Basuki Imbau Pegawai Pajak Transparan agar Tak Difitnah

5
102

Ahok.Org – Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta pegawai pajak untuk berlaku profesional dan bersikap transparan agar tidak difitnah masyarakat. Pegawai pajak kerap dipandang sebelah mata oleh masyarakat akibat banyaknya kasus penggelapan pajak yang dilakukan sejumlah pegawai pajak.

“Fitnah yang datang untuk pegawai pajak cukup lumayan banyak. Ini sudah menjadi risiko orang pajak. Oleh karena itu, dengan jaminan teknologi dan transparansi, kita sangat percaya fitnah dan suudzon akan berkurang,” kata Basuki di Kantor Dinas Pelayanan Pajak Jakarta, Kamis (28/3/2013).

Dalam kesempatan itu, Basuki juga meminta para petinggi negara ini untuk tidak malas membayar pajak karena mereka menjadi contoh bagi masyarakat. Menurut dia, pajak sangat berguna untuk membangun negeri ini menjadi lebih baik.

“Pejabat tidak perlu takut kaya asal kita buktikan melalui pembuktian terbalik sehingga masyarakat tetap percaya dan semua ikhlas membayarkan pajaknya. Dengan seperti ini, Jakarta baru akan cepat terwujud,” katanya.

PBB

Pada bagian lain, ia menyinggung soal penerimaan pajak dari nilai jual objek pajak (NJOP) tahun lalu yang dinilainya sangat rendah. Basuki berharap, penerapan nilai NJOP tidak terlalu tinggi sehingga warga tak mangkir pembayar Pajak Bumi Bangunan (PBB).

“Karena dengan meningkatnya NJOP, imbasnya PBB naik. Makanya, tidak punya uang ya jangan belagu (beli tanah mahal). Tidak sanggup bayar PBB, kok malah ngotot mau tinggal di rumah mahal,” kata Basuki.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Iwan Setiawandi menyampaikan, pungutan PBB yang dilakukan Pemprov DKI merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah. Sebab, sejak tahun 1985, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pakak Bumi dan Bangunan, PBB dipungut oleh pemerintah pusat melalui Ditjen Pajak.

Dengan aturan tersebut, Pemprov DKI hanya mendapatkan dana bagi hasil dari Ditjen Pajak. Sebelum dijadikan pajak daerah, dana bagi hasil yang diterima Pemprov DKI setiap tahunnya berjumlah Rp 2,8 triliun.[Kompas]

5 COMMENTS

  1. setuju sekali pak ahok… untuk mereka yg kaya banyak yg mangkir bayar pajak… giliran kita rakyat miskin, untuk kendaraan aja motor btut saia mati pajak di denda di jalanan oleh pak pol cuma puluhan ribu… hmmmm… padahl banyakorang kaya dan perusahaan perusahaan yg mangkir pajak, juga main belakang dengan pegawai pajak. seperti kasus gayus tambunan… transparansi pajak untuk jakrta yg lebih sejahtera untuk semua lapisan masyarakat.

  2. Bukan hanya petinggi masyarakat saja yang harus diawasi, akan tetapi awasi juga yang memiliki perusahaan yang ada di jakarta ini. banyak pemilik perusahaan yang menyuruh karyawannya untuk buat dua pembukuan, agar kecil dalam pembayaran pajak.
    Tuhan melihat akan apa yang kita perbuat di dunia.

  3. Copas :
    ——
    “Karena dengan meningkatnya NJOP, imbasnya PBB naik. Makanya, tidak punya uang ya jangan belagu (beli tanah mahal). Tidak sanggup bayar PBB, kok malah ngotot mau tinggal di rumah mahal,” kata Basuki.

    Pak Wagub, beli tanah itu kan salah satu bentuk investasi yang harusnya pemerintah WAJIB dukung supaya rakyat tidak konsumtif tapi menabung. apabila kita beli tanah dan tahu berapa PBB yang musti dibayar stiap tahunnya, itu adil. tapi bila kenaikan PBB naik berlipat kali ganda mengikuti nilai ekonomi harga pasar tanah, itu namanya pemerintah cekik leher warga sendiri dan buat mereka jadi sapi perah semakin miskin. Tugas pemerintah adalah untuk mensejahterahkan rakyat bukan menggilas yang susah dan merayu orang berduit untuk ambil alih tanah2 warga yang kejepit ekonominya. benar ?

    Kenaikan jumlah PBB seharusnya dan idealnya tidak boleh mengikuti kenaikan harga nilai ekonomi tanah tsb (NJOP) tapi NJOP ini hanya menjadi dasar harga acuan saat terjadi transaksi pembelian untuk menentukan nilai pajak final yang harus ditanggung dalam transaksi tsb pak. Hal ini sama PRINSIP DASARNYA saat pemerintah menentukan kebijakan kenaikan UMR (Upah Minimu Regional)yang besarnya kenaikan tidak sama dan sebanding dengan tingkat inflasi pada harga2 bahan pokok & kebutuhan utama rumah tangga. Bila benar pak Wagub BERANI JAMIN bahwa kenaikan UMR Jakarta sebanding dg kenaikan inflasi yg terjadi di Jakarta, berarti dari waktu ke waktu (tiap bulan) bapak harus menyesuaikan UMR Jakarta untuk tidak ketinggalan dengan laju inflasi yang sudah mencekik leher warga itu.

    karenanya pak, tolong kenaikan PBB sebaiknya dirombak kebijakannya. bila harga tanah disatu tempat sudah tembus level sekian, maka prosentase PBB yang harus dibayarkan dari harga NJOP baru wajib dibikin semakin rendah. seperti perhitungan pada pajak penghasilan pak Wagub. Ada warga sebagai karyawan, ada warga dengan pekerjaan bebas, ada warga sebagai pengusaha. tipe & besaran pajaknya berbeda2. Begitu juga dengan PBB tanah pak Wagub. Wajib dibedakan apakah itu rumah tinggal, fasilitas umum, tempat usaha, panti jompo / rumah singgah. biarpun harga tanah di tempat itu mahal, tetap saja warga tidak boleh digusur hanya karna soal PBB. bapak sebagai orang pemerintah menggunakan mesin PBB untuk menggusur warga yang baik padahal tanggung jawab bapak untuk mensejahterakan warga2 tsb. Di pihak lain, bapak beri rumah susun bersubsidi yang begitu besar kepada orang2 yang jelas2 melanggar hukum dengan menyerobot tanah negara, memberi sewa gratis dan tempat fasilitas usaha kepada orang2 marjinal yang sebenarnya tidak layak untuk ditolong. Sepatutnya, tidak boleh ada perlakuan diskriminasi / pilih kasih antar warga pak. Sbab sila ke-5 Pancasila mewajibkan keadilan sosial bagi SELURUH RAKYAT INDONESIA.

    tolong dipertimbangkan hal ini pak. Saya sudah bosan melihat mafia tanah dan masalah pertanahan yang tumpang tindih di jakarta. Tidak tahu kapan bapak2 terhormat punya waktu untuk memperhatikan warga kelas sosial yang setingkat diatas orang2 kelas sosial yang termarjinalkan itu yang bapak2 telah tolong padahal tidak layak untuk ditolong seharusnya. Terima kasih pak Wagub atas perhatiannya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here