BTP Soal RUU Megapolitan

11
116

Ahok.Org – Komite I DPD RI mengadakan diskusi tentang urgensi pembentukan UU Megapolitan dengan mengundang pimpinan daerah Jabodetabekjur. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) dan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar pesimistis tentang rencana UU ini meskipun tim ahli sudah memaparkan

“Masalah UU Megapolitan ini sudah dibahas sejak zaman Bang Yos. Saat itu saya ada di Badan Legislasi. Saya tidak mengecilkan UU ini, silakan DPD masukkan. Tapi saya sendiri pesimistis bisa direalisasikan,” kata Ahok dalam diskusi bertema “Urgensi Pembentukan Undang Undang Megapolitan dalam Upaya Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur” di Ruang GBHN, Kompleks DPR, Senayan, Jakpus, Selasa (18/2/2014).

Menurut Ahok, permasalahan koordinasi yang selama ini dialami oleh DKI Jakarta lebih dengan pemerintah pusat. Ia mengambil contoh tentang kewenangan Dinas Perhubungan yang tak bisa langsung menilang pelanggar lalu lintas.

“Persoalan utama itu pusat,” tambahnya.

Deddy Mizwar menyetujui pemaparan Ahok karena menurutnya, permasalahan antara DKI Jakarta dan wilayah di sekitarnya sudah bisa diselesaikan dengan komunikasi. Ia mempertanyakan peran pemerintahan pusat dalam UU Megapolitan ini.

“Saya sependapat dengan Pak Ahok. Kalau mudah mengatasi masalah Jakarta dan sekitarnya dengan komunikasi, ini kemana arahnya? Kalau tidak ada masalah, untuk apa megapolitan,” kata Deddy.

Deddy memaparkan bahwa Jabar juga punya rencana twin metropolitan yang melibatkan kawasan Bogor, Depok, Karawang, dan Purwakarta. Ia lalu mempertanyakan peran Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur bila UU ini direalisasikan.

“BKSP itu karena kemarin ketemu bareng-bareng, baru mulai pembicaraannya. Kalau begini terus apa kata dunia? Lebih malu kalau ada UU tapi tidak berjalan,” kata Deddy sambil mengeluar kutipan andalannya dari film Nagabonar yang pernah ia bintangi.

Sementara itu Wakil Gubernur Banten Rano Karno yang juga hadir dalam diskusi ini mempertanyakan siapa yang akan memimpin kawasan megapolitan ini nantinya. “Kalau ini jadi, siapa pimpinannya. Apa pimpinan daerah mau?” tanya Rano.

Ia mengungkapkan bahwa Banten memiliki banyak rencana pembangunan yang bersinggungan dengan kawasan Jabodetabekjur, mulai dari pembangunan tol hingga transportasi antarmoda. Namun rencana dan inovasi tersebut terganjal masalah anggaran.

“Kita mesti ada inovasi-inovasi. APBD kita Rp 7 triliun. Tetangga kita (DKI Jakarta) Rp 72 triliun itu mau bikin apa saja bisa,” kata Rano sambil melirik Ahok yang duduk di sampingnya.

“Ntar gue bagi,” jawab Ahok sambil tertawa lepas. [Detikcom]

11 COMMENTS

  1. sapa bilang mo bikin apa aja bisa? beli 200 truk sampah aja gak bisa, putusin kontrak kerja ama swasta soal sampah aja gak bisa, sekian tahun monorail tiang doank gak jalan2 jg ga bs diapain, mikir dulu mo langkah apa rencana apa kena duit berapa baru sibuk nyari duitnya darimana dah daripada wacana wacana diawal sudah sibuk mikir gak ada duit

  2. Hehehe… aneh juga dengernya. ada UU megapolitan untuk jabodetabekjur padahal selama ini untuk jakarta namanya jabodetabek. trus jawa barat ingin menandingi dengan konsep twin metropolitan meliputi bogor, depok, karawang dan purwakarta. Purwakarta kan sudah masuk propinsi jateng. Lalu dimana perannya pemerintah pusat ? kan tugasnya harusnya mengkoordinasi dan menjembatani perkara2 wilayah2 antar propinsi seperti banjir, pembuatan waduk & reklamasi pantai, jembatan jalan antar pulau supaya tidak bergantung pada kapal ferry sebagai satu2nya transport.

    Ah… Indonesia ini parah sekali sistem pemerintahannya rupanya. kalau pemerintah pusat tidak beres, apa yang bisa diharapkan dari pemerintah daerah jadinya dong ? Jadi seperti 2 negara yang saling desak mendesak dalam 1 wilayah. seperti perahu dengan 2 kapten yang tidak akur. cepat atau lambat, kapal akan karam karna dirusak oleh pemimpinnya sendiri. ironis & miris rasanya.

  3. sekedar angan angan lagi..
    Pemerintah Pusat membangun jalan besar membentang dari ujung Barat, Tengah dan Timur Indonesia. Khusus pulau yg bentuknya lebar, Jalan dibuat melingkari dan jalan bentuk plus ‘+’ di tengah pulau, Tapi kalo di Papua, Kalimantan, bisa bisa dipakai menjarah hutan ya…ada jg sih solusi nya…
    Nah, lalu tugas pemda membangun jalan jalan kecil yg menuju ke berbagai wilayah kota. Lalu jika ada SWASTA yg mau bangun jalan TOL, maka pengembang bisa minta dibuatkan pintu keluar tol didaerahnya, dgn membayar ke PEMDA. Dengan tarif yg jelas, dan dgn tarif tol yg jelas tergantung km nya. Setelah 10-15thn pembagian keuntungan/saham tol jauh lebih besar ke Pemda.

    Harus ada blueprint buat perhubungan di Indonesia, mau nya spt apa, jadi ganti pimpinan,pun tetap dilaksanakan…

      • kapal laut? tentu saja perlu, tapi ini angan angan buat di daratan/kepulauan nya.
        jadi sepanjang SUmatra, Jawa, Bali, dst. Lalu keliling Kalimantan, dan SUlawesi, Maluku dan lalu di Papua.

        Buka jalan darat yg bagus, supaya bisa berkembang, penduduk kagak ngumpul di jawa semua, sumpek…hehehe
        Indonesia masih sangat luas euuuyyy…
        Rumah bisa gede gede, lengkap sama perkebunan nya..

  4. Jalan tol juga ada masa pakai dalam pengelolaanya dalam mengembalikan modal+untung investornya, 20 tahun misalnya.
    Kalau sudah habis, kembalikan jadi jalan raya biasa, bukan jalan tol lagi….jangan bodohi masyarakatlah…

  5. Sebaiknya daerah yg sekitar Jakarta, yg aliran sungai nya turun ke Jakarta, di hulu sungai dipasang penyaring sampah. Supaya warga disana yg masih seenak nya buang sampah ke sungai, lalu hanyut ke jakarta dan menyumbat dan menambah beban sampah juga, bisa tau akibat perbuatan nya.. dan jika dipasang pagar/penyaring sampah yg kuat, kan pemda daerah nya bisa merasa dan harus turut menertibkan warga nya yg sembarangan..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here