Alasan Pengesahan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir

0
42

Ahok.Org – DPR RI bersama Pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty/CTBT) pada Rapat Paripurna DPR RI tanggal 6 Desember 2011 di Jakarta.

Menteri Luar Negeri Dr. R. M. Marty M. Natalegawa menyampaikan beberapa alasan mengapa  Pemerintah dan DPR meratifikasi CTBT, yaitu: mewujudkan kontribusi Indonesia dalam memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945, mewujudkan kepemimpinan Indonesia yang selalu bersikap konstruktif dan memiliki komitmen terhadap perdamaian dan keamanan internasional melalui upaya memperkuat pencapaian perlucutan dan non-proliferasi senjata nuklir, mewujudkan pengembangan teknologi di Indonesia dengan cara memanfaatkan program bantuan teknik dalam kerangka verifikasi CTBT yang disediakan bagi negara-negara yang meratifikasi CTBT, dan mewujudkan rejim verifikasi nasional untuk memenuhi kebutuhan informasi mengenai teknologi verifikasi CTBT bagi instansi terkait di seluruh tanah air.

Menlu Natalegawa mengatakan bahwa dengan telah diratifikasinya CTBT, Indonesia diharapkan akan memperoleh sejumlah keuntungan dan manfaat langsung, diantaranya yaitu: meningkatkan kepemimpinan dan peran Indonesia baik pada tingkat regional maupun global dalam bidang perlucutan dan non-proliferasi senjata nuklir. Selain itu, dapat memperkuat postur kepemimpinan Indonesia dalam mendorong terwujudnya sebuah dunia yang bebas dari senjata nuklir, meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan energi nuklir hanya untuk tujuan damai dan kemaslahatan umat manusia. Memastikan bahwa rejim internasional teknologi nuklir untuk tujuan damai tidak berstandar ganda, tidak diskriminatif dan tidak merugikan negara-negara tertentu. Indonesia akan memiliki kesempatan untuk memonitor berbagai ketentuan yang terdapat di dalam CTBT untuk memastikan kepatuhan terhadap traktat ini. Bagi negara yang belum menjadi pihak CTBT, setidaknya CTBT tetap mengikat secara moral kepada mereka. Selain itu dengan adanya CTBT tersebut dapat meningkatkan kerja sama bilateral, regional dan multilateral dalam perlucutan dan non-profilerasi senjata pemusnah massal, khususnya senjata nuklir. Memantau adanya uji ledak nuklir dan mekanisme peringatan dini (early warning system) terhadap kemungkinan terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami melalui sistem fasilitas jaringan auxiliary seismic station (stasiun seismik pendukung). Meningkatkan kemampuan dalam mengoperasikan 6 (enam) stasiun seismik yang telah dimiliki Indonesia. Memperoleh bantuan teknis dalam penyampaian data jaringan verifikasi dan otentikasi setiap data dari stasiun seismik yang berada di Indonesia dari dan/atau kepada organisasi CTBT. Memperoleh data mengenai perilaku/karakteristik bumi antara lain media atmosfir, badan air (laut), dan kegiatan bawah/permukaan tanah dari jaringan verifikasi di seluruh dunia secara lebih komprehensif, dan meningkatkan keahlian sumber daya manusia Indonesia dalam alih teknologi di bidang geofisika dan verifikasi uji coba nuklir, serta membuka peluang Indonesia menempati posisi penting di dalam organisasi CTBT.

Marty Natalegawa mengatakan bahwa komitmen Indonesia terhadap CTBT nerupakan keniscayaan mengingat di awal 1990-an, Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara pelopor upaya untuk mewujudkan sebuah instrumen internasional yang mengatur pelarangan menyeluruh uji coba peledakan senjata nuklir, yang merupakan embrio bagi kelahiran CTBT. Dalam kapasitas sebagai koordinator Pokja Perlucutan Senjata GNB, Indonesia aktif terlibat dalam perundingan CTBT di forum Konferensi Perlucutan Senjata (KPS) di Jenewa hingga akhirnya naskah CTBT disahkan oleh Majelis Umum PBB pada 24 November 1996.

Sebagai salah satu dari 44 negara yang berada dalam Annex II (yaitu kelompok negara pemilik senjata dan negara bukan pemilik senjata nuklir yang dinilai memiliki kemampuan membuat uji ledak nuklir), Indonesia sebelumnya memilih untuk menunda proses ratifikasi hingga seluruh negara pemilik senjata nuklir telah meratifikasi terlebih dahulu. Indonesia berpandangan bahwa negara-negara pemilik senjata nuklir seharusnya menjadi pihak yang pertama dan terutama yang harus mematuhi CTBT. Secara prinsipil, tujuan dan posisi tersebut telah tercapai. (Kamillus Elu, SH).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here