18 Terminal Bus Akan Tampil Modern

3
112

Ahok.Org – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali membuat gebrakan. Setelah penataan para pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Tanah Abang, penertiban warga Waduk Ria Rio, Waduk Pluit dan yang lain, kini muncul program revitalisasi sebanyak 18 terminal bus di Jakarta.

Gubernur DKI Joko Widodo menjelaskan, revitalisasi itu telah masuk tahap DED (Detail Engineering Design). Rencananya, awal tahun akan memasuki tahap lelang konstruksi proyek. Selanjutnya akan groundbreaking dan diperkirakan akan rampung dua tahun lagi, yakni di tahun 2016 mendatang.

“Konsepnya masuk ke terminal tuh kayak masuk hotel bintang lima,” ujarnya di Balai Kota, Jakarta, Senin (9/9/2013).

Jokowi mengatakan, proyek yang perencanaannya dimulai sejak tahun 2011 tersebut awalnya telah memiliki desain bangunan terminal, yakni gaya modern. Jokowi pun memberi sentuhan kolon ial kepada eksterior bangunan terminal. Adapun, interiornya campuran modern dan khas Betawi.

“Yang modern itu cepat ganti-ganti terus. Dikit-dikit mediterania, nanti ganti lagi. Kalau arsitek kolonial itu kan tidak, lebih abadi,” lanjut Jokowi.

Tiga Konsep Terminal Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono menjelaskan, pihaknya menyiapkan tiga konsep terminal yang akan direvitalisasi. Pertama, mezanine concept, yakni pergerakan orang atau penumpang berada di lantai terpisah dan tak ada crossing dengan angkutan umum.

Konsep ini akan diterapkan di terminal tipe A, terminal yang melayani antar kota antar provinsi, yakni Terminal Kampung Rambutan, Terminal Pulogadung Terminal Rawamangun, Jakarta Timur dan Terminal Kalideres, Jakarta Barat. Kedua, pedestrian crossing concept, yakni pergerakan orang atau penumpang berada di satu level atau sebidang dengan angkutan umum dan jalur pergerakan penumpang menggunakan zebra cross.

Konsep ini akan diterapkan di terminal tibe B, terminal yang melayani rute dalam kota, yakni Terminal Muara Angke, Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara ; Terminal Ragunan, Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan ; Terminal Kota Jakarta, Terminal Tanah Merdeka, Jakarta Barat dan Terminal Klender, Jakarta Timur.

Ketiga, combination concept. Yakni kombinasi antara mezanine concept dan pedestrian crossing concept dalam satu terminal. Konsep ini diterapkan di Terminal Manggarai, Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan ; Terminal Grogol, Jakarta Barat ; Terminal Pinang Ranti, Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur dan Terminal Senen, Jakarta Pusat.

“Semuanya ada flow penumpang dan flow angkutannya. Ada terminal kedatangan, ada terminal keberangkatan. Terarah dan teratur. Penumpang yang melanggar flow itu ditangkap,” ujarnya.

Tak hanya itu, di setiap terminal akan dikembang kan sisi bisnisnya melalui interaksi masyarakat, yakni dengan membuka food court serta ruang terbuka hijau di terminal tersebut. Pristono ingin aktivitas masyarakat dapat menuai keuntungan.

Pristono menjelaskan, dari ke 18 terminal yang akan direvitalisasi, hanya 15 yang menggunakan APBD, sedangkan tiga lainnya tidak. Sebab, tiga terminal itu saat ini bekerja sama dengan pihak swasta. Tiga terminal itu adalah Terminal Lebak Bulus (dijadikan Depo MRT), Terminal Blok M(PT Langgeng Ayom Lestari)dan Terminal Cililitan (PT PGC).

Pasti ada perlawanan

Pristono yakin revitalisasi 18 terminal bus di Ibu Kota menuai perlawanan dari penghuni terminal. Pihak pertama yang diprediksinya melakukan penentangan adalah pedagang kaki lima yang ada di dalam terminal bus. Ia pun mengambil antisipasi. “Kita ubah mind set-nya. Kalau selama ini kualitas jalanan, sekarang nggak boleh lagi, harus ada mutu,” ujarnya.

Pristono mengaku maklum jika ada perlawanan. Namun, yang paling penting adalah penjelasan kepada pedagang itu. Di terminal bus dengan konsep yang baru, tetap akan mengakomodir pedagang. Namun, tetap melalui tahap seleksi. Hanya pedagang yang memiliki komitmen untuk menjaga mutu daganganlah yang dapat bertahan.

Traffic management construction

Revitalisasi 18 terminal itu rencananya dibangun mulai awal tahun 2014. Kini, masih dalam tahap lelang. Adapun, target penyelesaian proyek dengan total nilai Rp 1,7 triliun tersebut ditarget kan rampung dua tahun, yakni pada tahun 2016.

Pristono pun menyadari, saat pembangunan dilaksanakan, akan berdampak ke lingkungan di sekitar. Misalnya, kemacetan, polusi udara dan lain-lain. Ia pun telah menyiapkan Traffic Management Construction untuk mengatasinya.

Traffic Management Construction itu rencana lalu lintas saat pembangunan. Jadi walau dibangun lalu lintasnya tetap berjalan biasa,” ujarnya.[Tribunnews]

Terkait:

3 COMMENTS

  1. Memang seharusnya semua moda transportasi massal memiliki interchange agar para komuter dan penumpang dapat melakukan pergantian rute dan jenis transportasi tanpa harus keluar dari stasiun. Tanpa integrasi, maka semua pembangunan akan sia-sia dan tidak bisa memancing pemilik kendaraan pribadi dan motor untuk beralih ke transportasi seperti bus, kereta, mrt, monorel dan busway. Sampai sekarang ini pengguna transportasi massal adalah orang2 yang kepepet alias tidak punya pilihan lain. Hanya sebagian kecil penumpang merasa nyaman menggunakan transportasi umum, itupun pasti dikarenakan lokasi rumah atau kantor memang dekat dengan terminal, pemberhentian atau stasiun. Pengembangan transportasi massal untuk kota sekelas Jakarta HARUS MENYELURUH dan tidak bisa tanggung2 atau setengah-setengah. Kami sangat berharap JOKOWI AHOK BISA merealisasikan “Jakarta yang bersih, nyaman, aman dan manusiawi”

  2. Sedikit ralat pak Wi…
    Yg saya maksud dgn cita-rasa ‘modern’ adalah scr fungsional, bukan artistikal – ini terserah pak Wi saja, saya yakin pak Wi lebih ahli soal artistik ini drpd saya.
    Jika nanti di sebuah terminal ada terpasang solar cell/panel di exteriornya dan berhasil menghemat listrik > 75% atau bahkan full mandiri siang-malam listriknya hanya dari solar energy saja (dgn menambah jumlah batere/aki shg kapasitas listrik DC bertambah) alias 100% penghematan – nah ane baru bisa kasih cap “Modern” ke terminal tsb, jika tidak ya masih “Kuno”. 🙂
    Utk terminal besar spt terminal antar propinsi, jika bisa dipasang ban berjalan datar/horizontal yg panjang (dgn beberapa segmentasi agar bisa masuk/keluar juga ditengah jalan utk gate2 tertentu) utk membantu kaum renta/lemah kaki/disable melintas antar-gate yg berjauhan (apalagi pake sistem mezanine, pasti lebih gempor/jauh) maka bisa dapat cap “Modern”.
    (2x cap Modern = “Modern+”, 3x cap = “Modern++”, dst)

    Jadi jika sebuah terminal besar sudah terpasang solar cell dgn tingkat penghematan listrik > 75% [1], pemakaian LED lightings yg lebih efisien dan hemat energi (Lighting ouput/input ratio efficiency = lumen/watt) plus hemat maintenance cost (lives much longer under frequent ON-OFF power supply switchings) drpd LHE/TL standar [2], ban berjalan datar yg panjang [3], dan dipasang pintu2/gate2 matic yg bisa buka-tutup otomatis (using proximity sensors) agar suhu sejuk dalam ruangan yg dibangkitkan oleh AirCon(s) bisa dipertahankan lebih lama shg AirCon tak perlu sering2 nyala/aktif atau disetel di level ultra-menggigil yg biasanya utk nyimpan ikan beku (-18’C or below) [4] – maka terminal tsb berhak mendapatkan rating “Modern+++” (4x cap “Modern”).

    Buat ane, dinding dan atap rumah dari beton dicat putih bersih aja dah termasuk ‘modern’ – krn atap dek-nya bisa ane pasang solar panel farm dgn aman, bisa bikin taman atap/green house (hidrophonics atau normal), bisa nyepi/meditasi/duduk2/berjemur tiduran santai (weh.. kek bulek! :D) dgn aman, bisa bikin jacuzzi/kolam renang kecil (kek bulek juga!), bisa pasang tipi en nonton disituh, ngeleptop sambil makan ala outdoor, dst.
    Bagi ane, atap model segitiga/tudung non-beton termasuk ‘kuno’, krn atapnya gak bisa dipake utk kegiatan apapun dgn aman dan ribet urusan ganti-ruginya klo angin ribut datang (genteng ringan/berat model pieces, seng/asbes yg paku penahannya kurang kuat/karatan, jeraminya terbang kemana2, dst).
    Kolong atapnya pun malah jadi sarang nyamuk dan serangga2/tikus pengganggu yg bisa masuk ke dalam interior rumah dgn mudahnya (krn cuma pakai lapisan triplex eternit sbg pembatas/pelapis langit2) – belon lagi tetes2 kebocoran waktu hujan yg bikin eternit hancur/lapuk dgn cepat (lebih mudah dan pasti jika ngelapisin atap dek pake cat/lapisan anti-bocor segala cuaca dgn total+teliti).

    Makanya ane nanya dulu, ongkosnya kira2 berapa sih utk ngurus IMB ganti atap dari model tudung ke dek beton datar – cuma itu aja yg kepengen ane lakukan utk renovasi eksternal bangunan ane.
    Ato malah gak perlu ijin IMB nih? kan memperindah jakarta juga ujung2nya, apalagi pemda ga perlu keluar duit lagi.. 😀
    .
    Perlu dibuat aturan khusus bebas biaya IMB utk perubahan model atap dasar dari model tudung non-beton ke model dek beton rata, asal bikin taman cantik dan/atau solar panel diatasnya krn bisa membantu aspek keindahan dan/atau efisiensi energi kota Jakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here