Penderita TB Harus Ditangani Intensif

1
56

Ahok – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menegaskan agar dalam penanganan pasien Tuberkulosis (TB) dilakukan secara persuasif dan memaksa. Persuasif agar mau dirawat dan diobati, memaksa bagi yang bandel tidak mau diobati dan dibawa ke pusat kesehatan terdekat.

“Kita sudah putuskan dalam rapat. Kita tim yang harus turun, persuasif sampai sedikit memaksa karena TBC itu dari satu orang bisa menularkan ke sepuluh orang, kalau tidak mau dikucilkan,” ujar Basuki, usai acara pencanangan gerakan Temukan TB Obati Sampai Sembuh (TOSS), di Rusun Marunda, Sabtu (2/4).

Basuki khawatir jika TB tidak ditangani dengan baik dapat menyebar ke seluruh Pulau Seribu. “Makanya lurah harusnya sedikit memaksa, warga yang ketahuan TB tapi tidak mau dirawat,” tegasnya.

Sebelumnya diketahui, Ahmad Reza Saputra (1), balita penderita gizi buruk beserta kedua orang tuannya warga RT 02/04, Kelurahan Pulau Tidung, Kepulauan Seribu Selatan diduga memiliki riwayat penyakit Tuberkulosis (TB). Pemkab melalui Puskesmas setempat menyarankan agar sekeluarga dirawat di RSUD Kepulauan Seribu, namun sering menolak, sehingga pihak puskesmas melakukan pemantauan secara intensif melalui rawat jalan.

Reza, kini hanya berbobot 4,6 kilogram, sehingga pihak puskesmas setempat terus berupaya menaikkan berat badan melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT-F 100). [Beritajakarta]

1 COMMENT

  1. Bravo Pak AHOK!
    Memang benar sekali bahwa TB harus ditangani intensif (dan benar). Kalau tak tepat dan benar, menjadi musibah dan mubazir.Semboyan kami untuk pasien yang akan mulai berobat:: “SEKALI BEROBAT, TETAP BEROBAT, PASTI SEMBUH!” Perlu ada motivasi yang tepat dan menyeluruh dari fihak medis. Pasien harus setuju dan yakin bahwa dengan pengobatan tepat dan teratur, iapasti ia akan sembuh.. Di samping motivasi pasien, keluarga terdekat juga perlu dimotivasi. Keluarga terdekat suami/isteri/anak pasien atau orang yang terdekat dengan pasien. Cukupkah itu? Belum tentu, kadang-kadang pasien tetap tak kembali berobat teratur. Kalau kejadian serius ini terjadi, pasien jangan diomeli, jangan dicemooh, dibentak-bentak. Sebab menurut hemat kami, pasien lalai berobat akibat motivasi fihak kesehatan (dokter) yang belum sempurna. Dari pada menyalahkan pasien lalai, lebih baik introspeksi kita dahulu. Pasien yang tidak datang berobat pada waktunya, dikunjung rumahnya dalam waktu 24 jam. Pasien selalu harus bisa diketemukan sekalipun ‘salah alamat’ atau KTP sudah berubah atau pasien sudah pindah rumah!
    Ada ungkapan di bidang pemberantasan TB, berbunyi “IT’S ALL OR NOTHING, ANYTHING IN-BETWEEN IS WORSE THAN NOTHING!” maksudnya, kalau akan melakukan pemberantasan TB, harus intensif dan sempurna. Jika tidak sempurna, akibatnya buruk, Lebih buruk daripada keadaan sebelum pemberantasan.
    Dengan lain perkataan, sebelum dimulai program pemberantasan TB harus ada strategi yang komprehensif terdiri dari 5 komponen:
    1. Komitmen sepenuhnya pimpinan daerah serta pengambil keputusan untuk melakukan pemberantasan TB.
    2. Penetapan cara penemuan penderita TB melalui pemeriksaan dahak (dan/atau Rontgen paru)
    3. Penyediaan obat anti-TB setiap saat dan yang diberikan secara gratis.
    4. Pemberian obat dengan cara dan dosis yang selalu tepat (sesuai berat badan yang bertambah) dan yang diawasi Keluarga terdekat (namanya DOTS, Directly Observed Treatment, Short course).
    5. Pencatatan dan Pelaporan berkala untuk evaluasi Program TB. (DOTS Strategy WHO).
    Tetapi kunci keberhasilan Program TB terletak pada kepedulian pelaksana Program TB secara konsekuen dan konsisten dan keberfihakannya pada sesama yang paling menderita karena penyakit, kemiskinan dan ketidak-adilan sosial. Terimalah petunjuk ini dari spesialis pemberantasan TBC sejak tahun 1962 (sampai kini masih aktif).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here