Basuki: DKI Butuh Dukungan dan Kritik

6
108

Ahok.Org – Memimpin ibu kota dengan masyarakat yang majemuk, bukanlah perkara mudah. Karena itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama, berharap apa yang dilakukannya bersama Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, mendapat dukungan dan doa dari warga DKI Jakarta.

“Jadi saya juga harap warga DKI, doakan kami dan dukung kami. Tapi juga jangan jadi fanatik dan tidak pernah kritik,” ujarnya dalam acara Komunitas Kami Anak Bangsa (KKAB) saat merayakan HUT ke-68 RI di Jakarta Pusat, Minggu (18/8).

Basuki mengaku, dirinya pernah diberitahu wartawan asing, jika di Indonesia ada tiga yang tidak bisa dikritik. Yang pertama adalah Jokowi, kedua dirinya, dan ketiga ormas.

“Tapi saya bilang itu juga tidak baik. Karena kami juga manusia. Pasti ada kesalahan, kritik dan dukungan penting. Tapi jangan kritik terus juga apapun yang kami bikin,” tandasnya.[Beritajakarta]

Video:

6 COMMENTS

  1. ““Jadi saya juga harap warga DKI, doakan kami dan dukung kami. Tapi juga jangan jadi fanatik dan tidak pernah kritik,” ujarnya..”

    Nyindir… nyindiiier… niiihh… 😀
    ntar ada/banyak yg tersungging lagi lho pak Baz… 😉
    Para “BarBira” (“Barisan penggemBira”, bukan “Barisan penuh Birahi” ya) ini masih diperlukan situ lho paaakk… dan sampai saat ini mereka masih pul chemunkhut ber-yel-yel ria lho… Diterima sajalah paak… gratis ini… hehehe…

    Kalo ane mah dah sejak dulu udah ambil bagiannya tukang SKS (saran+kritik+solusi) gak peduli angin ribut konyol binti aneh2 melibaz dan menghadang ane tiba2, dan akan tetap begitu sbg bagian dari core idealisme saya – yah kurang lebih sama keras prinsip idealismenya spt anda lah… “Setia pada fakta, kebenaran, dan keadilan dalam naungan konstitusi tanpa pandang bulu/kulit/kelas/kelompok/SARA/rusunawa/apartemen/ruko/gudang/kios/taman/perumahan/MRT/busway/monorel/dst, dan bukan malah setia pada konstituen, kolusi, korupsi jabatan, dan harta gono-gini!”
    Seperti layaknya filsafat dualisme koin/Yin-Yang:
    BarBira (Barisan penggemBira) adalah sisi “cheering”-nya.
    Sedang kami, BarKris (Barisan Kritis) adalah sisi “criticism”-nya.
    Sudah bagus dan pas saling melengkapi itu.
    Seperti anda dan pak Jokowi lah, ada yg keras dan lembut gaya leadershipnya, nah kita juga ada tukang kritik dan tukang muji-nya, dah lengkap kek angkot full music en volume stel pol abiz!

    BTW, tengkyu akhirnya dipuji juga idealisme kritis saya/kami ini pak Baz… Bravo! (oalah malah jadi BarBira temporer lagi nieh ane.. :D)
    Atau anda memang sebenarnya sedang memuji divisi kita berdua (BarKris dan BarBira) ya? Hayooo ngaku…! 😉

  2. Kritik yg ecek ecek, masuk tong sampah.
    Kritik yg bisa diterima sebagai masukan yang berguna, mohon dibalas ke si pengkritik dan puji dia dan ucapkan terimakasih.
    Selanjutnya bila dikritik pengamat atau dituduh oleh lembaga (misalnya Komnasham)cukup jelaskan saja pandangan anda (terutama Bpk. Ahok)biar pemerhati/rakyat yang menilainya. Lagipula hentikan kata “hamburger” karena bagaimanapun juga lembaga Komnasham masih dibutuhkan di negri ini walaupun sekarang belum menunjukan performa yang diharapkan.

    • Goood! Jempol buat ente! Brani kritik Ahok spt ane (anyone wanna join our ‘heroic’ dare2die club?), tentunya krn hal logis dan wajar spt ini, bgmanapun juga ini semua demi kebaikan AHok sendiri. Setujuuuhhh, all “AHokerz” !?

      Saya mencatat ada 2 hal yg merupakan kelemahan AHok yg tentunya sudah diketahui benar musuh2 politiknya (terbukti dimanfaatkan kedua2nya sekaligus!): Satu, yg sudah pernah saya temukan dan ungkapkan dulu (yg langsung dikecam BarBira fanatik scr membabi buta, semua ‘barang lama’ AHok.org keknya dah pada tau soal ini deh) adalah kesulitan utk berbicara/bertutur scr jelas spt layaknya (dan seharusnya) seorang state public officer alias dapat berbicara spt seorang humas bagi dirinya sendiri. Kelemahan/’bolong’ di sektor ini ternyata terbukti bisa dimanfaatkan musuh2 politiknya utk memutarbalikkan fakta atau bahkan dimanufaktur ulang demi kepentingan mereka tentunya (kasus FAbbaz vs AHok lalu adalah buktinya – takkan terjadi kalau AHok katakan scr jelas ke publik: “Saya tak perlu NOPOL aneh2. Saya TERIMA (NOPOL) apa saja yg diberikan publik kpd saya, krn saya adalah ABDI/PELAYAN mereka, PAHAM ?!” simple (words) punch but carried very strong (message), dan genk FAbbaz akan langsung tak berkutik krn tak ada satu halpun yg bisa dikutak-katik lagi, beres!). Pak Baz boleh dan dianjurkan utk mencontoh pak Jokowi sendiri soal cara dia menghandle cecaran wartawan, tak perlu meninggalkan logat/aksen anda, hanya cara bertutur yg lebih pelan (spt orang Jawa pd umumnya lah, atau lihat saja cara pejabat2 publik atau selebritis politik kita berbicara di depan kamera wartawan, kira2 spt itulah) – contoh paling gampang, pak Mahfud MD, setiap dia berbicara, logat Maduranya gak ilang, tapi tutur kata dan temponya cukup pelan spt wong Solo (shg pendengarnya bisa jelas mencerna kata2nya), dan bahkan kadang inisiatif langsung menambahkan penjelasan jika dirasa lawan bicaranya (wartawan) terlihat rada bingung dan mungkin akan bertanya lagi pd soal yg sama (= antisipatif) – mungkin krn dia biasa berbicara di publik jadi dia bisa langsung tahu kalau ada ‘pemirsa’ yg masih kurang jelas. Contoh utk versi yg lebih cepat adalah salah satu idola saya, pak Dahlah Iskan, meski dia orang Jawa tapi cara bicaranya bertempo cukup cepat (apa krn kelamaan nongkrong ama bonek2 Suroboyo, ane gak tau :D) shg saya sendiri kadang hilang ‘pace’ tapi kebanyakan dia sangat panjang lebar menjelaskan tentang hal apa saja yg ditanyakan kpdnya – jadi tertutup (= jelas) dgn sendirinya. Intinya, membuat lawan bicara/wartawan jelas dgn apa yg anda utarakan/bicarakan tanpa perlu bertanya lagi atas yg tak jelas itu adalah “your primary mission”, anda harus lebih antisipatif utk ‘lebih’ menjelaskan jika dirasa lawan bicara anda merasa kurang jelas, dan tetap dgn nada tenang. Berikan contoh2 (konkrit/abstrak) kalau perlu, biasanya hal ini akan sangat efektif membantu penjelasan atas pernyataan anda tadi.
      Hal kedua, sudah bro Law sebutkan sendiri diatas, intinya ‘meminta’ agar anda (pak AHok) agar lebih ‘ramah’ dalam hal ‘penjelasan’ ini. Ya memang betul itu, sikap tegas bukan berarti tidak bisa bersikap ramah dalam memberi penjelasan (dgn tempo bicara tidak terlampau cepat, krn tidak semua orang di Indo terbiasa dgn fast-talking pace/tempo) dan mengucapkan terima kasih atas kritik/pertanyaan siapa saja.
      Ketidakhjelasan (krn sikap ‘bicara seperlunya’) bicara, apalagi ketika amarah menguasai anda akan makin tak jelas lagi (shg beberapa politisi PPP mengganggap anda ‘sudah gila’), dua hal/kelemahan anda inilah yg sudah terlihat jelas dan segera dimanfaatkan lawan2 politik anda (dan/atau PNS2 busuk).
      Saran bro Law sudah bagus menurut saya, krn (saya ulangi lagi) “tegas bukan berarti tidak bisa tenang dan memasang tameng politik diplomatis (= penjelasan super lebay dan muka tetap maniez plus senyum meski dongkol abiez)”.
      Jokowi saja bisa (dan sukses menerapkannya) koq, kenapa anda tidak? Pasti bisa, kami yakin itu, percayalah!
      Spt filsafat Sun Tze/Tzu, “Hanya gunakan senjata jika memang itu adalah satu2nya cara utk mencapai tujuan.” (menggunakan senjata memang lebih mudah, tapi akan bawa korban lebih besar termasuk dari pihak anda sendiri – kalau anda memang mampu dan pintar, kenapa tidak gunakan senjata mereka sendiri utk ‘membunuh’ mereka sendiri? Buat keributan diantara mereka sendiri akan jauh lebih efektif, dan sudah terbukti berkali2, termasuk disini ;))
      Silahkan murka (+ lempar asbak, petasan cabe/roket, bom molotov/bir koktail, jepret karet, katapel, gigit, kitik2, cubit2, jambak, cabut bulu idungnya kalau perlu) jika memang itu cara satu2nya membuat lawan (bicara) anda mengerti (bahwa anda sudah tak tahan dgn gangguannya yg tak etis itu). You are fully eligible to defend against such intolerable nuisances.
      —–
      “Tidak perlu sungkan/malu utk belajar (lagi) atau mencontoh (siapa saja) apalagi kalau itu (sangat) penting dan menunjang bagi karir anda, apalagi jika ternyata sangat efektif utk menangkis serangan2 lawan politik anda atas kelemahan2 anda yg jelas terlihat tsb. Sikap tegas bukan berarti tak bisa dibawakan secara diplomatis dan elegan. [You live only ONCE (for some faiths), but learning your live is FOREVER, since your ONLY soul lives FOREVER! And I believe (as most karma believers will), you don’t wanna let your soul learn nothing and starving forever, do ya?]” – TaZ.SE3/SEEE

    • Goood! Jempol buat ente! Brani kritik Ahok spt ane (anyone wanna join our ‘heroic’ dare2die club?), tentunya krn hal logis dan wajar spt ini, bgmanapun juga ini semua demi kebaikan AHok sendiri. Setujuuuhhh, all “AHokerz” !?

      Saya mencatat ada 2 hal yg merupakan kelemahan AHok yg tentunya sudah diketahui benar musuh2 politiknya (terbukti dimanfaatkan kedua2nya sekaligus!): Satu, yg sudah pernah saya temukan dan ungkapkan dulu (yg langsung dikecam BarBira fanatik scr membabi buta, semua ‘barang lama’ AHok.org keknya dah pada tau soal ini deh) adalah kesulitan utk berbicara/bertutur scr jelas spt layaknya (dan seharusnya) seorang state public officer alias dapat berbicara spt seorang humas bagi dirinya sendiri. Kelemahan/’bolong’ di sektor ini ternyata terbukti bisa dimanfaatkan musuh2 politiknya utk memutarbalikkan fakta atau bahkan dimanufaktur ulang demi kepentingan mereka tentunya (kasus FAbbaz vs AHok lalu adalah buktinya – takkan terjadi kalau AHok katakan scr jelas ke publik: “Saya tak perlu NOPOL aneh2. Saya TERIMA (NOPOL) apa saja yg diberikan publik kpd saya, krn saya adalah ABDI/PELAYAN mereka, PAHAM ?!” simple (words) punch but carried very strong (message), dan genk FAbbaz akan langsung tak berkutik krn tak ada satu halpun yg bisa dikutak-katik lagi, beres!). Pak Baz boleh dan dianjurkan utk mencontoh pak Jokowi sendiri soal cara dia menghandle cecaran wartawan, tak perlu meninggalkan logat/aksen anda, hanya cara bertutur yg lebih pelan (spt orang Jawa pd umumnya lah, atau lihat saja cara pejabat2 publik atau selebritis politik kita berbicara di depan kamera wartawan, kira2 spt itulah) – contoh paling gampang, pak Mahfud MD, setiap dia berbicara, logat Maduranya gak ilang, tapi tutur kata dan temponya cukup pelan spt wong Solo (shg pendengarnya bisa jelas mencerna kata2nya), dan bahkan kadang inisiatif langsung menambahkan penjelasan jika dirasa lawan bicaranya (wartawan) terlihat rada bingung dan mungkin akan bertanya lagi pd soal yg sama (= antisipatif) – mungkin krn dia biasa berbicara di publik jadi dia bisa langsung tahu kalau ada ‘pemirsa’ yg masih kurang jelas. Contoh utk versi yg lebih cepat adalah salah satu idola saya, pak Dahlah Iskan, meski dia orang Jawa tapi cara bicaranya bertempo cukup cepat (apa krn kelamaan nongkrong ama bonek2 Suroboyo, ane gak tau :D) shg saya sendiri kadang hilang ‘pace’ tapi kebanyakan dia sangat panjang lebar menjelaskan tentang hal apa saja yg ditanyakan kpdnya – jadi tertutup (= jelas) dgn sendirinya. Intinya, membuat lawan bicara/wartawan jelas dgn apa yg anda utarakan/bicarakan tanpa perlu bertanya lagi atas yg tak jelas itu adalah “your primary mission”, anda harus lebih antisipatif utk ‘lebih’ menjelaskan jika dirasa lawan bicara anda merasa kurang jelas, dan tetap dgn nada tenang. Berikan contoh2 (konkrit/abstrak) kalau perlu, biasanya hal ini akan sangat efektif membantu penjelasan atas pernyataan anda tadi.
      Hal kedua, sudah bro Law sebutkan sendiri diatas, intinya ‘meminta’ agar anda (pak AHok) agar lebih ‘ramah’ dalam hal ‘penjelasan’ ini. Ya memang betul itu, sikap tegas bukan berarti tidak bisa bersikap ramah dalam memberi penjelasan (dgn tempo bicara tidak terlampau cepat, krn tidak semua orang di Indo terbiasa dgn fast-talking pace/tempo) dan mengucapkan terima kasih atas kritik/pertanyaan siapa saja.
      Ketidakhjelasan (krn sikap ‘bicara seperlunya’) bicara, apalagi ketika amarah menguasai anda akan makin tak jelas lagi (shg beberapa politisi PPP mengganggap anda ‘sudah gila’), dua hal/kelemahan anda inilah yg sudah terlihat jelas dan segera dimanfaatkan lawan2 politik anda (dan/atau PNS2 busuk).
      Saran bro Law sudah bagus menurut saya, krn (saya ulangi lagi) “tegas bukan berarti tidak bisa tenang dan memasang tameng politik diplomatis (= penjelasan super lebay dan muka tetap maniez plus senyum meski dongkol abiez)”.
      Bgmanapun para wartawan adalah ‘teman’ (sekaligus lawan yg bisa menjatuhkan scr tak langsung) anda, dan semua orang yg sudah ‘karatan’ di politik sudah (seharusnya) tahu hal itu.
      Jokowi saja bisa (dan sukses menerapkannya) koq, kenapa anda tidak? Pasti bisa, kami yakin itu, percayalah!
      Spt filsafat Sun Tze/Tzu, “Hanya gunakan senjata jika memang itu adalah satu2nya cara utk mencapai tujuan.” (menggunakan senjata memang lebih mudah, tapi akan bawa korban lebih besar termasuk dari pihak anda sendiri – kalau anda memang mampu dan pintar, kenapa tidak gunakan senjata mereka sendiri utk ‘membunuh’ mereka sendiri? Buat keributan diantara mereka sendiri akan jauh lebih efektif, dan sudah terbukti berkali2, termasuk disini ;))
      Silahkan murka (+ lempar asbak, petasan cabe/roket, bom molotov/bir koktail, jepret karet, katapel, gigit, kitik2, cubit2, jambak, cabut bulu idungnya kalau perlu) jika memang itu cara satu2nya membuat lawan (bicara) anda mengerti (bahwa anda sudah tak tahan dgn gangguannya yg tak etis itu). You are fully eligible to defend against such intolerable nuisances.
      —–
      “Tidak perlu sungkan/malu utk belajar (lagi) atau mencontoh (siapa saja) apalagi kalau itu (sangat) penting dan menunjang bagi karir anda, apalagi jika ternyata sangat efektif utk menangkis serangan2 lawan politik anda atas kelemahan2 anda yg jelas terlihat tsb. Sikap tegas bukan berarti tak bisa dibawakan secara diplomatis dan elegan. [You live only ONCE (for some faiths), but learning your live is FOREVER, since your ONLY soul lives FOREVER! And I believe (as most karma believers will), you don’t wanna let your soul learn nothing and starving forever, do ya?]” – TaZ.SE3/SEEE

  3. kapan ya, website buat warga bisa usul dan memantau kinerja bisa sampai ke level kelurahan….

    warga mau ngeluh atau info, urusan sampah, PKL, rasa nya sdh gak perlu langsung ke pak Jokowi-Ahok, mestinya bisa ke kelurahan, tp dengan nomor laporan yg jelas, dan dihitung brp hari penanganan nya bisa tuntas/dilaksanakan.
    Kalo mentok, kendala nya apa. Bisa naik ke kecamatan dan seterusnya.
    Atau jk kelurahan kesulitan dan jk perlu, warga2 yg masih waras, bisa back up, koordinasi dengan Polri bahkan TNI.

    Semua jd jelas dan terukur…

    Contoh nih : dari sebelum libur lebaran, ada 3 sampe 5 kantong sampah hitam yg besar, lengkap dgn isi sampahnya, berserakan di atas jalan layang pesing-jakarta barat. Sampe berhari2, bahkan lebaran usai, itu sampah makin berserakan kena mobil dll, kebayang kalo hujan, masuk semua ke drainase jalan layang…….gimana bersihkan nya yah?
    jalan nya sempit pula…

    Masa beginian, ngadu ke pak Ahok… 🙁

    • harusnya sih emang orang kelurahan langsung, tapi takutnya tak ada yg kontrol disana, jadi tak tahu dikerjakan atau tidak. Jadi memang sebaiknya dilaporkan ke AHok (atau kepercayaannya) langsung, agar bisa diawasi.
      Hal yg sama kan terjadi di kasus AHok Center itu, benar? Krn AHok tak percaya orang2 di unit tsb maka utusan AHok yg jalan utk pengawasannya.
      Mungkin nanti bro, kalo orang2 Kelurahan di Jakarta sudah pada ‘beres’ semua, dan yg ‘busuk2’ telah sirna/berubah jadi baik semua… bisa dipercayakan langsung ke Kelurahan urusan2 laporan ‘cetek’ spt itu… kapan? ya tanya AHok donk, masa ane lagi? kan bukan ane Gub/WaGub-nya… 😀

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here