Pemerintah Melanggar HAM Soal KTP!

3
82

Ahok.Org – Ada  beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan jajarannya, terkait dengan masalah Administrasi Kependudukan (Adminduk), yaitu:  Masih banyak warga masyarakat  yang tidak memiliki adminduk yang lengkap, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), akta kelahiran, dan lain-lain.

Kemendagri harus serius memperhatikan masalah KTP ini. Sebab setiap warga negara Indonesia berhak untuk memiliki KTP  ini sebagai bukti identitas diri sebagai WNI. Hak atas KTP dan adminduk lainnya diatur dalam ketentuan  Pasal 2 huruf (a dan b) UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bahwa:

”Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh  dokumen Kependudukan; dan pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil”.

Kepemilikan KTP  ini bersifat mutlak dan hakiki, dan merupakan salah satu hak asasi setiap WNI yang wajib diperhatikan/dipenuhi oleh negara/pemerintah RI. Pemerintah dapat dituntut telah melanggar HAM jika tidak segera membereskan masalah adminduk ini, terutama KTP.

Hal ini beralasan sebab  apabila tidak memiliki KTP,  warga tidak bisa mengakses layanan publik lainnya sesuai amanat  UU No. 25 Tahun 2009 ttg Pelayanan Publik.

Contoh kasus:
Berdasarkan temuan di masyarakat, sebagian besar warga tidak memiliki KTP sama sekali, misalnya yang terjadi pada warga Kebun Sayur di  Ciracas Jakarta Timur  dimana sebagian warga  hanya memiliki KTP Musiman. Itupun diterbitkan sejak tahun 2005 dan hanya berlaku 6 bulan. Artinya sampai saat ini mereka tidak  memiliki KTP sama sekali. Kelurahan setempat tidak mau melayani permohonan pembuatan KTP karena dianggap sebagai “warga liar”. Bahkan itu merupakan keputusan Walikota Jakarta Timur bulan Januari 2011 lalu. Ironisnya warga tetap ikut serta dalam setiap pemilu/pemilukada dan DPT-nya disediakan kelurahan setempat. Warga tidak bisa memperoleh pelayanan publik yang memadai yang merupakan hak asasi mereka hanya gara-gara tidak memiliki KTP. Anak-anak mereka tidak memiliki akta kelahiran karena orang tuanya tidak memiliki KTP.

Kasus pengurusan akta kelahiran yang terlambat (lebih dari 60 hari) bagi anak yang lahir tahun 2007 di Kelurahan Pisangan Lama Rawamangun Jakarta Timur. Biaya sidang  mencapai Rp 400.000,-. Biaya ini sangat memberatkan warga yang tidak mampu sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Kasus Ibu Meti Alawiyah warga Kelurahan Suka Pura  Cilincing Jakarta Utara yang hendak mengurus akta kelahiran anaknya yang saat ini berusia 2 tahun. Semua persyaratannya sudah lengkap, namun terkendala dengan biaya sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang mencapai  Rp 1 juta. Karena tidak mampu bayar, akhirnya mengurungkan niatnya utk mengurusnya di PN tersebut
Bahkan  suami ibu Meti dikenakan biaya Rp 250.000 saat  memperpanjang KTP di kelurahan setempat.

Itu beberapa kasus/temuan kecil di masyarakat, khususnya  di DKI Jakarta yang nota bene Ibukota Negara di Republik ini.

Bagaimana Kemendagri dapat mempertanggungjawabkan anggara Rp 6,7 triliun untuk e-KTP tahun 2012 kalau sampai pertengahan tahun 2011 ini  saja database adminduk belum beres. Bisa saja programnya berjalan tapi tidak sebanding dengan biaya yang dianggarkan/dikeluarkan.

Komisi II DPR RI harus berhati-hati dan lebih tanggap serta lebih kritis dalam membahas  masalah ini.(Kamillus Elu, SH).

3 COMMENTS

  1. Ini masalah klasik dan merupakan semacam system, lebih baik menjadi orang bodoh tapi punya hati nurani, daripada jadi orang pintar tak bernurani, bukan apa kata dunia, tapi sudah me Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here