Ahok.Org – Pementasan tradisi budaya lokal terus tergerus. Itulah yang dialami seniman wayang orang yang tergabung di grup Barata, Jalan Senen Raya, Jakarta Pusat, Rabu (4/7/2012). Karena minimnya dana, mereka hanya pentas di Gedung Barata sekali sepekan.
Yunus, Humas Barata mengakui, memang ada subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, lewat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebesar Rp 90 juta setahun. Kendati begitu, uang yang diberikan tak bisa mencukupi buat 140 seniman yang mentas di Barata.
Pasalnya, kata Yunus, ongkos produksi sekali pentas saja memakan biaya Rp 22 juta. Sementara uang Rp 90 juta untuk ongkos sewa kostum, operasional, makan, transportasi, dekorasi panggung, dan lain sebagainya. Karena keterbatasan dana, mereka pentas sekali seminggu.
“Setahun subsidi Rp 90 juta. Dibagi 140 anggota. Itu sangat kurang sekali. Kalau alokasi lebih besar kita bisa pentas dua sampai tiga kali seminggu,” ujar Yunus yang meneman Jokowi melihat gedung pentas Barata yang memuat 250 penonton.
Ia menambahkan, pentas wayang orang baru penuh di hari liburan. Sampai-sampai 250 tempat duduk tak muat. Sehingga pengurus harus menyetop penonton dari banyak lapisan masyarakat. Kalaupun mengandalkan uang loket tidak seberapa.
Gedung Barata, tempat pentas wayang orang, pertama kalai dipakaii grup Panca Murti dari 1962-1971. Tanggal 5 Juli adalah hari ulang tahun ke-40 Barata. Saat itu, Panca Murti dipimpin seorang perwira militer Pak Yono. Karena bertugas ke mana-mana, personil ikut dan mulai tersebar.
“Lalu Panca Murti vakum dan kumpul kembali 5 Juli 1972. Kemudian didirikan lah nama wayang orang Barata. Pendirinya Almarhum Pak Jaduk Jayakusuma. Pada 1977 didirikan yayasan, diprakarsai oleh Mayjen Sudarmo, wakilnya Laksamana Madya Yatijan,” cerita Yunus.
Sejak saat itu, Gedung Barata mendapat subsidi pemerntah. Tahun 1980 dibangun lah perumahan untuk para personil Barata. Mereka mulai tinggal di 68 unit rumah baru pada 1982. Saat ini, mereka yang mentas di Barata adalah generasi kelima dari Panca Murti.[Tribunnews]
