BTP Soal Keberatan Jabar-Banten

12
115

Ahok.Org – Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku tidak mempermasalahkan keputusan Wakil Presiden Boediono yang tidak melibatkan perwakilan dari Jawa Barat dan Banten dalam rapat mengatasi kemacetan Ibu Kota, di Istana Wapres, Rabu kemarin. Menurut Basuki, tidak diikutsertakannya dua provinsi tersebut karena memang keduanya sudah menolak untuk ikut berperan dalam mengatasi masalah akut Ibu Kota tersebut.

“Mereka sudah menolak untuk ikut berkontribusi. Jadi, Jabar dan Banten setuju DKI bikin ERP (electronic road pricing/jalan berbayar) asal mereka tidak ikut keluar uang,” kata Basuki di Balaikota Jakarta, Kamis (20/3/2014).

Meski demikian, kata Basuki, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak merasa keberatan dengan keputusan dua provinsi tetangganya itu. Sebab, DKI sudah banyak meraup untung dari banyaknya para pekerja dari Bogor, Depok, Bekasi, maupun Tangerang yang selama ini bekerja di Jakarta. Asal ada dukungan dari pemerintah pusat, Basuki yakin pihaknya akan dapat mengatasi masalah kemacetan.

“Orang-orang Jabar dan Banten yang bekerja di Jakarta kan menambah jumlah penerimaan pajak bagi Jakarta. Yang penting kan bagaimana agar kendaraan mereka tidak masuk, jadi kita adakan ERP dan kereta. Jadi Jakarta tidak macet, tapi ekonomi naik,” tukasnya.

Seperti diberitakan, langkah-langkah menangani kemacetan di Jakarta masih menyisakan rapor merah. Memasuki tahun keempat sejak ditetapkan pada November 2010 oleh Boediono, penanganan kemacetan belum semuanya terlaksana. Sebagian masih dalam proses penanganan, bahkan ada langkah yang belum terlaksana sama sekali.

Rapor merah penanganan kemacetan yang dimaksud, yakni program jalan berbayar, penerapan standar pelayanan minimum (SPM) transjakarta, dan penambahan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). [Kompas.com]

12 COMMENTS

  1. Segera Bung Ahok..seperti tulisan pendapat sy terdahulu, bhw ERP akan efektif bila alat dan personil aparatnya READY BE THE BEST TEAM. mengingat yg berkendara roda empat adalah warga yg berkantong menegah ke atas..pantas lah dikenakan tarip 100rb per kendaraan pun. dengan demikian PAD DKI akan naik diluar sektor pajak daerah yg selama ini jd andalan..

  2. tolong segera jg dibangun gedung2 parkir penampung, dilokasi pintu masuk jkt, misal nya cengkareng, cawang, dll, jd warga bisa parkir disana, bayar murah dgn tuker karcis bekas bus TJ atau kereta dll. Warga bisa lanjut ke kendaraan umum yg terdekat.

    jgn lupa perhatikan sektor keamanan, kalo kenyamanan, ya masih bisa lah menahan diri. Bertahap diperbaiki, tapi kalo keamanan, itu nomor utama.

  3. Pemprov Jabar & Banten sangat bijak untuk tidak terlibat dalam skema ERP, karna tau persis itu cuman cara pemerintah untuk peras2 rakyatnya untuk dapat uang lebih banyak lagi. bukan untuk kepentingan rakyat. orang kaya akan semakin kaya dan orang miskin akan semakin miskin saja dibuatnya.

    • Kok sampai segitu sinisnya sih Grace. ERP dirancang sebagai salah satu cara Pemda DKI mengendalikan pemakaian mobi pribadi, bukannya dimaksudkan menjadi salah satu sumber opemasukan non pajak. Masyarakat didorong untuk meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke kendaraan umum. Saya setuju bermacam cara segera dilaksanakan, karena kemacetan dan polusi yang disebabkannya sudah semakin parah. ERP, Parkir mahal, Nomor plat ganjil genap, Pajak progresif, sampai saat ini hanya wacana dan wacana, sementara penindakan penyerobot jalur Trans Jakarta hanya angin2an. Tentu saja semuanya itu harus diimbangi dengan ketersediaan kendaraan umum yang nyaman dan jumlah yang cukup. Saya ingat ucapan Bang Yos tempo hari : Sengsarakan pemakai kendaraan pribadi dan manjakan pemakai kemdaraan umum. Warga masyarakat/citizen yg mendabakan Jakarta Baru harus mau berpartisipasi dan rela berkorban demi kemaslahatan bersama. Termasuk saya dan juga anda Grace.

      • Saya sinis banget ya bung Haemes ? :(… hmm… gimana tidak ?!.. Gubernur bilang mau buat loop line lingkar luar rel kreta api yang dananya diperoleh dari hasil tilang para pemotor yang melanggar lalu lintas. jadi diciptakanlah keadaan situasi kondusif supaya pelanggaran itu jadi kebiasaan dan jadi pemasukan income bagi pemprov DKI. itu, baca saja beritanya di situs ini juga tentang loop line K.A.

        Jalur busway saja tak becus pemprov DKI sterilkan sampai sekarang ini. bus2 TJ-nya banyak bermasalah di lapangan karna ketidakmampuan kerja PNS pemprov juga. angkot2 saja masih seperti kutu berhenti suka2 dan ngetem. PKL meluber kembali ke jalan2. gimana nga macet coba ??? kualitas jalan hasil kerja PU juga parah. gorong2 belum diperbesar dan got2. bantaran kali belum disterilkan. gimana nga banjir walau cuman hujan sedikit saja dan banjir kan identik dengan kemacetan neraka… !!! Smua itu harus beres dulu dikerjakan, baru deh mulai PALAK WARGA DKI lebih lagi dengan sistem ERP, Tarif Parkir mahal, dsb.

        Kalau perlu ambil 2 jalur jalan untuk busway ketimbang bikin ERP. dipagar, jadi penumpang angkutan umum bisa turun karna ada batas pagar pelindung dan zebra cross ke halte bus TJ.

        Susah kalau bilang DKI jakarta kaya banyak duit tapi ternyata karna hasil meras warga dengan banyak pungutan ini itu dan kenaikan biaya seperti PBB s/d 240%, tarif listrik naik otomatis tiap 3 bulan, harga gas naik, subsidi BBM mau dicabut buat tambahin duit APBD DKI ( sing edan ! )

        Pertanyaannya adalah : kenapa semuanya pada naik terjadi menjelang PEMILU 2014 ???? apalagi kalau bukan untuk ” rampok ” buat kumpulin dana kampanye pemilu parpol ?! Tinggal pinter2 aja memainkan kartu sehingga semuanya terlihat legal 🙂 ironis ! begitu bung Haemes.

        • Hmm menarik ulasan anda Grace.Saya jadi tertarik utk ikutan komentar. Kenapa jalur busway sampai saat ini masih terus terjadi pelanggaran? Pemotor, mobil pribadi bahkan bus angkutan umum juga melanggar jalur busway. Itu fakta, karena rakyatnya tdk disiplin. Dinas dishub seperti macan ompong, karena tdk kuasa menilang, menindak pelanggar. Seharusnya yg harus disalahkan adalah polantas, tapi tapi sendirikan Gub. walaupun konon berbintang 3, tapi tdk berkuasa perintah Kapolda. Tentang PKL yg luber dijalan, angkot ngetem, itupun yg harus disalahkan adalah polantas. Bila polantas mau bertindak, mereka berwewenang. Tapi mereka bosan tangkap sopir angkot atau PKL yg luber dijalan raya, karena bila disidang, paling didenda ringan. Tahu kenapa sebabnya? Ya undang2 lah yg dibuat oleh DPR. Banyak sekali undang2 itu berbunyi denda maksimal, bukan denda minimal. Misalnya denda maksimal 10 jt rp, hakim ketok palu, cuma dengan 10 ribu. Boleh dong? Jadi kita harus fair Grace, semua itu bukan salah Pemda DKI. Petugas dishub hanya bisa teriak2, tiup pluit, tapi dianggap angin lalu. Kempesin mobil saja yg jelas2 melanggar parkir di tempat terlarang, bila ketahuan pemilik mobil bisa dicaci maki. Belum lama ini dengar tdk, ada seorang ustadz maki2 petugas dishub karena mobilnya mau dikempesin. Petugas dishub jadi ketakutan, minta maaf, minta maaf. Kasihankan mereka. Tentang tarif listrik naik itu sdh lama direncakan oleh PLN alasannya rugi terus. Itu bukan wewenang pemda DKI, jadi jangan salahkan pemda DKI. Rumah2 kumuh ilegal kebakaran karena korsleting listrik, ya salahkan PLN bukan pemda DKI, karena kenapa PLN pasang listrik di rumah2 kumur ilegal. Bila terjadi kebakaran besar2an seperti yg terjadi di Kampung kandang Kelapa Gading, masa pemda DKI yg disalahkan? Bersikap adillah. Subsidi BBM mau dicabut, atau BBM dinaik turukan, itu bukan wewenang pemda DKI. Jadi jangan salahkan DKI pula, yg adil ya. Pajak PBB naik, wajar, karena sdh beberapa tahun tdk disesuaikan. Saya juga salah satu warga yg PBB nya naik, tapi saya tdk mengeluh. Bila masih kuat, bayar, bila tdk kuat paling nanti dijual. Beres. Saya ngomong sudah dulu dah, itu banyak. Mudah2-an ada pengertian dari anda ya Grace, dan jangan stop beri komentar/kritik yg membangun. Saya suka itu.

          • Bung Janto, semua argumentasi yang anda paparkan diatas , telah ada dan telah banyak didiskusikan detil sejak sebelum jaman Gubernur Sutiyoso dulu. makanya masalah2 DKI itu sudah masuk kategori perkara klasik. adalah luar biasa aneh bin ajaib sekali bila Gubernur Jokowi dan Wagub Ahok sampai tak mengetahui hal itu detilnya saat berkampanye ria cagub/cawagub dulu. Dan hasilnya ???? NOL BESAR! Kurang baikkah program2 yang dibuat ? sama sekali tidak. tapi kesungguhan dan ketegasan pimpinan sangat minim sekali dalam pelaksanaannya karna tujuannya adalah pencitraan diri bukan untuk penuntasan masalah.

            Anyway.. saya akan doa supaya orang2 seperti itu dicopot saja cepat dari jabatannya oleh Tuhan ( buang ke jamban ) dan diganti dengan orang2 yang benar2 ingin lihat negara ini maju dan sejahtera. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Salam 🙂

        • Hi non Grace, rupanya oleh Sak ‘ikon’ kita dibikin mirip yi. wajah2 orang yg marah, sinis, kecewa, dan kadang frustasi. Ok, trims Sak.

          Non Grace, Gubernur kita yang ‘kurus’ ini memang bukan dewa yang hanya dengan bersabda maka semua akan selesai. Keberhasilan Gubernur kita yang ‘wong ndeso’ menangani keruwetan Jakarta yang sudah kronis ini sangat2 dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya dukungan jajaran Birokrasi, kerjasama yg baik dengan Pemda tetangga, dukungan Pemerintah Pusat, dan juga dukungan seluruh warga/citizen Jakarta.

          Tentang birokrasi kita semua sudah tau bagaimana sifat dan karakter birokrasi Pemda DKI dan juga birokrasi Negara kita pada umumnya. Mereka akan setia mendukung pemimpin yang sejalan dengan kepentingannya tetapi sayangnya sangat anti dengan pemimpin yang jujur/terbuka/melayani publik karena zona kenyamanan dan keamanannya terganggu/terancam. Mereka2 ini akan melawan dan menyerang balik dengan cara diam2 melanggar perintah atau dengan sabotase. Ingat kasus bis keropos/ lelang jabatan Kepala Sekolah/ manipulasi rusunawa/ kasus honorer cpns/ dll.
          Semua ini mudah terjadi karena para birokrat ini tau dan sadar bahwa memecat PNS adalah tidak mudah, paling2 mereka akan dipindah atau dicopot jabatannya. Sangat kelihatan bahwa birokrat pemda DKI lebih senang dengan era kepemimpinan Gubernur lama.

          Hal kerjasama dengan Pemda tetangga maupun Pemerintah Pusat kelihatannya hanya ada di-angan2/harapan karena masing2 punya agenda tersendiri yang seringkali tidak nyambung apalagi saling mendukung.
          Sebagai contoh, kewenangan pengelolaan sungai (Ciliwung-Cisadane dan sungai2 kecil lainnya) sebenarnya ada di pemerintah pusat cq Kementerian PU.
          Demikian pula jalan2 di DKI ini sebagian kewenangan Pemda sebagian kewenangan Pusat. Ingat kasus perbaikan jalan ambles (Jln.TB Simatupang) yang memancing polemik dimana Pemda DKI dinilai mencampuri atau menyerobot kewenangan pusat…?
          Banjir juga disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah dugaan rusaknya daerah resapan atau ruang terbuka hijau didaerah Puncak. Pelanggaran Rencana Tata Ruang ini sudah berlangsung puluhan tahun. Ingat bahwa Pemda DKI harus mengeluarkan banyak uang untuk membantu Pemkab Bogor membongkar villa2 ilegal disekitar Cisarua padahal itu semuanya adalah tugas Pemerintah Pusat.

          Terakhir, dukungan warga/citizen DKI Jakarta. Kita akui dengan jujur bahwa kita2 ini masih bermental kampung, belum bermental warga kota metropolitan. Perilaku nyampah, ogah2an membayar pajak, acak2an dijalan raya, menerobos aturan termasuk nyuap untuk menperoleh kemudahan, tidak mau antre, lebih mengutamakan diri sendiri/kelompok daripada kemaslahatan orang banyak, kesemuanya itu tidak mendukung terciptanya Jakarta Baru.

          Non Grace, yuk kita berubah dimulai dari diri kita sendiri.
          Salam Jakarta Baru.

  4. Busway TJ koridor 12 Pluit – Tg.Priok dengan halte 21 buah, anggap dikali dua jadi 40 an halte, dengan operator PT.Bianglala, cuma menggunakan 15 an bus tidak pernah lebih dari 20 buah.
    Bagaimana bisa 15 menit sekali, itupun dlm kondisi jalan macet bisa konvoi sampai 3 bus berendeng jalannya. Kayak ga ada yg mengatur manajemen traffik nya…gimana PT.TransJakarta, pasang dong GPS, jangan geblek begitu!

  5. Gitu aja pusing pusing. Kalo gak mampu tinggal di jakarta ya pindah aja keluar jakarta. Jakarta emang biaya hidup makin lama makin mahal. Mau gimana lagi namanya kota metropolitan. Trus kalo gak mau macet ya kg usah kerja di jakarta, semua orang juga pusing soal macet. Mau gimana lagi? Bukan berarti pasrah tapi tiap usaha yg positif dari DKI 1 hrs didukung drpd gubernur yg dulu2. Mrk ngapain aja, siang2 maen golf. Ruang kerja ada kamar tidur biar bisa bobo siang.

  6. yang bikin macet itu adalah angkutan umum yg gak tertib.. kenapa gak diberantas dulu angkutan umum itu?? kalo masi dibiarkan tuh angkutan ngetem sembarangan, sampe kapan juga gak akan beres kemacetan… motor juga.. tindak tegas!!!! jangan cuma mobil pribadi aja yang jadi santapan sama tuh si POLANTAS… polisi juga kasi contoh tertib lalu lintas…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here