Gubernur Beri Lampu Hijau Monorel

11
128

Ahok.Org – Segala macam upaya direncanakan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta untuk mengurai kemacetan di Ibu Kota. Untuk jangka panjang, Pemprov DKI merencanakan untuk membangun dua mega proyek transportasi massal berbasis rel, yaitu mass rapid transit  dan monorel.

Mass rapid transit (MRT) yang pelaksanaan ground breaking-nya direncanakan pada 2013 mendatang, terancam molor. Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) hingga saat ini masih belum memutuskan apakah ingin melanjutkan MRT atau tidak.

Jokowi masih dalam upaya renegosiasi dengan pemerintah pusat untuk mengubah beban pengembalian pinjaman kepada Japan International Cooperation Agency (JICA). Di satu sisi, pemerintah pusat, terutama Kementerian Keuangan, juga masih belum menerima tawaran renegosiasi Jokowi.

Sementara itu megaproyek MRT yang masih terombang-ambing nasibnya, Jokowi justru memberi lampu hijau kepada monorel.

“Intinya monorel sudah saya beri lampu hijau. Yang paling penting legalnya dulu. Kalau hukumnya itu sudah oke, ya langsung saja,” kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Jumat (21/12/2012) malam.

Ada dua konsorsium yang ingin menjalankan proyek monorel, yaitu PT Jakarta Monorail (swasta) dan Adhi Karya (BUMN). Jokowi mengatakan, Adhi Karya masih tetap tidak ingin untuk bergabung dengan pihak swasta, dalam hal ini PT Jakarta Monorail untuk menjalankan monorel.

“Intinya, Adhi Karya tidak mau bergabung dengan Jakarta Monorail. Kalau tetap digabung, beliaunya akan mengundurkan diri. Ada surat tertulisnya,” kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, melalui surat dari Adhi Karya tersebut berarti konsorsium penggerak monorel tinggal satu, yakni PT Jakarta Monorail. Namun, perihal itu masih dalam kajian mengenai rute (blue line dan green line) dan hukumnya.

“Legalnya seperti masih apa, itu masih saya lihat. Akan tetapi, intinya saya memberi lampu hijau kepada monorel agar jalan. Bukan Jakarta Monorail-nya, tetapi monorelnya,” kata Jokowi.

Juru Bicara PT Jakarta Monorail Bovanantoo mengakui pihaknya baru saja bertemu dengan Jokowi. Menurut dia, untuk keberlanjutan monorel, proyek itu akan dikaji lebih dalam dengan waktu yang sangat singkat dan cepat.

“Tentunya dengan dinas dan lembaga terkait diminta melakukan koordinasi tentang integrasi passenger supaya ini dapat dilihat suatu angka yang realistis,” kata Bovanantoo.

Untuk pendanaan proyek monorel akan menggunakan pendanaan swasta murni. Dengan perbandingan perbankan sebesar 70 persen dan 30 persen konsorsium. Jokowi menginginkan dalam pembangunan proyek monorel ini mulai dari rel, kereta, dan lainnya menggunakan produk dalam negeri.

“Dari awal kami memang menawarkan suatu kombinasi produk dalam negeri. Tentunya tidak akan 100 persen. Akan tetapi, untuk Jakarta, dalam beberapa hal akan ada beberapa komponen campuran,” ujarnya.[Kompas]

11 COMMENTS

    • bolehkah kutanya kpd dinda yati yg membuatku tersenyum penuh tanya: “apanya yg keren, yati?”
      bagian mana dari keseksian monorel yg sedang kau pandangi dgn takjub dan penuh gejolak yg merangsang dan mengguncang stabilitas hati begitu teramat dalamnya sampai2 membuatmu menjadi anak kecil yg terpesona keajaiban tiang pancang monorel yg setengah telanjang menonjolkan tulang2nya di tengah jalan raya? 😀
      (btw, yg kubuat ini sebuah prosa atawa puisi ya?)
      nb: harap jangan galak2 balesnya, kecuali minta dinikahi daku. 😀 Nikah resmi tanpa pakai siri, tanpa kapur – cukup lipgloss. Dijamin membuat hati benar2 tenang tidak super galaw spt yg dirasakan Aceng Fikri sekarang krn memakan terlalu banyak umpan kapur siri disekitarnya, yg membuat bibirnya merona merah menyala tiap kali bersiri-ria, shg siapapun tahu sudah berapa kali ia menikah dgn si kapur siri, penggoda pria2 berkuasa yg kelebihan duwit (hasil korupsi?) dan waktu luwang (yg juga dikorupsi utk plesiran?), yg seharusnya dipergunakan dgn maksimal dan optimal utk mengurus segala keinginan warga yg memilihnya, dan bukan utk mengurus segala keinginannya sendiri.
      (hmm.. sptnya bagian yg ini adalah sebuah prosa politik liyar-nakal-cabul yach? :))

      [dari TaZ yg sedang OFF-ROAD iseng2 berhadiah.]

  1. Jadi ceritanya ini utk saat ini: Monorel = YES, MRT = NO, ya pak Jow?
    Jangan lupa monorelnya yg meluncur pake magnet (maglev) sekalian ya bos, biyar jalannya ga pelan2 amat nanti (jangan percaya apa yg diperlihatkan tipi waktu menayangkan ‘cepatnya’ monorel Malaysia, itu cepatnya pake tombol/teknik fast-forward di video-editor).
    Ini karena monorel cuma berdiri diatas satu rel spt namanya shg tidak bisa terlalu cepat spt kereta normal di atas tanah, takut terguling dan grip lepas dari rel waktu belok.
    Mending saya usulkan agar dibangun relnya model kubah silinder sekalian waktu memutuskan pakai sistem maglev (magnetic-levitation) dan semua bagian didalam silinder (1/2 bagian terbawah bermagnet, 1/2 bagian teratas tembus pandang) didisain agar membolehkan kereta utk naik ke sisi sesuai hukum gravitasi+sentrifugal sekitar 30-45 derajat dari titik pusat vertikal tengah (spt gaya miring sepeda motor ketika berbelok yg mencegah terlempar keluar akibat gaya sentrifugal) shg kereta tidak akan pernah lepas dari ‘rel’ ketika berbelok dgn super cepat.
    Anda tak perlu MRT jika sudah punya Monorel Maglev ala TaZ ini 😀 Makan lahan/tempat sedikit (bisa normal on-the-ground atawa mejeng diatas tiyang pancang agar tidak mengganggu lalin dibawahnya) dan biayanya antara diatas monorel biasa dan dibawah MRT/SubWay, krn sistem maglev yg digunakan dan sistem lorong silinder rel.
    Tapi sptnya namanya tidak tepat disebut monorel lagi krn relnya ga jelas ada berapa. Mungkin lebih tepat disebut: “MagRail” (MagRel) atawa “Rel Magnet”.
    (As a pioneering work, “TaZ-MagRail” is not such a bad name as the 1st intro/starter of the adv. hi-tech technology used for standard/common monorail replacement :))

    Tips utk yg obsesif dgn top-speed: Jika ingin meningkatkan kecepatan lebih tinggi lagi, selain harus ditunjang dgn struktur penahan rel yg lebih kuat utk menahan efek samping dari kecepatan tinggi yg dijalani kereta, terutama ketika sedang berbelok arah, maka lorong silinder rel tsb harus dibuat hampa udara agar friksi udara yg menghalangi kecepatan tertinggi kereta dapat diminimalkan sebisa mungkin selain bentuk yg aerodinamis. Ini akan butuh biaya pembangunan dan pemeliharaan lebih tinggi dan perencanaan yg lebih matang dari varian standard/normal (non hampa-udara, bertekanan sama dgn tekanan udara normal).
    Bukan tidak mungkin, MagRail akan jadi varian ‘monorel’ yg tentunya punya top-speed diatas rata2 monorel dan bersaing dgn top-speed MRT dan/atau kereta ‘peluru’ super cepat yg terkenal di dunia, apalagi dgn modifikasi silinder rel jadi hampa-udara total, bisa lewat rekor dunia utk kategori kereta tercepat di dunia.

  2. memang sudah seharusnya monorail yg harus menjadi perioritas utama,karena dananya tidak utang kelaur negeri,juga bahannya lebih banyak produk dalam negeri,sekalian percayakan pada insinyur2 dalam negeri untuk pelaksaannya,harga tiketnyapun tidak mahal seharga tiket MRT yg belum dibangun saja sudah harus bayar bunga,MONORAIL yes,MRT no no no no no.

  3. setuju….monorel aja. Variannya juga banyak…kalau pake magnet lebih smooth jalannya, tidak guncang-guncang… Usul aja…utamakan di jalur2 penghubung dengan kota satelit jakarta dan di pusat bisnis. Jadi tambah 1 alternatif lagi moda transportasi selain transjakarta. Orang juga akan beralih ke dua moda transportasi ini dengan sendirinya jika ke dua moda ini “terjamin” lancar dan harga tiketnya terjangkau.

  4. @anthony: buwat ane sih yg penting ada dulu barangnye, nanti bisa pelan2 ganti pake sukucadang dalem negri dan sukur2 bisa 100% produk lokal nanti. kalo nungguin kriteria yg ketat spt 100% produk lokal (biyar gak malu berat krn kburu over-bangga kalo dibedah auditor patent independen nanti) bakal gak jalan2 proyek monorelnya boz!
    “We do with anything we got to implement the plan quickly in just 1 year, not in 10-100 years later just to comply to the “100% local product” ideology.

    @raysan: memang tidak akan berguncang2 spt kreta friksi (friction-based car) pada umumnya krn tidak ada bagian kereta yg bergesekan dgn rel aliyas mengambang diatas rel magnetik (floating over magnetic-force rail). Nantinya akan terlihat spt cincin2 logam penuh/setengah lingkaran utk sekian interval jarak yg mrpakan bagian ‘kontak’ pendorong magnetnya, bukan garis rel yg lurus tak terputus spt biasanya. Intinya begitu meski nantinya bisa juga ditaruh di atas pondasi monorel normal (mirip tapi ada pola2 interval bagian ‘kontak magnetik’ tertentu tiap sekian meter, yg bisa juga ditutupi/tak terlihat krn medan magnet bisa tembus material non-logam/non-magnetik).
    “No friction on rail = More Kinetic Power/Speed = Less Annoying Vibration.”

    Sbg catatan saja, buz (angkhotz/metromeenix/BazWay/UKW/dst; UKW = Unit Kegiatan Wara-wiri bukan U-Kol-Way ya, contohnya spt SpedaMotorWay/o-jex/speda-gowes/b-cax/b-mo ghenjhotz/dsb, disebut juga sbg “NanoBus/Nano-Tranporter”) biasanya dialokasikan sbg feeder/urban-transporter ke daerah yg tak terjangkau cakupan wilayah MRT/subway, monorel atau magrel/TRS (TaZRailSystem).
    Tapi kalau duwit anggarannya lebih cukup banyak, monorel/magrel bisa berfungsi sbg feeder juga shg ada dimana2 dan wilayah cakupannya lebih luwas lagi, bukan cuma di area2 penting/’basah’ saja.

    Oiya, mumpung masih inget and sempet mampir disini:
    “Met Natal and Taon Baru utk semuanya!”
    “Wish you the very best times forever!”
    “God bless you all!”
    😀

  5. setujuuuuu….!!! monorel bisa diperluas cakupan areanya.
    tentunya ini saja yg dikembangkan utk jkt.

    biar cpt realisanya dibagi saja area kerjanya utk dlm kota si A dan utk lingkar luar jkt si B.
    tambah lagi si C, D dll juga lbh bagus.
    ——
    MRT…bubaaaaarrr..!!!!
    huahahahaa……….

    • MRT bubarannya kemane nanti bang?
      pendanaaan konsorsium MRT-nya khan dgn pihak jepang.
      ape ke burespang (bubaran restoran jepang) lage spt biase, sekaliyan ngelobi proyek baru lagi, spt penanganan banjir+angin ribut massal di DKI misalnye?
      huawalang.. kekekekekek…. 😀

  6. Kayaknya biar ada monorel atau mrt , kayaknya jakarta tetap macet dech. Kan persoalannya jakarta macet itu karena jumlah mobil mobil buanyak banget di jakarta apalagi mobil mobil pribadi ,ada satu rumah punya mobil pribadi lebih dari dua , ya kalo mau di batasi jumlah mobil mobil yang ada di jakarta kaya di singapore. Ya kata pak jokowi perlu kebijakan yang radikal , ya batasi aja jumlah mobil mobil di jakarta kayak di singapore.

    • Maksudnya dinda yg di singapore itu ERP khan?
      sayangnya ogah dilakukan pak JoW, malah bikin aturan nopol ganjil-genap – lebih radikal mana? buwat daku mah ERP malah lebih radikal dan bisa nambah pemasukan pemda DKI. selain lebih efektif membatasi masuknya kendaraan dari luwar DKI yg justru biyang utamanya yg bikin macet DKI, juga efektif utk mengatasi efek penolakan kebijakan baru (krn sistem “mo masuk ya bayar lah, ga mo bayar ya jangan masuk” memang tidak sakleg banget aliyas juga memberi ruwang pilihan bagi warga) spt contoh kebijakan ane yg jauh lebih radikal lagi krn ERP-nya sekaliyan dipake utk mendukung program ane agar Jakarta bebas polusi asap knalpot (mesin/motor listrik ga bakar BBM, jadi ga butuh knalpot buwat buwang si asep) dan hemat energi/BBM (tiap kali bengong di lampu merah, mesin listrik ga perlu nyala teyus kayak mesin BBM aliyas bisa mati total utk save energy, tinggal injek gas/kontak mesin listrik bisa langsung jalan lagi dari kondisi mesin mati/idle total, dan efisiensi mesin listrik sudah dibuktikan oleh ahli2 permesinan dunia, tinggal diimprove aja soal getaran motor/mesinnya agar lebih smooth tanpa getaran, dan ini butuh waktu banyak, maklumlah namanya juga teknologi baru, masih banyak ‘bugs’, normal2 aje buwat ane sih (tunggu solusi ane dan rekan2 sejawat (TaZ & Partners) di DKI utk soal ini dikemudian hari – mudah2an ga lupa ya). Mesin BBM/ICE aja butuh waktu lama hampir 1 abad utk improvement getaran mesin agar bener2 alus running mesinnya spt yg terdapat di mobil2 semi-mewah keatas s/d hari ini) sekaligus mengatasi macet akibat banyaknya kendaraan pribadi berukuran XXXL terutama di lebar pinggangnya yg dgn mudah dan seringnya menyumbat ‘jalan raya’ (tapi sempit/kecil lebar jalannya) yg banyak terdapat di DKI, yaitu dgn memakai kendaraan (mobil/motor) listrik berukuran mini (spt Mini-Cooper ato contohnya paling gampang itu mobilnya Mr.Bean), ukuran 2-seater + extra cargo/2-seat (max. panjang = 2m, lebar = 1m, sebisa mungkin mengikuti ukuran speda motor normal shg optimally space-efficient, ga makan lahan jalanan lagi spt skrg ini yg kaliyan sering lihat bersliweran di jalan) – ini krn spt yg dinda utarukan/utada-hikarukan tadi, juga sama spt my own old concern (humans are inherently/basically individualistic from the beginning of life), lebih banyak orang yg memakai kendaraannya sbg kendaraan pribadi utk kemane2 shg tidak heran 1 orang punya masing2 satu mobil/motor didalam satu keluarga (jadi 1 kaluwarga isi 4 orang bakal punya 4 kendaraan minimum, 1 kendaraan/orang) – maka ide utk mengecilkan ukuran pinggang kendaraan dari XXXL ke S scr drastis memang diperlukan sehubungan dgn kebiasaan warga DKI ini (1 orang punya 1 kendaraan), apalagi yg senang dgn yg gendhut2 bongzor tongkrongannye buwat pamerin ke tetangge2 biyar ngiri tujuh turunan abadi. Dgn demikian lahan di jalanan bisa dibebaskan utk menampung lebih banyak lagi kendaraan pribadi dan bikin agak legaan situasi di jalanan shg ga wajib lagi nempel ciyus nyium bemper dgn yg laennya ampe deket2 kebangeten gitu.
      Tapi utamanya memang kudu distop dulu kendaraan2 pribadi dari luwar kota yg mo masuk Jakarte dgn sistem ERP bertingkat (makin besar ukuran bodinya [makin ghendhutz] maka makin besar fee-nya, makin efisien mesinnya [bebas polusi dan super-hemat energi] maka makin kecil fee-nya) dan kalo perlu didalam kota juga bisa diterapkan sistem ERP bertingkat ini utk wilayah2 terkenal rawan macet.
      Kesimpulan resultant-nya, fee ERP terkecil dipegang oleh kendaraan dgn mesin listrik dan berbodi terkecil sizenya (paling kecil makan lahan jalan), contohnya spt speda-motor listrik.
      Contoh urutan fee ERP dari terkecil ke terbesar dgn prioritas utama “atasi kemacetan”, lalu prioritas kedua “bebas polusi/hemat energi” (klo ga pake listrik brarti pake BBM):
      1-seater (speda-motor listrik, speda-motor), 2-seater (mobil listrik, mobil), 2-seater[+2/cargo small] (idem), 4-seater (idem), 4-seater[+2/cargo small] (idem), 7-seater/SUV/pickup-cargo (idem), dst.
      Jadi ampir mirip ERP model TaZ/ane ini dgn situasi pajak PBB, yg dipalak paling gede pajak tanahnya ya yg makan lahan terbanyak/terluwas, itungannya per meter persegi pajaknya, lalu situasi kemewahan objek pajaknya (makin mewah/boros cat/mentereng makin besar pajak bangunannya, makin boros BBM/energi dan makin polutif maka makin mahal pajak/ERP-nya).
      Banyaknya kendaraan2 listrik ini juga akan ‘memaksa’/mendorong ke arah penggunaan “listrik sbg energi dasar nasional yg lebih efisien/efektif” dgn lebih cepat lagi (salah satu tujuan/program utama ane juge yg saling berkaitan erat ternyata, bahkan PLTA/PLTN/PLTPB(GeoThermal)/PLTS/dst pun produk dasarnya berupa listrik) shg semoga tidak ada lagi namanya subsidi salah sasaran lagi (subsidi BBM cuma dinikmati klas tengah keatas, sedang subsidi listrik utk dinikmati semua kalangan/klas), apalagi pake dicuri/digarong segale sama WNI sendiri, gimana ga bikin makin meroket ongkos subsidinye dan bikin makin langke dipasaran lokal BBM subsidinye (spt yg terjadi barusan kemaren di daerah2, bahkan di ibukota kite sendiri), blon lagi punya potensi bikin kerusuhan sosial lagi dan lagi akibat panjang+lamanya antrian BBM di SPBU-SPBU yg terkena dampak ‘kurangnya pasokan BBM’ ini.
      BBM (dan Gas: lebih bersih polusinya) cocoknya buwat kompor (mitan/gaz), bukan buwat kendaraan (BBM/gaz) yg sering terjebak kemacetan ato bengong di lampu merah.
      Ide/usul ini sudah pernah ane posting disini (ama ini lebih dari 2 kali klo ga sale), tapi blon bisa dijalankan sptnya oleh pak JoW saat ini, meskipun bisa gandeng pak Dahlan yg pro program “kendaraan listrik masuk kota besar (spt DKI contohnya)” spt ane juga agar lancar nanti urusan pengadaan barangnya.

      Stlh liyat ‘presentasi’ ane diatas, jauh lebih radikal mane kebijakannye?
      Punya ane ape punya Jokowi (nopol ganjilz-genapz)? 😉 Kite zuzur2an aza deh tanpa bawa2 urusan politik ke manajemen transportasi dan lalulintas jalan…
      Apa masih perlu pake cara voting segale utk buktiin kadar radikalisme dan efektifitas/efisiensi sebuah kebijakan manajemen lalin, boz? 🙂

  7. Nanti kalo di terapkan nopol ganjil genap, nanti orang orang berbondong bondong membeli mobil, yang satu mobil plat ganjil, yang satu mobil plat genap, mendorong orang membeli mobil bekas. Intinya jakarta macet kan di dominasi sama mobil mobil pribadi yang buanyak banget. Makanya di batasi jumlah kendaraan pribadi yang melintasi masuk jakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here