Ahok.Org – Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bahwa Jakarta masih kekurangan sarana ruang kreativitas sebagai wadah penyaluran emosi warga, terutama anak-anak. Kurangnya ruang publik untuk anak itu dapat mengakibatkan maraknya tawuran antarpelajar.
“Seharusnya, ruang kreativitas dapat disampaikan melalui pembangunan ruang terbuka hijau (RTH). Di dalamnya, bisa kita buat sarana untuk penyampaian emosi pelajar,” kata Basuki di Balaikota Jakarta, Kamis (12/9/2013).
Basuki menyebutkan, dengan semakin banyaknya RTH, maka akan semakin banyak ruang terbuka bagi pelajar untuk berinteraksi dengan masyarakat. RTH itu akan digunakan sebagai kegiatan positif bersama pelajar lainnya.
Pemerintah Provinsi DKI telah mulai melakukan penambahan RTH yang akan dipergunakan sebagai ruang interaksi. Salah satunya adalah pembangunan taman kota di Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Selain taman, di kawasan itu juga akan dibangun sumber air bersih, tempat pemancingan, amphitheatre, dan kawasan rekreasi.
Basuki menjelaskan, permasalahan emosi pelajar ini juga tergantung pada peran orangtua dan orang tua mereka di sekolah, yaitu guru. Ia mengatakan, orang tua berperan mengarahkan para pelajar menggunakan waktu luangnya untuk penyaluran emosi melalui sarana-sarana yang telah disediakan Pemprov DKI, misalnya gelanggang olahraga remaja (GOR) di setiap kecamatan.
“Jadi, sesuai keinginan masing-masing orang saja. Yang penting pengawasan dan pengarahan dari orangtua dan guru harus ada,” kata Basuki. [Kompas.com]
Pak Wagub saran saja lebih baik perkataan kebiasaan pak wagub bilang “Tanah Ini Bukan Tanah Nenek Moyang Lo” dihilangkan. itu bisa ngundang RASIS/SARA, sy sendiri orang keturunan. haji lulung bener perkataan itu bisa ngundang RASIS. suatu saat mereka bisa balik berkata tanah ini bukan milik nenek moyang nonpribumi. ketegasan pak wagub sdh bener, Tapi tolong kalimat itu dihilangkan dari pikiran Pak Wagub. thanks.
Setuju, berapa banyak energy/effort yang sudah dikeluarkan untuk menetralisir ungkapan-2 seperti itu, mubazir kan? Ketegasan tidak harus disampaikan dengan kata-2 kasar, Orang Timur/Indonesia lebih banyak berkomunikasi melalui hati, bukan rasio, dapatkan hatinya baru sampaikan pikirannya,. Simak video kunjungan Jokowi ke Sinar Harapan.
mampir ke sini juga gan 🙂
lebih pas/relevan dgn konteks isi artikel kalau komen/dukungannya disitu…
—
http://ahok.org/berita/news/basuki-klaim-lahan-silahkan-ke-pengadilan/#comment-49956
—
Kita semua setuju “Tegas bukan berarti dapat bebas bersikap ‘kekanak2an’ spt itu”, semua pejabat publik HARUS dapat menjaga omongan dan prilakunya di depan publik/wartawan – menjaga toleransi dan perasaan lah singkatnya. Mau bersikap tegas, biasa/gak punya sikap, atau malah sebaliknya – itu pilihan pejabat2 publik itu sendiri.
Kecuali ente cuman bacod anonim di forum2 anonim kek disini – Silahken berbacod sesuka lebay ria ala siape aje yg ente mau/suka… dan resiko dianggep ‘bocah’, ‘kasar/tak sopan’, ‘sembarangan’, ato ‘badut/artis forum’ tanggung sendiri spt biasa.. 😀
.
btw, kalo sampe orang2 lulung bilang gitu, tinggal debat balik:
tanah ini bukan milik nenek moyang siapa2 krn kita menganut azas negara republik demokrasi berdaulat berdasar hukum bernama Indonesia, alias milik negara atau sesuai bukti kepemilikan tanah (emang ketika VOC bercokol disini dan mendirikan kota Batavia ada yg brani bilang sendirian di pos ronda kumpeni: “tanah ini milik nenek moyang sayah, agan2 kumpeni, minggaaaat kalian!”? klo gak bakal digebux abiz sama penguasa wilayah disitu alias VOC/Belanda..) – kecuali negara Indonesia bubar (kembali balik spt dulu berganti dgn penguasa2 lokal di wilayahnya masing2: Jawa, Sunda, Bugis, Papua, Batak, Aceh, Minang, Timor, Bali, Dayak, dst), nah baru dia bisa bilang “tanah ini milik nenek moyang sayaaah!” – nah tinggal tunggu digebukin orang sekampung lagi aja…. ato satpol pp-nya raja2 lokal.. yg sama2 merasa punya hak penuh atas bidang tanah tsb.
.
Kalo masih ngeyel, mari kita tes DNA si lulung, apa lebih deket ke etnis cina atau ke suku baduy terasing di dalem utan sunda sonoh.
gitu aja koq refot…
Biar pada sadar semua knapa cukup banyak urang sunda (termasuk orang betawi krn tinggal/berada di tanah sunda) koq sipit2 dan mukanya kayak/mirip2 campuran orang cina serta terus memproduksi budaya/kuliner non-pri hasil akulturasi dgn budaya cina/jepang spt tahu, mie/bihun, bakso, somay, moci, payung geulis, suling, sitar/kecapi, dst (dan ada juga yg mirip2 campuran orang india/arab beserta budaya/kuliner akulturasinya spt martabak telur, dst), gak semuanya persis kayak urang baduy di dalem utan (yg katanya para ahli, suku terasing ini punya relasi dgn suku2 asli/pribumi austronesia yg terbentang dari kepulauan Taiwan ke pinggiran India [Myanmar], kepulauan Nias, dan Papua – wilayah2 dimana region “SEA” itu didefinisikan dan diakui dunia)..
btw, islam/agama bukanlah sebuah ‘suku’, yg bisa membuatnya berhak menyandang status ‘pribumi’ di Indonesia – kalau ya (memang sebuah ‘suku’), berarti semua orang (beragama) islam disini adalah non-pri (krn asal agamanya dari daerah TimTeng atau AsBar/Asia-Barat) dan tak berhak mengklaim punya tanah di Indonesia sini, kecuali mereka semua memiliki kepercayaan lokal yg sama dgn penduduk asli/pribumi, yaitu yg sering disebut “animisme/dinamisme”.
“Gini ajah.. Ente lepas agama TimTeng ente, ente boleh klaim (nenek moyang ente) punya tanah disini, gimana?” – menyandang agama mayoritas disini tidak akan membuat ente lebih ‘pribumi’, malah kena deportasi paksa balik ke TimTeng iye, itu kalau ente semua yg merasa beragama mayoritas lupa kita semua tinggal di negri yg bernama “NKRI” yg sangat beragam/plural jenis dan kepercayaaannya serta punya dasar negara yg katanya mengharamkan ideologi2 selain Pancasila dan UUD 1945 (brarti menjadikan “Islam” sbg sebuah ‘suku pribumi’ sudah melanggar sila ketiga Pancasila itu sendiri: “Persatuan Indonesia” [yg harusnya jadi sila pertama, biar kita semua ingat kita berdiri diatas negri Indonesia, bukan di negri asalnya agama2 TimTeng], krn memang tidak ada definisi suku “Kristen/Katolik”, “Hindu/Budha”, dst di Indonesia).
.
“Masih berminat utk ‘membubarkan paksa’ NKRI dgn mengkudetanya, agan sahid?” 😉
Jangan mimpi mengkudeta Indonesia agar jadi negara Islam! yg terjadi malah pecah berantakan bubaran pastinya, balik spt dulu lagi dimana nama “NKRI”/Negara Indonesia tak pernah dikenal, selain bernama wilayah “kepulauan nusantara”.
.
Ada pertanyaan menggelitik kaum akademisi/intelek kelas ‘bengal’ spt saya – saya istilahkan dgn “Teori Relativitas Pribumi” saja, yg mempertanyakan hal ini:
Jika ada invasi yg mengeradikasi (hampir) semua penduduk lokal yg dianggap ‘pribumi’ krn tinggal disitu, apa berarti sang penguasa baru tsb (yg akhirnya tinggal disitu juga, mendominasi semua lini) berhak menyandang status ‘pribumi’ baru? dan begitu seterusnya (didominasi lagi oleh bangsa lain dan penguasa baru menyatakan dirinya sbg ‘pribumi’) – sama spt yg terjadi di Amerika dimana ‘white invaders’ membantai hampir habis semua penduduk lokal ‘Indians’ yg dianggap ‘pribumi’ – apa ini berarti orang2 kulit putih ini = ‘pribumi’ jika kita tak punya bukti sejarah dan antropologinya?
“Siapakah ‘pribumi’ ini sebenarnya (jika asal-usul merekapun tak pernah diketahui kebenarannya atau dapat dibuktikan scr ilmiah)?”
Kalau benar definisi ‘pribumi’ adalah ‘penduduk lokal (native)’ semata tanpa batas waktu absolut yg jelas kapan dimulainya diduduki wilayah tsb dan utk berapa lama persisnya, maka pertanyaan2 relatif saya tadi akan berubah menjadi sebuah kesimpulan yg lebih pasti.
.
Kesimpulan: “Istilah ‘pribumi’ adalah relatif, bukan absolut. Tergantung dari posisi sudut pandang dan pihak mana yg melihatnya.” – TaZ.SE3/SEEE
—
Klo masih minta ‘dikuliahi’ lagi (spt minta diajari lagi soal norma2 ke-Timur-an atau ke-Barat-an yg sebenarnya mau dikedepankan oleh orang2 pemuja budaya TimTeng ini krn kurang mengerti soal batas zonasi pembagian wilayah kultur antara Barat vs Timur dari sudut pandang ‘orang Barat’/Westerners – bila dilihat dari zona bagi-waktu di Greenwich, UK maka yg dimaksud ‘Timur’ adalah wilayah di sebelah Timur Greenwich s/d tengah laut di Oceania sonoh (dan selat antara timur ‘Soviet’ dan barat Alaska) atau lebih tepatnya “belahan bumi di sisi Timur garis waktu Greenwich” – artinya semua budaya ‘ketelanjangan’ Eropa juga termasuk budaya “ke-Timur-an” – jadi tolong perjelas lagi statement orang2 yg mengaku2 ‘pribumi’ tapi bicara hampir selalu dgn bahasa dan budaya Arab soal adat “ke-Timur-an” atau “Ke-TimurTengah-an” yg sebenarnya mau diusung – mari kita redefinisikan lagi makna norma/adat/kultur “ke-Timur-an” itu lebih jelasnya mencakup wilayah dari mana sampai mana dan apa saja yg diatur, lalu bikin polling se Indonesia agar bisa disetujui definisinya oleh semua warga, trus kirim draft proposalnya ke UN agar bisa diterima dunia), ntar ane tambah kuliahin sejarah dan antropologi lagi… 🙂
—
Ane peringatkan, ente (pemBAJAK karya2 Sang Pencipta dan membuat versi program ‘logika’ sendiri alias versi “KW”) gak akan menang lawan program logika hasil karya ASLI Sang Pencipta itu sendiri. Jadi silahkan pikir2 dulu sblm menyerang ane dan program logika ASLI karya Sang Pencipta itu sendiri yg sudah ditanamkan di otak ente sejak ente masih dlm bentuk zygote berupa respon2 reflex dasar dan mulai sejak dilahirkan otak baru mulai berkembang dgn pesat menuju kapasitas maksimalnya maka sejalan dgn itu logikapun akan terus berkembang dan bertambah kode2 logikanya sejalan dgn waktu dan pengalaman hidup di dalam dunia ciptaanNYa, utk mengembangkan lagi struktur berpikirnya menjadi program logika yg lebih sempurna… sayangnya Ia juga menciptakan sisi ‘ketidaksempurnaan’ dlm dunia ciptaanNya shg dapat timbul berbagai penyimpangan dlm perkembangan logikanya… shg muncul istilah ‘logika/cara berpikir yg salah’.
Jika ada yg dianggap benar tentunya ada pasangannya yg dianggap salah, dan begitu juga sebaliknya (the “Dualism” theory) – tak mungkin anda tahu apakah yg “benar” itu kalau anda tak tahu apakah yg “salah” itu, begitu juga sebaliknya – shg menghilangkan salah satunya hanya akan membuat anda kehilangan titik referensi penilaian: “Apakah yg dianggap BENAR/BAIK itu?” jika anda berusaha menghilangkan semua yg dianggap SALAH/BURUK.
Anda akan lihat kebesaran Sang Pencipta, semakin anda berusaha menghilangkan sisi yg dianggap negatif/buruk oleh anda, maka semakin kuat pula perlawanan dari alam utk menyeimbangkannya kembali (tanya sendiri kenapa hal2 klasik yg dianggap kejahatan/negatif spt pelacuran, pembunuhan/pembantaian, rampok/pemerasan, korupsi, dst tak bisa musnah mulai sejak sejarah manusia tercipta sampai saat ini) – anda tak akan bisa meng-eradikasi total, hanya bisa me-reduksi sebagian. Hilang disini, muncul di tempat lain dgn bentuk beda. Mirip spt Hukum Keseimbangan Energi dlm sains: “Energi tak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, hanya dapat ditransformasikan dlm bentuk yg berbeda2. Jumlah energi di alam akan selalu sama, dlm bentuk apapun itu.”
Jadi anda skrg tahu, makin banyak yg pakai AirCon maka makin panaslah lingkungan alam anda sendiri – anda hanya membuat energi panas di dalam ruangan pindah ke luar ruangan shg anda merasa dingin – itu sebabnya anda merasa sangat dingin didalam tapi merasa sangat kepanasan diluar ruangan.
Makin dingin didalam, makin panas diluar.
Global Warming itu memang nyata, bukan hoax, jika anda masih belum sadar kenyataan alam ini.
Lebih bersahabat dgn alam (lebih natural), alam akan lebih bersahabat dgn anda.
Menyetel AirCon diatas 25’C (slightly cooler) sudah cukup membantu pengurangan emisi panas ke alam -lebih bagus lagi jika anda buang AirCon anda dan ganti dgn exhaust fan atau blower fan yg lebih hemat energi dan efisien krn menyumbang emisi panas jauh lebih kecil drpd AirCon (dari komparasi input Watt-nya aja sudah jelas jauh berbeda, utk AirCon disini daya inputnya sering ditulis (for marketing reason) dlm satuan “PK” agar anda tidak terkaget2 melihat dlm skala 3-digit minimal besar konsumsi dayanya dlm Watt dibanding exhaust/blower fan standar yg cuma dlm skala 2-digit mendekati 1-digit (umumnya 10-50 Watt) – klo ditulis “1 PK” itu lebih bikin tenang hati anda daripada ditulis “700 Watt” kan? “Oh kecil.. kecil banget koq… gak gede, cuma 1 PK!” :D).
Anda merusak alam, alam akan balik merusak hidup anda, semata2 demi mempertahankan hukum keseimbangan alam dan energi di dunia yg didisain Sang Pencipta bagi seluruh makhluk ciptaanNya, bukan cuma manusia saja.
.
Dan FYI, program LOGIKA asli karya Sang Pencipta itu sendiri sudah terdaftar hak ciptanya di Direktorat Jendral Hak Paten dan Hak Kekayaan Intelektual, sebuah badan usaha milik Sang Pencipta sendiri (BUM-SPct) yg tak akan pernah dijual ke publik/asing dgn cara apapun dan sikon apapun.
kalo aku sih lebih suka pak Ahok apa adanya selama dia bener, tulus dan taat konstitusi, karena watak dan kepribadian orang bisa terbaca apa adanya. Dari pada orang-orang yang sudah memanipulasi watak dan kepribadiannya dengan kata-kata yang halus keluar dari mulutnya tapi mempunyai niat busuk dan akibatnya sampai sekarang ga maju-maju Indonesia.
Jadi apa adanya aja bung.. perkataan begitu udah biasa dikalangan masyarakat. Ngapain juga jaga tutur bahasa yang baik tapi hati busuk? Selama ini ngak ada yang ngomong kasar seperti pak Ahok jakarta juga ngak membaik.. ya karena terlalu banyak yang munafik.. masa pake krudung tapi korupsi.. bawa2 nama Tuhan tapi anarkis..
No hard feeling.. Go Jakarta Baru !!
saya punya ide kreatif untuk mengatasi/setidaknya mengurangi masalah ini yaitu dengan program yang saya sebut JKH “Jakarta kampung Hebat”. Konsepnya seperti ini disetiap RW di Jakarta harus ada lahan kosong yang kemudian pemerintah membangun RTH yang didesain dengan lebih banyak fungsi sosialnya, untuk lebih jelasnya email: afl9339@yahoo.co.id
Setuju dengan doko dan matmat,
Pak Wagub, ada baiknya perkataan seperti itu dihilangkan. Saya sendiri mengerti bahwa memang gaya Bapak seperti itu,tapi belum tentu orang lain memahaminya.
Sdr Sak, moga2 Pak Wagub baca dan diambil hikmatnya, kan ente rekap juga utk Pak Wagub liat kan?
Salam Jakarta Baru
Emosi Anak, di jaga: Kurangi Tawuran.’ Pak Jokowi/Pak Basuki menyayangi Penduduk ada Per hatian Untuk me ngemong I anak2.
Meng Harap Kan’ (melihat kenyataan) Emosi yang terkendali.
–
Nge mong mong, nge didik emosi Anak2 imbang, di cari celah2
(Kerja sama Org-Tua&pemprov) Komunikasi – solusi – Emosi Kontrol.’
Apakah Anak itu lapar, haus, perlu menyalurkan idea2 utk hal2 br guna dgn Baik?
–
Atw hanya suka ngambek marah2, asal nungtut?
Solusi nya Di Cari Guru/Penasehat utk Solusi Emosi Kontrol… ”
Di Mulai dari Kemauan an diri, utk mem per baiki, Masa Depan yang Lebih Baik…