Mengapa PKL Sulit Ditertibkan ? …

8
103

Ahok.Org – Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui penertiban pedagang kaki lima (PKL) di sejumlah kawasan Jakarta tidak efektif. Menurutnya, hal tersebut disebabkan tidak adanya kewenangan satuan polisi pamong praja (satpol PP) untuk menentukan besaran denda.

Basuki mengatakan, sampai kapan pun, permasalahan PKL tidak akan tuntas jika satpol PP hanya diberi kewenangan melakukan penertiban.

“Makanya, harus ada penegakan hukum. Kalau tidak, ya susah. Mereka (PKL) akan main-main. Satpol PP-nya kasihan juga, mereka bergerak, tapi yang nentuin denda tipiring-nya (tindak pidana ringan) juga harus hakim,” kata Basuki di Balaikota Jakarta, Senin (24/2/2014).

Basuki berharap nantinya ada peraturan yang bisa memberikan kewenangan kepada satpol PP untuk menentukan besaran denda, langsung setelah dilakukannya penertiban. Dengan demikian, hakim tidak perlu lagi terlibat dalam proses peradilan tindak pidana ringan.

“Kalau di luar negeri kan, begitu ditangkap, langsung yang nangkap yang beri denda. Kalau dia (pelanggar peraturan) enggak setuju, baru ke hakim,” ujar Basuki.

“Kalau di sini kan, kita enggak bisa mutusin denda berapa, harus putusan hakim, sedangkan hakim kita pekerjaannya seabrek-abrek. Itu masalahnya,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah pedagang Blok G Pasar Tanah Abang kembali lagi ke jalan. Permasalahan serupa juga terjadi di beberapa kawasan, seperti di Pasar Palmerah, Pasar Gembrong, dan Pasar Jatinegara. Kawasan-kawasan tersebut merupakan tempat yang pada tahun lalu dilakukan penertiban PKL. [Kompas.com]

8 COMMENTS

  1. di Indonesia, pejabat2nya terlalu malas bicara ke warga. jadi, disuruhnya kelompok warga mengangkat wakilnya untuk bicara. tapi pejabat sendiri tidak tahu, itu wakil2 warga yang diajak bicara mewakili nama2 warga mana saja ? kalau nama warga yang tidak punya copy KTP DKI, ya suruh pergi ke laut saja. ngapain cari kerja jadi pkl perusuh di wilayah warga orang lain to ?!…

    Pemprov DKI juga gitu pejabatnya. terlalu pemalas. maunya instant saja. supaya diliput media dan jadi selebritis hehehee… tiap kali ada wakil warga dari kelompok tertentu, suruh dong warga2 itu bikin surat kuasa kasih copy KTP-nya. dijamin coy… kaga ada warga yang berani ngomong sembarangan dan bertindak anarkhis. karna identitasnya terkuak.

    Pak Ahok dan Pak Jokowi lebih suka buang2 energi dan waktu ke ” wakil2 warga ” yang tak kompeten hanya demi pencitraan diri. hasil kerja sangat mengecewakan.

  2. Berlakukan hukuman cambuk ala Singapore & Malaysia untuk Tipiring dibawah hukuman 6 bulan, jadi penjara pun tidak penuh, uang makan dan uang jagain narapida pun berkurang….soal HAM dan agama pun mengijinkan untuk memberi efek jera dan hapuskan remisi hukuman yg tdk ada gunanya…

    • Bung Hattori, pemprov DKI tidak punya kuasa untuk merubah hukuman penjara dibawah 6 bulan menjadi opsi hukuman cambuk ala spore/malaysia. menambahkan hukuman cambuk bersama hukuman penjara pun tidak bisa. Semua itu HARUS KEPUTUSAN DARI DPR RI untuk masuk dalam buku KUHP (Undang2 Hukum Pidana)negara kita. Tapi pemprov DKI kita tidak punya akses ke DPR RI. hanya ke DPRD. baru apabila DPRD bersedia membuat usulan tsb ke DPR RI, barulah hal itu dibahas untuk dibuat keputusan.

      Alternatif lain, pemprov DKI bawa masalah ini ke Presiden, dan Presiden lah yang mengusulkan hukum cambuk tsb untuk dibahas DPR RI. tapi pejabat pemprov DKI kita kan tidak pernah konsultasi dengan Presiden. 2 kapten dalam 1 perahu. ya kandas deh perahunya.

      yang salah kita sebagai warga karna tidak mampu memilih presiden yang baik pro rakyat. karna demi uang sedikit, kita warga menjual hak suara pilih kita kepada parpol yang mengusung capres/cawapres yang salah. Jadi, mari jangan buat kesalahan yang sama untuk pemilu 2014 ini. parpol yang usung capres/cawapres yang tak berbobot, blacklist saja. parpol seperti PDIP yang tidak berani calonkan capres/cawapresnya sebelum pemilu legislatif, blacklist juga. itu parpol banci. smua kandidat dan orang2nya pasti banci semua karna diatas sudah banci hehehe…. 🙂

  3. Semoga bisa mendapatkan solusi yang tepat ya Pak. Selama ini label “rakyat kecil” selalu digunakan untuk menekan pemerintah dan warga lainnya. Padahal demi kepentingan “rakyat kecil” ini mereka malah merampas hak orang lain. Relokasi ke pasar Tanah Abang blok G sebenarnya sudah merupakan jalan keluar terbaik. Cuma ya gitu, banyak orang maunya dapat hasil yang “instan” & besar tanpa pakai lama, tanpa pakai muter otak, tanpa pakai peras keringat. Oya, sama didata lagi, apakah yang berjualan kembali di tepi jalan tersebut benar-benar mereka yang dari blok G?

  4. Penindakan PKL jangan kasih satpol pp aja tp dr RT RW nya harus ditindak karena mereka ini ujung tombak yg tau yg makan duit / yg mengkutip uang dari PKL mereka ini yg kerja sama dengan satpol PP. makanya pengawasan kebawah yg penting banyak oknum pejabat kelurahan dan kecamatan dapat uang dari PKL . Lebih baik kasih intel2 dari kepolisian / dr pusat taro disana biar pada nyaho kalo tidak tidak akan beres

    • pemprov DKI tidak bisa menjalin kerjasama yang baik dengan kepolisian karna hubungan kerja yang tidak harmonis dengan pemerintah pusat. itulah kalau ada kepentingan pribadi untuk mencari pencitraan nama buat parpolnya masing2. Bila saja hubungan kerja pemprov dengan pemerintah pusat terjalin erat dan harmonis, pasti urusan stabilitas negara & pengaturannya akan mulus lancar. pemprov yang harus lobi pusat. jangan harapkan pusat yang lobi pemprov. kalau meminta, tangan kan harus dibawah lagi 🙂

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here