REFORMASI BIROKRASI UNTUK PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN

2
83

Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II DPR Dengan Lembaga Administrasi Negara (LAN)

Dalam rangka memperoleh masukan dan pertimbangan dari berbagai pihak, maka pada Kamis (29/10) lalu kami komisi II DPR mengundang rekan dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) untuk berdiskusi dan memperoleh masukan tentang reformasi birokrasi. Salah satu lingkup kerja Komisi II memang berkenaan dengan masalah aparatur negara, dimana isu reformasi birokrasi menjadi fokus perhatian yang penting saat ini.

Pihak LAN menghadirkan bapak Muhammad Taufiq dan Anwar Sanusi, PhD untuk memberikan pemahaman kepada kami dari Komisi II untuk menekankan urgensinya melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh dan konsisten.

Saya sering sekali mendengar, bahkan merasakan sendiri bagaimana birokrasi yang tidak tertata dengan baik membuat urusan menjadi berbelit dan menghambat aktivitas masyarakat. Kesadaran untuk melakukan reformasi birokrasi sesungguhnya telah lahir sejak awal era reformasi lalu, namun hingga kini reformasi yang dilakukan belum menyeluruh, hanya sebatas poin-poin yang menguntungkan saja. Contohnya, banyak instansi yang melakukan reformasi terbatas dalam hal renumerasi saja. Sehingga dalam banyak kesempatan, timbul pemahaman yang keliru bahwa reformasi birokrasi adalah perbaikan renumerasi (penghasilan) bagi jajaran di instansi tersebut.

Sesungguhnya reformasi birokrasi mencakup tiga elemen yang tak terpisahkan, yaitu reformasi birokrasi itu sendiri, reformasi administrasi, dan reformasi kepegawaian. Tiga hal tersebut merupakan satu kesatuan, sehingga melaksanakan hanya satu atau dua saja belum memperbaiki keseluruhan sistem birokrasi. Ibarat mobil yang mengganti mesin dengan yang baru namun bannya masih memakai ban yang kempes. Tujuan kita bersama untuk melakukan reformasi birokrasi intinya adalah menciptakan Good Governance, suatu tata pemerintahan yang baik, dalam artian mampu melaksanakan fungsinya sebagai pelayan publik dengan baik dengan efektif dan efisien.

Saya juga teringat dahulu saat menjadi Bupati di Belitung Timur (Beltim). Betapa usaha mereformasi birokrasi bukanlah suatu hal yang mudah. Kita berhadapan dengan suatu sistem yang telah sedemikian rupa terbentuk dengan tidak mengindahkan kaidah-kaidah profesionalisme. Banyak masalah paratur di daerah seperti pembentukan beberapa organisasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah, tingginya intervensi politik dalam penyusunan organisasi daerah dan pengisian jabatan, dan pengembangan SDM aparatur di daerah yang kurang terarah. Hingga pada realita di lapangan, sering kita melihat pejabat yang ‘menitipkan’ anaknya untuk menempati posisi di instansi tertentu, mekanisme pengisian pejabat yang kental KKN, serta pelayanan publik yang tidak berjalan baik seperti pembuatan KTP dan lainya. Rendahnya produktivitas dan inefisiensi birokrasi tampaknya masih menjadi virus yang menjangkiti para aparatur di Indonesia.

Namun tentu keadaan tersebut bukanlah kondisi abadi. Kita harus sama-sama sadari perlunya perubahan yang mendasar demi perbaikan ke depannya. Secara umum, tujuan dari diadakannya RDPU ini adalah ingin mecari formula yang paling tepat demi mencapai reformasi birokrasi dengan baik dan konsisten, yang ditandai dengan tercapainya beberapa kondisi berikut:

  1. Terwujudnya organisasi pemerintahan yang ramping struktur, efektif, efisien, rasional, proporsional, transparan dan menganut asas desentralisasi pengambilan keputusan
  2. Terwujudnya aparatur pemerintah yang berkualitas. Meliputi aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap mental, cara berpikir, moral dan akhlak.
  3. Meningkatnya kualitas pelayanan publik. Disiniliah parameter objektif dari sejauh mana aparatur mampu melayani masyarakatnya dengan baik.
  4. Mencegah dan memberantas KKN melalui transparansi pengambilan keputusan, pengawasan yang intensif, dan penerapan sanksi yang konsisten. Dan yang terpenting adalah adanya suatu keteladanan dari atasan kepada bawahan.
  5. Terwujudnya netralitas birokrasi dalam konteks politik. Untuk menjamin ketidakberpihakan kekuataan birokrasi ke salah satu calon saja pada Pilkada atau Pemilu.

Para aparatur negara seyogyanya menyadari bahwa setelah jam kantor usai, mereka akan kembali menjadi anggota masyarakat biasa, meninggalkan sejenak baju birokratnya. Maka kesadaran untuk mereformasi diri sesungguhnya adalah satu tuntuan yang lahir dari masyarakat. Reformasi birokrasi bukanlah sekedar renumerasi saja, namun lebih dari itu, bagaimana menciptakan aparatur negara yang melayani, profesional, efektif, efisien dan akuntabel untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here