ke RAWA BEBEK, GEDONG PANJANG (PENJARINGAN) deket PASAR IKAN itu. Saat Ali Sadikin sampe periode sebelum Sutiyoso, Keluarge Besar gue masih bisa bertahan kumpul semua di KEBON JERUK, KELAPA DUA — tapi setelah itu (karena bebagai faktor, misalnya urbanisasi, desakan ekonomi dan lemahnya daya saing, dll.) akhirnya Keluarge Besar gue mengalah untuk menyingkir ke pinggir-pinggir Kota Jakarta. TAPI SEBENERNYA GAK BEGITU PENTING ASAL-USUL KETURUNAN GUE ITU DARI MANA, YANG JAUH LEBIH PENTING ADALAH PEMAHAMAN BERPIKIR YANG CERDAS DAN KOMPREHENSIF (TIDAK PARSIAL) DARI SEMUA RAKYAT DI INDONESIA (SIAPA PUN DIA DAN DARIMANA PUN ASAL-USUL KETURUNANNYA) TENTANG : APA DAN SIAPA MUSUH BERSAMA KITA YANG SEBENARNYA..?!!! DARI SEJAK SOEHARTO BERKUASA DENGAN STRATEGI POLITIK FLOATING MASS-NYA (POLITIK MASSA MENGAMBANG, kalau dalam bahasa gue : MAAF.. POLITIK MASSA TAIK NGAMBANG), gue jadi sangat paham betul kemana itu maunya Soeharto. Dengan kekuasaanya, dia gak mau semua bangsa Indonesia IKUT-IKUTAN BERPOLITIK (TERUTAMA WARGA KETURUNAN) — HARUS DIDIDIK MENJADI A-POLITIS (tidak boleh mengenal apa itu politik) mendingan disuruh cari duit aja yang banyak, gak usah sok mikiran bangsa dan negara ini, begitulah kira-kira dalam bahasa gue. Tapi, akhirnya, APA YANG TERJADI…? SOEHARTO DAN KRONI-KRONINYA TERNYATA TELAH MENJERUMUSKAN NASIB BANGSA INDONESIA (TERMASUK KITA DAN AHOK, YG SEKARANG WAGUB ITU, DI DALAMNYA) KE DALAM KRISIS MULTI-DIMENSI YANG AKHIRNYA BERKEPANJANGAN HINGGA SAAT INI — krisis hutang luar negeri (hingga mencapai kira-kira $ 148 juta, US Dollar tuuuuuh.. bukan Dollar Teluk Gong, krisis kebijakan nasional, krisis kepemimpinan nasional, krisis akhlak, krisis moral; partai politik, penyelenggaraan pemilu, pemilihan wakil rakyat dan pemilihan presiden serta seabreg-abreg undang-undang dan kebijakan yang ada saat ini SUDAH CUKUP TERBUKTI TIDAK PERNAH BECUS MENYELESAIKAN PERSOALAN BANGSA INI MALAH MAKIN MENAMBAH JUMLAH PERSOALAN, waaaah.. pokoknya semua jenis krisis deeeeh. JADI, DARI FAKTA-FAKTA YANG TETAP TERUS ADA HINGGA SAAT INI DAN YANG SUDAH TERLANJUR MENJADI SEJARAH NYATA (BUKAN NGARANG SEPERTI SUPER SEMAR VERSI SOEHARTO) maka KESIMPULAN GUE ADALAH BEGINI : musuh bersama kita sebagai sesama bangsa Indonesia ADALAH KETIDAKADILAN — bukan asal-usul keturunan, bukan soal pribumi atau non-pribumi, bukan perbedaan latar-belakang agama, bukan perbedaan warna kulit , dan BUKAN KARENA WAGUB DKI JAKARTA ITU AHOK ATAU BUKAN AHOK . Sekali lagi : INI ADALAH PERKARA KETIDAKADILAN YANG TERUS DIJEJALKAN KE DALAM CARA BERPIKIR DAN SIKAP HIDUP MASYARAKAT DI INDONESIA. SUMBER-SUMBER KETIDAKADILAN ADA DI SEGELINTIR ORANG YANG MEMBUAT KEBIJAKAN YANG SERINGKALI TIDAK BIJAK ITU — SEGELINTIR ORANG YANG MEMBUAT DAN MENGENDALIKAN SISTEM. Gue, Jokowi-Ahok, dan semua bangsa Indonesia (KALAU MAU DITUDUH JELEK SEPERTI BINATANG) maka semua yang jelek seperti binatang itu ADALAH PRODUK SISTEM/KEBIJAKAN YANG JUGA JELEK SEPERTI BINATANG ITU. Terima kasih.
DIDINGIRENG, 22/11/2012 10:22:05 WIB,
via gmail.