Basuki Soal Tanah “Verponding” di Jakarta

5
129

Ahok – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok meyakini ada sindikat mafia tanah verponding di Jakarta. Indikasinya adalah begitu banyaknya pihak yang memiliki sertifikat verponding menang di pengadilan, padahal pada sisi lain pihak lawan sengketanya sudah memiliki sertifikat hak milik.

Ahok menyampaikan hal itu seusai menerima pengaduan dari puluhan warga Meruya Selatan, Jakarta Barat, di Balai Kota, Senin (9/5/2016). Warga itu mengadukan penyerobotan tanah yang mereka tempati oleh PT Porta Nigra. Warga menyatakan bahwa mereka sudah memiliki sertifikat hak milik.

“Kita tidak bisa menuduh ada mafia tanah, tetapi bisa rasakan di Jakarta banyak mafia tanah,” kata Ahok.

Tanah verponding adalah tanah yang dulunya dimiliki oleh pemerintah kolonial Belanda. Menurut Ahok, sertifikat verponding seharusnya tidak berlaku setelah adanya Undang-Undang Agraria.

“Tetapi, bagaimana bisa tanah-tanah verponding menang? Makanya, ada sindikat calo tanah verponding ini untuk mengurus lagi,” ujar dia.

Selain kasus di Meruya Selatan, Ahok mencontohkan kekalahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari Yayasan Saweri Gadung atas gugatan lahan yang dulunya digunakan untuk Kantor Wali Kota Jakarta Barat di Jalan S Parman.

Akibat kekalahan itu, Pemprov DKI harus menyerahkan lahan itu ke Yayasan Saweri Gadung sembari merobohkan bangunan kantornya.

Contoh kasus lain, kata Ahok, adalah menangnya salah seorang pemilik surat girik atas PT Jakarta Propertindo untuk lahan di Waduk Pluit.

“Bagaimana bisa di Waduk Pluit digugat Jakpro? Ada orang dengan tanah girik menang. Girik dari mana? Seluruh Pluit itu kan hasil reklamasi,” kata Ahok. [Kompas.com]

Ahok: Ke mana Aktivis Saat Warga Meruya Selatan Bersengketa dengan Perusahaan?

Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempertanyakan aksi para pembela hak-hak orang tergusur yang akhir-akhir ini kerap muncul di Jakarta. Para pembela warga bereaksi pada kasus Kampung Pulo hingga Luar Batang, namun Ahok merasa mereka tak bereaksi saat warga Meruya Selatan Jakarta Barat bersengketa lahan dengan perusahaan Porta Nigra.

“Itu yang harus dibela. Makanya sekarang saya tanya, di mana aktivis, anggota dewan yang terhormat, ada enggak yang membela soal (sengketa lahan dengan) Porta Nigra?” kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (9/4/2016).

Kasus sengketa lahan di Meruya Selatan memang sudah berlangsung lama, sejak dekade ’70-an. Sejumlah warga Meruya Selatan pagi ini mengunjungi Balai Kota, mencoba mengadu ke Ahok bahwa tanah mereka diambil oleh perusahaan.

“Terus saya tanya ada kasus Porta Nigra (Meruya Selatan). Masyarakat ada sertifikat beli rumah, ada IMB semua, termasuk kami (Pemprov DKI) dinyatakan kalah oleh Pengadilan Negeri. Lalu sekarang mereka lapor ke Komnas HAM. Ada enggak yang ngomong di media membela mereka? Enggak ada,” tutur Ahok.

Ahok mempertanyakan para pembela orang tergusur di Kampung Pulo hingga Luar Batang yang menurutnya telah memutarbalikkan fakta bahwa tanah itu bukanlah tanah yang sah diduduki namun menjadi seolah-olah sah diduduki oleh warga. Tapi dalam kasus Meruya Selatan, menurut Ahok, masyarakat mempunyai sertifikat namun masyarakat di situ tak ada yang membela.

“Yang dibela justru yang tinggal di Pasar heksagonal, Luar Batang, Sungai Ciliwung, sama Kampung Pulo, coba? Aneh kan?” imbuhnya.

Sebenarnya, lahan milik Pemerintah Daerah DKI juga kena gusur gara-gara sengketa lahan itu, yakni Kantor Wali Kota Jakarta Barat di Meruya Selatan yang harus ditinggalkan.

“Salah satu contoh, bekas Kantor Wali Kota Jakarta Barat. Itu kantor seharusnya (zona) merah untuk pemerintahan,” kata Ahok.

Pada masa Gubernur Ali Sadikin, pihak Pemda pernah menang dalam sengketa itu, namun akhirnya kalah gara-gara kesaksian seorang lurah setempat. Pemprov DKI wajib membayar sewa Rp 40 miliar.

Gedung milik Pemprov DKI di Meruya Selatan akhirnya dirobohkan. Kemudian zona yang tadinya merah (bukan untuk bangunan melainkan untuk pemerintahan) berubah menjadi ungu (zona campuran). Ahok mencurigai ada yang sengaja mengubah zona ini.

“Kita tidak bisa menuduh ada mafia tanah, tapi bisa kita rasakan di Jakarta banyak mafia tanah,” kata Ahok.

Untuk kasus sengketa lahan di Meruya Selatan, Pemprov DKI akan mencoba membantu warga. “Saya sudah bilang sama mereka untuk coba bantu,” kata Ahok. [Detik.com]

5 COMMENTS

    • Presiden harus turun tangan urusan tanah terutama di Jakarta/Jawa memang ada di tangan mafia tanah, ini istilah yang paling tepat. Ditambah lagi pemprov dki tidak ada ahli hukum yang handal untuk bidang ini. Dari dulu tidak punya ini maksudnya gimana ya! Ini kan dinas yang paling penting, dinas hukum, tidak adakah nasionalis dan patriot untuk bidang ini di pemprov dki, engga heran!!(PNSnya juga mafia, istilah yang straight to the point!!)

  1. Sangat tepat apa yang dikatakan Gub dimana gerangan sekarang untuk tema Meruya Selatan ini komnas ham, dimana lsm yang membela rakyat yang digusur, yang tempat tinggalnya diambil begitu saja, dan diatasnya nanti dibangun mals. SANGAT TEPAT! Jadi semua aktivis anti pemindahan penduduk dan ormas dan Ratna Sarumpaet sebenarnya SUBVERSIF dan perjuangannya adalah melestarikan rakyat miskin tetap dalam kemiskinan, dalam kegembelannya, tetap dalam kebodohannya agar bisa diperalat oleh aktivis, inilah mereka para aktivis (juga para pns ada yang aktivis e.g. RE), catat semua!!

  2. “Ahok: Ke mana Aktivis Saat Warga Meruya Selatan Bersengketa dengan Perusahaan?”

    Yg ini kurang garing Pak Ahok krn sengketa antara warga dgn perusahaan, nga bs dipolitisir. Coba yg diadu bkn dgn perusahaan tp dgn Pemprov DKI dgn catatan gubernurnya Pak Ahok ya pasti aktivis spt yusrul, ahmad dandan, ratna sumampet, topik, pejabat2 di ham pd berebut muncul ke permukaan semua mumpung bs nebeng beken, kl gubernurnya bkn Pak Ahok tp gubernur yg dulu2 pasti aktivisnya kalem2 krn mereka tahu yg dulu2 itu pd mandul semua programnya, nga mampu mensejahterakan warga DKI.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here