BTP Bicara Piutang Aset DKI

3
80

Ahok.Org – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperkirakan memiliki piutang aset sekitar 68.500 unit rusun dari perusahaan pengembang properti. Piutang tersebut berdasarkan 20 persen hasil komersial perusahaan properti dalam membangun perumahan atau apartemen.

“Jadi, di DKI ada peraturan, 20 persen dari (luas bangunan) komersial harus membangun untuk daerah. Semua properti perumahan punya kewajiban membangun rusun,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki di Balaikota Jakarta, Jumat (17/5/2013).

Ia mengatakan, saat ini Pemprov DKI masih melakukan pengecekan data terkait perusahaan properti yang baru dan sudah mati. Basuki menyebutkan, piutang pengembang itu setara dengan 685 blok dengan luas setiap blok sebesar 4.000 meter persegi. Luas ini cukup untuk membangun 100 unit rusun. Dengan demikian, piutang yang dimilik Pemprov DKI atas para pengembang itu setara dengan 68.500 unit rusun.

Menurut Basuki, jumlah tersebut tidak bisa ditagih semua karena terdapat beberapa perusahaan pengembang yang sudah mati. Data tersebut akan segera diperbarui supaya pemerintah bisa menagih piutang tersebut.

Basuki menyebutkan, Pemprov DKI baru menagih piutang itu sekarang karena sebelumnya pemerintah tak memiliki lahan sendiri untuk ditawarkan kepada pengembang yang ingin membangun rusun untuk Pemprov DKI. Kini Pemprov DKI sedang memperbanyak lahan untuk disediakan bagi pembangunan rusun oleh pengembang.

“Dulu ada alasan kenapa enggak kasih ke Pemprov mengenai 20 persen karena enggak disediakan lahan. Makanya, kita sudah siapin lahan di Marunda, sudah tukar lahan dapat 45 hektar sama Jakarta Propertindo,” ujarnya,

Sebelumnya, Pemprov DKI berencana membangun rusun di dekat Waduk Pluit untuk warga yang tinggal di bantaran waduk tersebut. Pemprov DKI menargetkan normalisasi waduk berlangsung hingga dua tahun. Untuk itu, Pemprov DKI ingin menagih perusahaan pengembang untuk membangun fasilitas sosial dan fasilitas umum dalam bentuk rusun.[Kompas.com]

3 COMMENTS

  1. Apa even ini bukan merupakan juga pembelajaran tentang benar dan salah?
    Bagi yang dananya sudah tidak ditangan (sudah dikeluarkan), tapi kewajiban belum lunas, (kan repot tuh! sekarang ditagih “lagi” berdasarkan peraturan yang ada) akan menjadi contoh pembelajaran : bayarlah kewajiban anda hanya kepada yang berhak dan melalui saluran yang resmi, tentu menurut peraturan negara (bukan lainnya, misalnya resmi ala pribadi maupun ala “institusi/badan” pribadi, atau badan/instusi resmi tapi tidak berhak dst.). pengertian ini, mengingat saat ini sudah sangat acak-kadut, hendaknya kembali dihidupkan diantara seluruh wni dan dijadikan pemahaman baku atau sejenis sop. Saya rasa perlu diajarkan/diperkenalkan kepada wni sejak usia dini, misalnya bisa diberikan sejak di sekolah dasar n disosialisasikan kepada anggota keluarga dalam bentuk pembicaraan selingan sewaktu makan bersama se-hari-2.
    Pilihan untuk tidak berperilaku correct terkait hal diatas, dng berbagai alasan/motif, masih dimungkinkan (mengingat kita ini negara pro kebebasan), tapi ya harus konsekuen dng akibatnya. agar celah-2 yg ada, dapat secara suka-rela dan sadar dihindari para pelaku n disumpal para penegak peraturan.
    semoga memberikan kontribusi bagi me-maslahat-kan indonesia.
    salam,

  2. saya pikir mereka sudah kasi ke pemprov lama cuma tidak berbentuk rusun tapu uang …tidak mungkin tidak hal itu tidak ditagik , cuma dulu diberikan dalam bentuk lain …

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here