Basuki Soal Cuti Kampanye

4
70

Ahok – Kandidat calon gubernur petahana Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merasa perlu untuk tak mengambil cuti kampanye Pilgub DKI 2017 nanti. Namun penafsiran Undang-ungang Pilkada harus diubah terlebih dahulu. Bila tidak, maka risikonya besar, Ahok bisa didiskualifikasi dari kepesertaan di Pilgub.

“Kalau saya enggak mau cuti, (kemudian) ada orang yang enggak suka sama saya maka saya bisa didiskualifikasi,” kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (4/8/2016).

Bila ada pihak yang berseberangan dengan Ahok, maka pihak tersebut bisa saja memperkarakan Ahok yang tidak cuti.

Selama ini, cuti kampanye tersebut bersifat wajib untuk kandidat petahana seperti Ahok. Kini, agar bisa bebas dari kewajiban cuti, Ahok mengajukan uji materi (judicial review) UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Saya harap MK segera memanggil untuk proses ini, karena 19 September sudah pendaftaran,” kata Ahok.

Soal netralitas dirinya sebagai petahana di Pilgub DKI, Ahok menyatakan tak akan memberi bantuan ke masyarakat bila itu memang bukan peruntukannya. Bisa-bisa nanti Ahok dicap kampanye.

“Kalau saya nggak netral saya kasih kasih,” kata Ahok.

Ahok menilai lebih baik dirinya bekerja saja daripada mengambil cuti tiga bulan untuk Pilgub DKI 2017. Dia merasa pembahasan Rancangan APBD DKI 2017 perlu dijaga tanpa ditinggal cuti. [Detik.com]

 Permohonan Basuki T. Purnama ke MK Soal Cuti Kampanye

Langkah Ahok Tolak ‘Wajib Cuti’ untuk Petahana Dinilai Sudah Tepat

Kandidat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengajukan judicial review atas ketentuan wajib cuti bagi calon gubernur petahana. Langkah Ahok dinilai sudah tepat.

Aturan wajib cuti bagi cagub petahana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Pasal 70 berbunyi: ‘Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a) menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b) dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya’.

“Aturan itu kan cuti selama masa kampanye. Bukan cuti ketika kampanye,” ungkap Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun saat berbincang dengan detikcom, Rabu (3/8/2016).

Menurut Refly, frasa pada ‘selama masa kampanye’ dapat memberatkan petahana sebab itu berarti petahana harus cuti cukup lama. Proses selama masa kampanye cukup lama, berbeda dengan saat melakukan kampanye atau kegiatan di lapangan.

“Kalau aturan dulu cuti hanya ketika kampanye saja, kalau ini kan selama masa kampanye. Padahal masa kampaye itu kan selama beberapa bulan. Dari pendaftaran sebagai calon sampai pencoblosan. Kalau itu yang terjadi memang lama,” ujarnya.

Padahal makna cuti itu sendiri menurut Refly dimaksudkan agar petahana tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya saat berkampanye. Saat tidak melakukan kampanye, petahana masih bisa bekerja memimpin daerahnya masing-masing karena secara resmi masih menjadi kepada daerah.

“Itu kan maksudnya agar petahana tidak menggunakan fasilitas, maka yang dilarang saat dia terjun kampanye. Kan tidak setiap saat dia berkampanye selama masa kampanye, dia kan masih bisa bekerja,” kata Refly.

Untuk itu aturan soal waktu cuti bagi petahana menurutnya memang perlu diuji ulang. Sebab aturan saat ini akan berdampak bagi pekerjaan petahana yang masih harus tetap menjaga amanah dan bertugas sampai sisa waktu jabatannya berakhir.

“Harusnya pasal itu dikembalikan cuti ketika melakukan kampanye saja. Apalagi kampanye di sini-sini aja, mungkin perlu waktu 2-3 hari,” sebut dia.

Judical review yang diajukan Ahok pun dinilai sudah tepat. Kepala daerah lain yang hendak kembali mengikuti pilkada juga bisa melakukan hal serupa jika ingin pekerjaannya tidak terbengkalai.

“(Langkah Ahok) sudah tepat, Ahok sendiri yang mengajukan karena dia merasa dirugikan. Kepala daerah lain juga bisa seperti itu,” tutur Refly.

Ahok sendiri mengajukan uji materi UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi karena tidak ingin cuti untuk kampanye karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Yakni menyelesaikan penganggaran yang perlu dikelola dan dikawal secara serius.

“Kalau kepala daerah lebih mementingkan susun anggaran daripada kampanye seharusnya jangan dipaksakan cuti dong. Jabatan saya kan belum berakhir,” terang Ahok, Selasa (2/8).

“Saya bukan minta hapus (aturan) itu. Saya cuma minta seandainya saya ingin menjaga APBD, saya rela tidak kampanye deh, asal saya tidak cuti. Harusnya kan boleh kan,” imbuhnya.

Upaya hukum Ahok ini juga didukung oleh Wagub DKI Djarot Saiful Hidayat. Kader PDIP yang digadang-gadang juga akan maju sebagai cagub DKI itu juga akan menolak ambil cuti kampanye seandainya ia maju di Pilgub.

“Saya sepakat. Jangan sampai proses Pilkada, tidak hanya di Jakarta tetapi juga di seluruh Indonesia, itu mengganggu roda organisasi pemerintahan. Bayangkan kalau cuti tiga bulan (untuk Pilgub) itu panjang sekali. Lebih baik kita fokus untuk kerja,” ucap Djarot, Rabu (3/8). [Detik.com]

 Permohonan Basuki T. Purnama ke MK Soal Cuti Kampanye


4 COMMENTS

  1. Ini uji materi UU soal cuti lebih bersifat nasional,kalau memang tujuannya mengamankan APBD, ingat diseluruh Indonesia ada 34 APBD yg akan dibahas DPRD, kemudian Gubernur diwakil penjabat dari Kemendagri ?! Hmmm….

  2. Mengapa Gub tidak tetap menggandeng Pak Heru Budi Hartono kalau tidak bisa lanjut dengan Pakde Djarot? Kenapa kok sekarang diserahkan ke ke3 partai? Dan TA?
    Mungkin ini agar Pak Heru tetap PNS? Tapi Pak Heru kan tidak mau PNS lagi kalau PakGub tidak berhasil. Ribet ya!
    Terimakasih Pak Heru baru dapat pujian dari bossnya di kcm.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here