MEREKRUT CALON KEPALA DAERAH

0
53

Pertanyaan ini menjadi tidak relevan jika kita menjawab siapa saja yang mau, asal dia bersih, transparan dan professional (BTP). Persoalannya dari mana kita tahu dia BTP jika belum terbukti menjadi pejabat publik? Jika semua calon kepala daerah harus pernah menjadi pejabat publik, apakah kita yakin bisa mendapatkan pejabat publik yang terbukti BTP pada saat ini?
Pengertian BTP bukan hanya Bersih, Transparan dan Profesional bagi dirinya , tetapi juga harus berani membongkar dan melawan segala bentuk KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) di dalam sistem pemerintahan dimana dia ditempatkan.

Jika pengertian BTP di atas kita terapkan dan ternyata tidak ditemukan calon yang BTP , dari mana kita merekrutnya ?
Hal yang paling ideal untuk merekrut calon kepala daerah adalah melalui dewan perwakilan rakyat (baik daerah maupun pusat), kenapa? Ketika seseorang ditempatkan di dprd / dpr , maka segala urusan mengenai perencanaan dan pengawasan dari anggaran yang akan digunakan untuk mensejahterakan rakyat dimulai. Apa yang terjadi didalam perencanaan anggaran dapat menggambarkan bagaimana kondisi anggota dewan yang terhormat tersebut didalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat atau dirinya sendiri. Jika seorang yang BTP ditempatkan di sana, pastilah ia akan melawan dan menyuarakan keluar apa yang terjadi di dalam proses perencanaan dan pengawasan APBN atau APBD di dalam mensejahterakan rakyat, sekalipun seorang BTP menjadi super minoritas di dalamnya, BTP akan tetap menyuarakan kebenaran dan melawan segala kejahatan yang terjadi (prophetical voices).
Inilah kondisi ideal dalam merekrut calon kepala daerah, kita akan merekrut BTP yang berada di dalam dprd/dpr. Seorang BTP dari dprd/dpr akan sangat menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kesejahteraan rakyat dan suka melakukannya jika ia duduk di eksekutif.

Jika kondisi ideal diatas tidak ditemukan, siapa yang akan direkrut ? yang paling mudah adalah merekrut tokoh “BTP” dari tokoh masyarakat maupun pejabat /mantan pejabat di lingkungan PNS/BUMN – TNI/ Polri / Jaksa? Jika kondisi ideal di atas diterapkan , apakah kita akan mendapatkan yang BTP ? jika ada, kita juga akan menghadapi kendala apa yang akan terjadi pada seorang tokoh “BTP” di masyarakat yang belum pernah di pemerintahan ? masalah profesionalismenya tidak perlu kita perdebatkan jika sang tokoh “BTP” bersarjana S-1 apalagi S3, persoalannya apakah karakter BTP-nya telah terbukti? Apa yang akan terjadi padanya jika ia menjadi seorang pejabat publik dengan berbagai fasilitas dan godaan akan tahta, harta dan wanita? Hal ini tidak ada seorangpun bisa menjamin, karena sang tokoh “BTP” belum pernah terbukti di posisi pejabat publik.
Lalu, apa yang harus dilakukan agar kita bisa mendapatkan calon kepala daerah yang BTP,jika kondisi di atas juga tidak menjamin mendapatkan BTP untuk didukung dalam pilkada langsung?
Kalau kondisi tidak bisa menunggu, kita tetap calonkan “BTP” dari tokoh masyarakat untuk menjadi kepala daerah dengan asumsi mungkin iya / mungkin tidak calon tersebut jika terpilih akan menunjukkan dia sebagai seorang yang BTP. (lebih baik dari pada memilih calon yang sudah duduk di pemerintahan tetapi sudah jelas tidak BTP).
Jika tokoh “BTP” dari masyarakat ini kita calonkan, pertanyaannya menjadi: Bagaimana menjual “BTP” sebagai calon kepala daerah di mata rakyat banyak? Dengan melakukan kegiatan-kegiatan sosial di tengah masyarakat ? Setelah mengalami pemilu dua kali pasca reformasi dan pengalaman baik langsung maupun tidak langsung pilkadal sejak 2005, rakyat telah menjadi semakin cerdas dan kritis dalam menilai seorang yang mengharapkan dukungannya untuk mendapatkan kursi pejabat publik.
Jika asumsi di atas benar, apakah ada manfaatnya untuk mendapatkan suara rakyat dengan melakukan kegiatan sosial? Yang dibutuhkan bukan suaranya saja, tetapi bagaimana mendapatkan juga hatinya rakyat, jika hanya suara dengan kegiatan sosial, bagaimana jika calon yang lain juga melakukan kegiatan sosial? Mudah saja, kita lakukan lebih banyak dan lebih mahal nilainya ? jika demikian , apakah saudara masih percaya tokoh masyarakat yang mau kita calonkan itu “BTP” yang akan jadi BTP jika terpilih? Baru mau mendapatkan suara rakyat sudah dengan cara merusak hati rakyat.
Pilkada langsung dan Pemilu harus menghasilkan rakyat yang semakin cerdas dan kritis dalam menentukan pilihan berdasarkan akal sehat, dengan memilih yang paling BTP bukan yang paling se-SARA apalagi yang paling banyak memberi materi pada saat ada maunya.

Kondisi rakyat yang semakin cerdas dan kritis juga berakibat semakin hilangnya kepercayaan rakyat kepada elite politik maupun partai politik, termasuk siapapun yang mau menjadi elite politik apalagi jabatan kepala daerah. Asumsi kebanyakan rakyat siapapun yang jadi, pasti tidak akan mensejahterakan mereka, yang disejahterakan lebih dulu pasti dirinya dan partai politiknya.

Jika sedemikian pesimisnya mendapatkan calon kepala daerah yang BTP, apa yang harus dilakukan ?
Jika kita berpegang pada keyakinan pertama bahwa calon kepala daerah yang akan direkrut harus teruji lebih dulu sebagai pejabat publik, maka untuk merekrut kepala daerah tingkat I harus dari bupati/walikota yang sudah teruji sebagai tokoh BTP. Lalu untuk merekrut kepala daerah tingkat II, kita rekrut dari anggota DPRD / DPR yang sudah terbukti sebagai tokoh BTP.
Bagaimana menghasilkan anggota DPRD/DPR yang BTP jika partai politik yang mengusungnya tidak BTP. ? Semua harus berawal dari adanya pemuda/tokoh-tokoh masyarakat “BTP” di masyarakat yang telah terbukti mendapat predikat AHOK (Anda Harapan Orang Kecil. www.ahok.org) di mata rakyat dan mau mencalonkan diri sebagai anggota dprd/dpr pada saat pemilu.
Bagaimana jika “BTP” yang terpilih mendapatkan perlawanan dari rekan-rekannya di DPRD/DPR dan direcall oleh partainya yang tidak BTP, jangan kuatir, justru inilah calon yang paling dinanti-nantikan oleh kebanyakan rakyat menjadi kepala daerahnya.
Bagaimana jika seluruh partai politik tidak menyediakan partainya menjadi kendaraan dalam pencalonan, hal inipun jangan kuatir, karena banyaknya partai yang tidak ingin ketinggalan kereta dalam hal “pesta” pencalonan kepala daerah. Jika ternyata partai-partai tetap memboikot sang BTP, bersyukurlah dengan adanya calon independen dalam pilkada langsung.

Apa yang akan terjadi jika BTP yang terpilih harus menghadapi dprd yang tidak sejalan dengannya. Sama sekali tidak ada yang dikuatirkan, rakyat akan mendukungnya dalam pemilu akan datang dengan memilih partai-partai yang mendukung BTP. Jika tidak ditemukan ? disinilah diperlukan adanya partai lokal untuk mendukung BTP mewujudkan visinya dalam mensejahterakan rakyat dalam bingkai NKRI yang BERBHINEKA TUNGGAL IKA yang PANCASILAIS dengan UUD 45 sebagai landasannya dalam mensejahterakan rakyat.
Dengan demikian anda yang menjadi harapan orang kecil (AHOK) , mari kita mencalonkan diri sebagai anggota dprd/dpr pada pemilu yang akan datang.

Basuki T Purnama
Centre for Democracy & Transparency 3.1 (www.cdt31.org)
4 September 2007

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here