Soal Ide Pemindahan Ibu Kota, Ini Tanggapan Jokowi

9
109

Ahok.Org – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mewacanakan pemindahan ibu kota dari Jakarta di masa kepresidenan mendatang. Bagaimana tanggapan Gubernur DKI Joko Widodo?

“Ya, itu kan keputusan nasional. Kalau memang diputuskan kita yang di sini tentu saja berhitung kembali mengenai perencanaan. Tapi ya kalau segera diputuskan, jangan… He he he,” kata Jokowi di Balai Kota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (9/9/2013).

Jokowi belum mau banyak berkomentar soal ide ini, sebelum ada keputusan resmi. Secara historis, Jakarta memang tak bisa dilepaskan dari status ibu kota. Namun melihat kepadatannya, ide itu memang masuk akal.

“Saya belum ngerti, mau dipindah ke mana. Seperti apa, apakah hanya kantornya presiden saja atau semua kementerian. Saya belum tahu,” paparnya.

Ide soal pemindahan ibu kota dari Jakarta memang sudah kerap diwacanakan. Terakhir, Presiden SBY melontarkannya saat mengunjungi Kazakhstan pekan lalu. SBY melihat pemindahan itu sebuah opsi yang baik, terutama setelah melihat kota Astana.

“Empat atau lima tahun lalu, diam- diam sudah saya pikirkan, apakah saatnya Indonesia membangun kota pemerintahan Indonesia yang baru di luar Jakarta. Saya sudah membentuk tim kecil untuk memikirkan pemindahan ini,” ucap SBY.

Dari kajian tim kecil itu, ada beberapa usulan beberapa alternatif kota yang bisa dijadikan kota pusat pemerintahan yang baru. Namun, SBY masih menutup rapat-rapat kota apa saja yang jadi alternatif itu.

Dengan memindah kota pusat pemerintahan ke tempat lain, Jakarta akan tetap menjadi kota bisnis yang tetap menarik. Hal ini sama dengan negara-negara lain yang sudah memindahkan kota pusat pemerintahan ke tempat yang baru.

Kota Almaty, misalnya. Pada saat Kazakhstan memindahkan kota pusat pemerintahan dan ibu kotanya ke Astana pada tahun 2006, kota Almaty tetap berkembang pesat hingga sekarang sebagai kota budaya dan bisnis. Sementara Kota Astana yang dibangun oleh arsitektur berkebangsaan Inggris Norman Foster menjadi kota baru yang memesona.[Detik.com]

9 COMMENTS

  1. JKT seharusnya dari awal sudah harus menentukan pilihannya, tetap menjadi Ibukota Negara ato fokus berbenah menjadi Kota Financial dan Bisnis yang dinamis, tetapi sayangnya karena benturan kepentingan dari segelintir Kaum Elit, dari Zaman Presiden Soekarno hingga Om Beye wacana pemindahan Ibukota terus menerus hanya berupa wacana n tetap wacana, tidak ada realisasi yang nyata.

  2. Ya sama spt Malaysia yg juga udah mindahin pusat pemerintahannya ke kota baru (nama persisnya ape ane lupa), KL tetap dikenal dan masih suka dianggap sbg ‘ibukota’ meski sudah bukan yg resmi lagi (as a ‘shadow/backup capital’ now) – tetap rame, ekonomi/bisnis tetap jalan dan terus dibicarakan spt biasa, cuma mungkin lebih sepi dari demo2 ajah.
    Ga ada yg perlu ditakutkan.. tanya aja sama orang2 KL disonoh klo masih pesimis..

    Ya pindahnya satu paket donk, pak Wi… kepresidenan dan kementriannya barengan (termasuk setoran2 masuk dan tagihan2 utangnya ikut pindah).. masa’ gak bareng2…
    kalo cuman presidennya (+ staf2nya) doank yg nonstop mudik sonoh-sinih, di Amrik sonoh nama ‘kota’-nya dikenal sbg “AirForce-1” klo di udara… Klo di tanah namanya “Ground/LandForce-1”

    Kalo satu-dua kementrian dapet tugas khusus di propinsi tertentu, ya bisa disuruh kesonoh sekalian ajah, misal Kementrian Pertanian (yg terus2an mangkir dari pertanyaan mass media: “Kenapa produksi pertanian/peternakan lokal kita nyaris tak ada/tak mampu mencukupi kebutuhan nasional?” shg yg disalahkan lagi2 KeMenDag spt biasa – emang klo harga pasaran meroket gara2 stok kosong, ntar yg bakal nyolot siape? loe2 juga alias konsumen pasar) mo bangun proyek Holtikultura dan Peternakan massal di NTT, ya pindahin aja ke NTT sonoh, biar lebih deket dgn area proyeknya, jadi bisa kontrol progress tiap hari kalo perlu. Klo ga bisa gituh (kudu ikut kepresidenan), bikin aja semacam detasemen khusus spt “DenZuz TANI” (perTANIan) dan “DenZuz NAKA” (peterNAKAn) yg bikin Mobile HQ di NTT situ khusus utk jalanin dan ngawasin proyek2 pertanian dan peternakan yg dijalankan disana (mis: irigasi intensif dibuat dulu sbg infrastruktur dasar yg penting bagi pertanian/peternakan).

    Klo impoten teyus kek gituh, apa kudu ane juga yg turun tangan buwat ngurusin pertanian binti peternakan lokal neh? 🙂
    Sayang otak2 bagus dari IPB gak dimanfaatin maksimal, lah istilah ‘biotek’ dan ‘mikrobio/biomolekular’ atawa ‘selective nuclear transgenetics’ aja masih mikir serius banget ngkali MenTan yg lelet banget kerjanya skrg ini…
    “Apaan tuhhh?”

    Gak adil klo cuma KeMenDag terus yg disalahkan atas karut marutnya harga pasar sembako vs produksi lokal pertanian/ternak kita, sedang KeMenTan bisa santai2 saja dibantuin ‘ngomong’ sama orang2 politik tertentu.
    Klo mo swasembada pangan dgn serius, geber terus itu KeMenTan, porsir abis klo perlu.
    KeMenDag cuman instrumen utk jaga2 kalo emang masih butuh impor utk stabilisasi harga sembako di pasaran.
    Mekanisme ini harus ada yg ngatur diatas mereka (KeMenDag dan KeMenTan), ga bisa saling lempar tanggung jawab kek sekarang.
    Apa MenKoPereko yg kudu ngatur (yg jelas gak jalan! kacau semua itu harga pasar!) atau perlu bikin MenKo baru khusus utk ngatur KeMenDag/KeMenTan/KeMenDus di bawah satu atap agar bisa koheren dan saling menunjang kerjanya?
    BuLog memang diperlukan kalau serius mau maintain harga pasar sembako agar stabil dan produksi sembako lokal mau digenjot habis2an, dan BuLog ini harus ditaruh dibawah KeMenTan – krn nanti urusannya lebih banyak sbg gudang logistik produk lokal daripada impor. Kalau diperlukan, MenKo-nya stlh menganalisa produksi lokal vs kebutuhan konsumen bisa minta KeMenDag langsung utk impor demi kestabilan harga pasar, barang impor langsung masuk BuLog utk distribusi lokal nanti. Semua yg ngatur musti MenKo-nya, krn dia yg paling bertanggung jawab atas kestabilan harga pasar (sembako, non-sembako, dst).
    Begitu juga antara KeMenDus vs KeMenDag, sama spt solusi problematika KeMenTan tadi. Jika produksi non-sembako lokal kurang sementara demand tinggi, ya MenKo-nya harus minta KeMenDag impor utk stabilisasi harga.
    Data2 demand pasar (sembako dan non-sembako) bisa diminta dari sisfo KeMenDag utk analisa KeMenKo utk decision-making.

    Aneh jika saat ini spt tak ada yg mengurus perekonomian kita, shg cuma mereka berdua (MenDag dan MenTan) seolah2 yg musti tanggungjawab atas harga pasar sembako yg meroket. Memangnya itu harus maunya MenDag ya kalau misalnya bosnya sendiri (presiden) yg minta impor [migas] gak usah pake LC segala macem shg USD mengalir keluar dgn bebas – emangnya dia bisa nolak permintaan bosnya yg mungkin dianggap sebagian kalangan ‘aneh’ itu? Jabatan dia kan cuma “Pembantu Tugas” presiden, benar gak?
    Kalau itu semua maunya dia tanpa minta ijin dulu sama bosnya shg menyimpang dari keinginan GBHN bosnya, apa gak kena damprat dia sama bosnya? Lha ini koq cuma ‘dimutasi halus’ ke kementrian lain agar tak diserang terus2an? Aneh… DAn MenDag yg baru pun juga tak merubah kebijakan lama yg dipersoalkan terus itu oleh orang2 politik tertentu.. Yg anehnya… Berani menyebut/menyalahkan nama MenDag yg lama tapi emoh menyebut nama MenDag yg baru meski kebijakan impor (migas)-nya gak beda jauh… Aneh… Mereka ini punya persoalan apa sih sebenarnya dgn MenDag yg lama? Sampai2 Anton Supit harus angkat bicara utk ‘menerangkan ke publik’ apa yg terjadi sebenarnya dgn ‘gerutuan’ mereka2 ini, apa ini masalah impor migas (tanpa LC) atau non-migas (dgn LC) yg dipermasalahkan, lalu apa hubungannya dgn produksi lokal non-migas kalau impornya pun harus pakai LC sampai saat ini. Bukannya yg harus diserang Pertamina (dgn SKK Migas-nya yg super heboh dan rentan korupsi dolar itu) sbg satu2nya produsen sekaligus importir migas lokal milik negara (shg USDnya mengalir bebas keluar dgn transaksi2 tanpa LC)?
    Kecuali kalau saya salah paham/mendengar keterangan si Anton: “Serangan politik (bisnis) sinting macam apa ini yg sedang dilancarkan?”
    Tidak berani menyerang presidennya langsung ya pak? 🙂 (salah satu pelakunya krn gak enak dah pernah bersanding bareng dulu, yg belakangan jadi lebih ‘ramah’ stlh salah ekspos) jadi bawahannya yg diserang terus2an.. termasuk yg sudah ‘ex-‘ masih dibawa2 terus… yg ngendon ‘dimutasi halus’ ke Amrik itu ga disebut2 juga ya sekalian? kan ikut serta bikin problem ekonomi nasional berdampak sistemik juga katanya…
    Yg saya tahu mereka berdua cuma ikut/nurut perintah atasan dan sbg bawahan yg bekerja dgn baik nurut maunya atasan (meski ada yg kurang setuju tapi tetap dilaksanakan perintahnya bos), maka ketika diserang oleh ‘musuh’, mereka berdua cepat ‘diselamatkan’ atasan mereka agar aman dari serangan2 politikus2 musuh yg ‘nakal’ – itu saja.
    .
    Analogi sintingnya: Kalau saya sbg Jendral di medan tempur minta tembakkan artileri Anti-Tank ke kerumunan infantri musuh, apa bawahannya yg cuma Sersan di sebuah unit artileri YonArMed bisa nolak meski dia merasa ‘aneh’ krn dia tahu AT shell/ammo gak kompatibel dgn designasi targetnya yg harusnya pakai AP shell/ammo? Bisa2 ditembak ditempat dia kalo berani nolak perintah…
    Mending tembak aja spt maunya pakumandan, kali2 aja emang ada tank/barang keras di tengah kerumunan infantri itu, yg klo ampe mledux lumayan bikin semaput lupa ingatan semua disekitarnya kena efek ledakan HE ato mampus beneran kena pecahan2 metal…
    Gak akan salah ngikutin maunya komandan, kan dia yg akan tanggung jawab semuanya..

    Kalau memang MenTan posisinya dibawah MenDag, ya harus nurut sama maunya MenDag (dan bisa dihukum MenDag jika gak nurut), jangan maunya jalan sendiri aja – jadi kalo mau disalahin MenDagnya baru bisa sah scr hukum. Ada indikasi kartel vendor, ya KeMenDag yg harus tanggung jawab juga, soalnya ini domain trading/dagang.
    Kalo produksi lokal gak cukup shg bikin supply lokal ke pasar mandeg, ya KeMenTan yg harus tanggung jawab.
    Kalo harga sembako/non-sembako naik meroket gila2an, ya KeMenKo mereka bertiga (Dagang/Tani/Industri) yg harus tanggung jawab.
    Kecuali kita mau nganut pasar bebas gak perlu ngatur/stabilisasi harga pasar dan gak perlu genjot produksi lokal gila2an, ya gak perlu spt ini hirarkinya. Perindustrian dan Perdagangan bisa jadi satu (gak ngaruh mo disupply pasar lokal dgn produksi lokal ato impor, itu Perdagangan yg ngatur semua), Pertanian dan BuLog bisa jalan sendiri (mo nyante2 aja ato mo genjot produksi lokal juga gak ngaruh2 banget, krn harga sembako dijamin pempu lewat subsidi pangan) – persis spt dulu lagi.
    .
    Tapi yg jadi pertanyaan saat ini: “MENKO PEREK-nya itu (atau apapun nama MENKO diatas mereka bertiga itu: MenDag/MenTan/MenDus) siapa sih???” (yg harusnya paling bertanggungjawab atas karut marut meroketnya harga sembako di pasaran).
    Atau jika sulit ketemu MENKO-nya, maka cari bosnya yg teratas yg paling3 bertanggungjawab atas ini semua: “Siapa sih presidennya negri autopilot ini?” :).

  3. orang pinter banyak, tapi pemerintah tidak mau memberdayakan, kalau nya orang jujur, memang sedikit….

    biar orang jujur jadi pemimpin, orang pinter banyak direkrut, buat cari terobosan, cari celah untuk mensejahterakan rakyat, bukan malah dilepas, saling patok dah menterinya…..saling menyalahkan lebih gampang daripada saling mencari solusi….

  4. pindah aja,cuma tempat baru mesti yg gampang diakses semua pulau di indo.dan harus dipersiapkan lahannya dan infrastrukturknya.skalian pertahanan juga.dulu kan yg paling sentral palangkaraya.jadi mo kemanapun di indo gampang.dan mengambil keputusan ga terhalang waktu.dan area yg jarang gempa.jgn di jawa/sumatra lagi.area rawan.

  5. Pak SBY sudah tidak pantas untuk bicara lagi soal pemindahan ibukota negara saat ini, sbab ia segera akan menutup masa jabatannya dan tidak akan bisa dipilih kembali. biar saja nanti presiden yang baru terpilih untuk memikirkan wacana ini.

    Harusnya, ia bicarakan hal ini saat kedua kalinya ia terpilih jadi presiden. tapi lagi2, kepentingan pribadinya dikedepankan. trlalu banyak PR yang malas untuk dikerjakan. Wapres sama sekali tidak kedengaran kerjanya. Presiden jadi one man show tok.

    Kalau ibukota negara benar pindah misal ke papua, bisa sangat mungkin kota jakarta menjadi bagian dari propinsi Jabar. yang ada DKI Papua. Entah Gubernur & Wagub DKI Jakarta kemudian ditarik jadi menteri Presiden atau dikasih Pensiun Dini. Pastilah hal ini yang sekarang ditakutkan terjadi oleh Gubernur & Wagub sehingga wajar bila mereka jadi minat ikut pilpres 2014 nanti ini.

    • Misalkan Ibukota bnr2 dpindah, tidak akan mungkin Kota JKT dleburkan menjadi bagian dari provinsi Jabar, karena pasti terjadi penolakan dari pihak Pemprov DKI (Masa APBD JKT yg segitu besar mao dbagi dgn Pemprov Jabar.

      Klo saya secara pribadi penginnya Ibukota RI pindah ke Kalimantan, selain letaknya terletak dtengah2 NKRI, juga terdapat SDA yang sngt besar, n aman dari deretan bencana2 alam seperti gempa, tsunami dll

      • Soal APBD Jakarta, pasti akan dilakukan revisi, mengingat perubahan status yang terjadi. misal pindah ke kalimantan pun kota balikpapan misalnya, maka khusus kota itu menjadi DKI Balikpapan. dan APBD khusus untuk kota Balikpapan pun akan ikut direvisi karna akan berdiri sendiri. apa boleh buat, Jakarta harus dilebur dengan propinsi Jabar.

        Saya lebih stuju ke Indonesia Timur, karna pembangunan di wilayah tsb, masih jauh ketinggalan dari wilayah barat Indonesia. selain harga tanah murah, daerahnya juga masih bebas dari pengeboran minyak. berarti airnya disana masih bagus.

        • Y mskipun kdepan JKT tdk lagi menyandang DKI, tetap aja tidak akan dleburkan ke Pemprov Jabar, pasti akan berdiri sendiri APBD nya (APBD Kota Jakarta)karena status Kota Jakarta tetaplah Provinsi.

          klo A to A kita bandingkan antara Kalimantan dgn Papua, lebih cocok Ibukota pindah ke Kalimatan, karena ada bbrp faktor yg sngt mndasar:
          1. Jarak Pulau Kalimantan lbh dkt dgn Pulau Jawa dan Sumatra yg mrupakan Sentral Industri dan Manufaktur Indonesia (Distribusi Logistik, material dan lalulintas penumpang akan sngt sulit n mahal apabila dipindahkan ke Papua yg jauh)
          2. Kalimantan yg kaya dgn SDA Energi (Minyak, Gas, Batubara)juga telah ddukung dgn infrastruktur n fasilitas pengelolaan , otomatis memberikan kelebihan yg tidak bisa dtawarkan oleh Papua (kcuali pemerintah bersedia alokasikan dana sngt besar tuk mmbangun infrastruktur n fasilitas yg dpt mdukung pasokan energi Ibukota Baru)
          3. mengenai kultur sosial, gerakan kelompok separatis mrupakan isu ancaman kselamatan bagi para pimpinan RI (Presiden, Menteri, DPR, Dll) yg pindah kerja d Papua sehingga kkuatan militer Indonesia akan berpindah ke Papua, ini jelas bukan pekerjaan yg mudah (Mobilitasi, Distribusi barang dll)

          (hehehe tu cmn pendapat pribadi sy aja)

          • Ya udah gini ajah…
            .
            Pindah ke Kalimantan utk 10 tahun/lebih (aman dari gempa kan katanya), trus pindah ke Papua utk 20 tahun/lebih krn lebih tertinggal drpd wilayah Barat Indonesia (Sulawesi masih wilayah rawan aktivitas vulkanik dan rawan aktivitas democrazy di bag. Selatan :D),
            dan Jakarta tetap tumbuh dan mandiri/berdiri sendiri spt layaknya Ankara di Turki sonoh (yg pindah ibukotanya ke Istanbul yg lebih prosperous/rich/megah/hedon/dst, maklum eks ibukota megapolis Romawi Timur dgn benteng besar tebal berlapis2 yg terlalu sulit ditembus musuh bebuyutannya berkali2 sampai akhirnya berhasil dgn cara dikatepel terus2an dan dikepung berbulan2 oleh: The Ottomans of Turks)…
            Kalau kota2 di daerah ada yg tertarik utk menjadi calon ibukota dan membangun prasarana2 dasarnya dulu sblm bisa ditempati pempu sbg ibukota spt usulan sistem ‘kontrak’ ane, sudah tidak sulit utk memindahkan/memobilisasi ibukota lagi utk kepentingan apapun dgn relatif lebih cepat dan mudah – tanpa perlu berdebat lagi harus pindah kemana sebaiknya spt seolah2 bakal sulit utk pindah lagi ke tempat laen.
            Kalau Olympiade (atau event2 besar olahraga periodik lainnya) yg sering pindah2 lokasi/tempat aja bisa bikin sebuah kota berbenah agar bisa disinggahi sbg tuan rumah, lalu kenapa ibukota (yg bisa mobil/berpindah2 juga dgn sistem ‘kontrak’) tidak bisa?
            Setidaknya stlh ditinggalkan, prasarana2 tsb masih bisa digunakan semaksimal mungkin utk kebaikan kota serta warganya dan akan terus tumbuh spt kota2 besar lainnya, tak spt gedung/arena olahraga yg lebih terbatas.
            .
            OK, sudah bisa setujuh/sepakatz sekarang nih berdua…? 🙂

            Oh ya, terakhir ibukotanya bakal settle permanen di Bali, krn nanti selain wilayah yg relatif aman dari serangan ideologi2 yg aneh2 ala Timur Tengah (see below for more) dan dikenal dunia, juga harus jadi Pusat dari wilayah Indonesia, krn Australia nanti ingin gabung juga dgn Indonesia agar bisa masuk Zona Ekonomi Austronesia (ZEA) dgn mata uang “(A)ustro”-nya dan bisa saingan dgn Zona Ekonomi Eropa (ZEE) dgn mata uang “(E)uro”-nya, nun jauh disonoh…. 😀

            Soal “Timur Tengah”:
            Mereka2 ini (yg terkooptasi budaya TimTeng baik sadar maupun tanpa sadar) sering lupa nambahin kata “Tengah” stlh kata “Timur” ketika bicara soal pelanggaran etika/norma ke-Timur-an: Eh, Timur yg sebelah mana, agan sahid?
            Apa bedanya dgn norma ketelanjangan afrika vs barat? dimana afrika (minus area utara yg sudah ter-Islam-isasi) scr keseluruhan ternyata lebih telanjang scr fisik drpd barat – apa mereka (yg merasa bagian dari orang TimTeng meski ngakunya ‘pribumi’) yakin ketika migrasi kemari dgn budaya longdress + turban/kerudung impor mereka sudah bertemu dgn semua penduduk2 lokal di Indonesia dan melihat baik2 ketelanjangan suku2 asli lokal dari Barat s/d Timur? Norma ke-Timur-an yg mana, agan sahid? Timur Tengah? Grow up, man!
            Ente pun melihat justru dari pandangan egosentrik orang2 Barat (yg ente benci) dimana negri/area ente semua berasal dianggap sbg Timur Tengah. Klo dari pandangan sisi Asia atau orang2 Timur, ente tuh dari Barat Asia, jadi gak perlu sok tahu soal adat keTimuran di sisi Timur Asia! Ngerti? SUdah baca Serat Centhini blom?
            Gara2 kalian tipi2 kita jadi sering buram2 semua skrg, bikin sakit mata dan jiwa! Emang ada masalah besar apa sih dgn belahan payudara yg terlihat cuma seemprit, kek anak kecil aja piktornya! Dari dulu semua mbok2 jamu taruh barang apa aja disitu (duit kertas/koin, kertas, pena, cemilan ringan, dst – ponsel juga bisa muat klo mo maksa dikit) kita semua juga dah pada tau sedari esdeh, emang ente mo plester rapat2 juga belahannya biar simbok gak bisa taroh apa2 lagi disitu? ato ente tinggal ‘ancem2’ simbok dgn ancaman hukuman neraka biar dia langsung ganti busana ala TimTeng sekalian spt yg terjadi scr masif akhir2 ini?
            Ente berteriak2 dgn lantangnya dijalan2 menolak semua paham/ideologi barat, apa agar paham/ideologi TimTeng anda lebih mudah masuk dan merajai dgn bebasnya di semua lini kehidupan disini?
            Eksklusifisme ideologi dan budaya asing terang2an yg dibiarkan terburai tanpa batas oleh bangsa kita yg terbuai dan terlena tanpa sadarkan diri oleh nina-bobok mereka…
            Ane aja baru mendusin stlh kaget liat tipi ane koq jadi sering burem2 kena edit ancur2an akhir2 ini, ada apa sih? Oh, ternyata… itu toh biang keladinya…
            Tetangga ane tau2 bicara sok menggurui menilai cara hidup ane yg dianggap kapitalis ala kafir barat (eh ane mah cuman komunis-terkapitalisasi, sahid! makanya ane cinta budaya asli lokal dan nasionalis murni – gak kayak ente, kemana2 saban ari pake longdress mayat padahal ngakunya pejantan tangguh tukang nampol bini! yg ngontrak bulanan blom bisa bayar dulu sebulan krn kena musibah tetep aja ente tendang keluar saat itu juga, apa bedanya ente dgn kapitalis barat yg ente benci itu, sahid? Ente ngumpulin duit banyak2 lagi buat pamer bisa naek haji lagi kelima kalinya (kek kapitalis kan?), padahal ada tetangga ente blom pernah naek haji sekalipun – koq gak dibantu sahid? bukan katanya ente sendiri bilang amal-isme itu lebih baik drpd kapital-isme? apa karna dia terlalu miskin gak bisa pamer harta berlimpah kek ente, sahid? ato malah karna bukan satu suku, sahid? klo gitu masih mendingan komunis dong sahid (yg ente benci juga spt arogansi kebencian kaum kapitalis kpd mereka, entah kenapa ente bisa mendua kebenciannya spt itu – ato emang cuma gak ngerti bedanya dng diri ente sendiri ya?), masih bisa bagi2 berkah ke semua orang tanpa diskriminasi) dgn gaya pengkotbah seolah2 kita2 ini beragama sama dgn dia, nyerocos aja terus dgn bahasa asing yg bikin ane keder gak ngerti, krn emang gak pernah dikenal sbg bhs. internasional resmi…
            .
            Ane sih gak masalah klo mereka2 ini gak maksa mo ngatur2 cara hidup bangsa ini (apalagi coba2 mo ngatur2 cara hidup ane) seolah2 (sok) tau apa yg terbaik buat kita, kek kita ini masih anak kecil en terbelakang aja!
            Kenapa sih tiap kali ada urusan budaya, sosial, dan politik suatu bangsa, agama maunya ikut campur terus sok ngatur2 cara hidup kita?
            Coba2 mo ikut campur ngatur2 urusan sains dan teknologi dgn dogma2 agama ente? Ane pasti tendang bokong ente dgn keras balik lagi ke asal ente yg kafir aslinya dari Sang Pencipta (SPct)…
            Ane akan dgn senang hati bantu restart/reboot dari awal lagi otak ente dgn backup program logika asli dari “SPct Corporation” virtual-store… biar ente kembali jadi pengikut SPct yg ‘asli beneran’… bukan
            ‘asli bajakan’ dari salah satu makhluk ciptaanNya yg katanya termulia.
            .
            Ada apa dgn negri ini yg diam saja dgn serangan2 laten (budaya/paham) asing scr masif di segala sendi kehidupan spt ini yg tidak sesuai dgn nilai2 sosial asli lokal bangsa Indonesia?
            Pantas saja teroris nyaman2 saja ngendon disini, ga ada yg gantung mereka, ga ada yg usir mereka…
            Dan sekarang bahkan polisi pun bebas digorok dgn santainya spt menyembelih kambing saja layaknya, entah siapa yg berbuat…
            Ada apa dgn negri ini?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here