Jokowi – Satrio Pembela Wong Cilik yang Mengubah Wajah Solo

0
52

Ahok.Org – Sosoknya disayang media dan disanjung khalayak sebagai wali kota yang mengubah wajah Solo. Ia mengubah birokrasi, memperhatikan ekonomi mikro, memperbaiki tata ruang kota, ”menjahit” sesuai kebutuhan masyarakat di bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan, hingga membentuk ”brand” yang kuat untuk kota yang dipimpinnya.

Joko Widodo, yang akrab dipanggil Jokowi, memulai kariernya sebagai pengusaha kecil mebel setelah berhenti bekerja di perusahaan kayu. Anak pertama dari empat bersaudara ini besar dalam keluarga pengusaha kayu kecil-kecilan sehingga ia memilih mendalami teknologi perkayuan di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Keadaan ekonomi yang sulit, berpindah-pindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan lain di bantaran sungai. Ia membuka usaha kayu sebagai pedagang kaki lima dan mengalami penggusuran beberapa kali. Itulah pengalaman masa kecil yang melekat dalam memori Jokowi.

Menyadari kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan, Jokowi fokus menyelesaikan kuliah dengan cepat. Keterlibatan dalam organisasi baru dilakukan ketika ia berhasil mengelola usaha mebelnya.

Pembawaannya yang percaya diri namun rendah hati, sifatnya yang ramah, hangat, dan terbuka, disertai ekspresi wajah yang jenaka namun tegas dalam berbicara membuatnya dikenal sebagai sosok pemimpin di kalangan Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia di Solo.

Pengalamannya berkunjung ke kota-kota di luar negeri sebagai eksportir mebel membuat Jokowi gemas ingin mengatur Kota Solo yang dinilainya semrawut. Didorong oleh kawan-kawannya, ia pun maju sebagai kandidat.

Ketika jalan hidupnya mengalami ”kecelakaan”, beralih dari eksportir mebel menjadi wali kota, ia mengubah kehidupan banyak orang yang mirip dengannya. Ia berubah dari laki-laki biasa menjadi sosok kesatria bagi masyarakat Solo. Ia menunjukkan keberanian luar biasa, kegigihan, dan upaya konsisten yang jernih-fokus untuk memperbaiki kota sekaligus menyejahterakan warganya.

Figur yang mengayomi

Jokowi memulai perannya sebagai pemimpin dengan mengamati, mendengarkan, dan menyerap. Pada dasarnya ia senang berada bersama orang lain dan senang melakukan aktivitas bersama. Ini membuatnya dikenal sebagai figur yang mengayomi. Ia senang terlibat dengan orang lain dalam beragam situasi, menerima masukan dan kritik, serta meresapi pokok kekecewaan mitra bicaranya. Jokowi juga seorang yang realis, dalam arti yang sebenarnya.

Ciri menonjol lain dari Jokowi adalah perencanaan. Pengembangan mobil Esemka, misalnya, berasal dari pertimbangan panjang bahwa Solo sebagai ”kota kejuruan”. Upaya ”menggusur” PKL dan menata pasar juga direncanakannya dengan matang agar menguntungkan, baik untuk masyarakat maupun pemasukan pemerintah daerah. Keberaniannya menolak tangan pihak lain yang akan mengalihkan pencapaian tujuan mengindikasikan bahwa ia tidak mudah digoyahkan. Dengan kejernihannya berpikir dan bertindak ketika menjadi wali kota, ia punya potensi besar mengatur Jakarta yang lebih rumit.

Dalam aspek emosi, Jokowi adalah orang yang mampu mengelola kemarahan dengan baik walaupun emosinya tetap bisa terusik apabila mendapatkan kendala lapangan yang tidak dapat dikontrol. Dalam situasi seperti itu, ia nyatakan kejengkelannya, tetapi dengan tidak berlebihan. Saat merasa dilecehkan oleh orang lain, ia memberikan reaksi diplomatis yang santun. Ia malah merasa tertantang saat orang lain mencibirnya.

Dengan gayanya yang tenang dan optimistis, ia mengubah emosi negatif di sekelilingnya menjadi emosi positif bagi dirinya. Gaya itu membuat orang lain yang berseberangan pendapat semakin merasa ”gerah”. Jokowi cenderung tampil apa adanya dan terus terang. Ia kerap menempatkan dirinya sebagai orang biasa, terutama jika berhadapan dengan struktur yang lebih tinggi.

Motif sosial

Jokowi tumbuh sebagai pribadi yang fokus pada pencapaian prestasi, menjadi juara kelas, lulus dengan cepat dan memuaskan. Motif berprestasi yang kuat membawanya sukses membangun usaha mebel dari nol hingga berskala ekspor. Menguasai medan adalah kunci keberhasilan dalam bisnis ataupun dalam pemerintahan, yang ia ulang-ulang. Dia senang mendapatkan umpan balik terhadap kinerjanya, terutama masukan yang dapat meningkatkan kualitas kerjanya.

Indikasi motif kekuasaan tampil saat ia dipilih menjadi ketua asosiasi mebel. Motif ini menguat saat ia maju sebagai calon yang akhirnya berhasil menjadi wali kota. Ia memastikan bahwa pemerintah daerah memberikan ruang sekaligus menata pedagang kecil, mulai dari PKL, pasar tradisional, dan usaha mikro. Ia juga mengendalikan investasi pengusaha besar. Anak buahnya digerakkan untuk melakukan tindakan yang sudah diarahkan, memberi dorongan semangat dan nasihat, serta memastikan birokrasi yang ada tunduk pada keputusannya.

Kepercayaan, pikiran, penalaran

Jokowi punya keunikan sebagai pemimpin. Motif kekuasaan yang ditampilkan Jokowi diisi oleh keyakinan egalitarian. Ia percaya bahwa semua orang memiliki potensi dan punya solusi bagi masalahnya. Saat berinteraksi, ia cenderung menyetarakan diri dan tidak mendominasi lawan bicara, juga dalam tim kerja dan dalam mengambil kebijakan. Ia hadapi penolakan sebagai tantangan untuk mencari solusi yang harmonis. Ia percaya bahwa politik adalah arena menciptakan harmoni. Konflik baginya dapat diselesaikan dengan elegan.

Kebiasaan menjalani situasi produksi, menjajaki pasar, serta sering bertemu calon pembeli membentuk struktur kognitif yang memungkinkannya melihat masalah dari beragam sudut pandang. Ia mampu melihat masalah dari dua sudut pandang yang bertolak belakang, misalnya, pembeli versus konsumen, dan mencari jalan terbaik membuat keputusan memuaskan kedua belah pihak.

Struktur penalarannya sistematis, logis, dan runut. Namun, kekuatan yang sekaligus bisa jadi kelemahannya adalah ia cenderung mengandalkan fakta di lapangan secara langsung untuk menghasilkan keputusan yang mantap dan konkret. Ia cenderung menghindari kerangka pikir teoretis yang dibangun dari pengalaman orang lain.

Akibatnya, ia butuh waktu lama untuk mengenali dan memahami situasi. Pengayaan dengan diskusi, dialog, dan bacaan adalah hal yang mutlak baginya untuk memadukan beragam konsep dalam mencari solusi. Jadi, meskipun bisa berpikir jauh ke depan, ia lebih suka memikirkan hal-hal yang dapat dicek langsung di lapangan.

Dengan semakin seringnya media meceritakan kesuksesan kepemimpinan Jokowi, bisa dipahami jika banyak orang berharap tinggi pada figurnya. Mereka yang mengangankan sosok pemimpin yang sederhana, bijaksana, berani bertindak, dan melayani akan menemukannya pada Jokowi.

Namun, mereka yang mengangankan sosok pemimpin yang mengetahui masalah dan siap dengan solusi, tidak akan banyak berharap kepadanya. Ia butuh waktu untuk menyerap, berdialog dengan masyarakat dan ahli, kemudian mengambil tindakan. Saat itulah kejernihan dan konsistensinya mencapai tujuan akan terlihat.[Kandidat – Kompas]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here