Indonesia Perlu Mengoptimalkan AFTA

8
134

SEDIKIT orang yang mengingat bahwa pada tanggal 8 Agustus lalu ASEAN merayakan hari ulang tahunnya. Kerja sama negara ASEAN kini sudah lebih jauh dari waktu didirikan dulu. Sekarang sudah ada sistem perdagangan bebas antarnegara ASEAN (AFTA). Apakah keuntungan yang dapat diambil Indonesia dari AFTA? Dan selama ini apakah kita telah memanfaatkan AFTA secara optimal?

PADA bulan Januari 1992, negara-negara ASEAN memutuskan untuk membawa kerja sama ekonomi antaranggota ASEAN ke tingkat yang lebih tinggi dengan membetuk suatu zone perdagangan bebas (AFTA). Kerja sama ini akan membuat negara-negara ASEAN menjadi satu kekuatan ekonomi dengan potensi pasar sebesar 500 juta orang. Dengan adanya AFTA, hambatan perdagangan antarnegara ASEAN akan diturunkan sesuai jadwal yang ditentukan dalam Persetujuan Penurunan Tarif (Agreement of Common Preferential Tariff). Dan pada akhirnya tarif yang dikenakan untuk sebagian besar barang akan tidak lebih besar dari lima persen. Sementara itu, pembatasan jumlah dan hambatan nontarif lainnya akan dihilangkan.

Keuntungan AFTA

Pembentukan AFTA diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat negara- negara anggota ASEAN. Secara teori, suatu sistem perdagangan bebas akan membuat suatu negara berkonsentrasi membuat produk yang dapat mereka kerjakan lebih efisien dibandingkan dengan negara lain. Contoh ekstremnya, Indonesia dapat membuat produk sepatu lebih efisien dibandingkan dengan Malaysia, sedangkan Malaysia dapat membuat televisi lebih efisien daripada Indonesia. Maka, output kedua negara akan lebih tinggi apabila Indonesia membuat sepatu saja (dan mengimpor televisi dari Malaysia) dan Malaysia membuat televisi saja (dan mengimpor sepatu dari Indonesia), dibandingkan dengan apabila kedua negara tersebut membuat televisi dan sepatu secara bersamaan.

Berbagai metode telah dikembangkan untuk menghitung dampak sistem perdagangan bebas di suatu kawasan terhadap negara-negara anggota yang mengikuti perdagangan bebas tersebut. Salah satu database yang kerap digunakan para ekonom adalah global trade analysis package (GTAP) yang dikembangkan oleh satu universitas di Amerika bekerja sama dengan satu universitas di Australia. Tabel 1 memperlihatkan hasil suatu simulasi AFTA dengan menggunakan GTAP.

Tabel 1 memperlihatkan bahwa Malaysia dan Singapura akan memperoleh kenaikan GDP yang lebih tinggi ketimbang negara-negara lainnya. Sedangkan Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) terkecil, hanya 0,5 persen. Artinya, walaupun Indonesia mengalami kenaikan PDB dan ekspor karena adanya AFTA, dampak positif yang akan dialami Indonesia tidaklah sebesar dampak positif yang diterima negara- negara lain.

Relatif kurang penting

Apakah sebenarnya yang membuat dampak AFTA bagi Indonesia tidak sebesar bagi negara-negara lainnya? Salah satu jawaban yang terlihat dari data yang kami miliki adalah eksportir Indonesia tidak menganggap penting pasar di ASEAN, relatif terhadap eksportir dari negara ASEAN lain.

Untuk mengetahui derajat kepentingan pasar ASEAN bagi masing-masing negara ASEAN, kami menggunakan indeks intensitas perdagangan (IT). Tabel 2 memperlihatkan IT dari masing-masing negara ASEAN ke pasar ASEAN.

Nilai IT lebih besar dari 1 menunjukkan pasar ASEAN merupakan pasar yang penting, sedangkan IT di bawah satu menunjukkan pasar ASEAN bukan pasar penting. Semakin tinggi IT semakin tinggi pula intensitas perdagangan negara tersebut dengan pasar ASEAN.

Tahun 1993, angka IT Indonesia berada pada level 1,7, menunjukkan pasar ASEAN merupakan pasar yang penting bagi eksportir Indonesia. Namun, angka IT Indonesia masih berada di bawah angka IT negara- negara lain di ASEAN (kecuali Filipina). Misalnya, angka IT Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan angka IT Malaysia dan Singapura, yang menunjukkan intensitas perdagangan dari Malaysia dan Singapura terhadap pasar ASEAN jauh lebih tinggi daripada intensitas perdagangan dari Indonesia ke pasar ASEAN. Dengan kata lain, pasar ASEAN relatif lebih penting bagi Singapura dan Malaysia dibandingkan bagi Indonesia. Wajar apabila Malaysia dan Singapura akan merasakan dampak positif AFTA yang lebih besar daripada Indonesia.

Kenaikan penetrasi pasar lebih rendah

Keadaan IT di tahun 1993 tentunya hanyalah keadaan awal sebelum AFTA benar-benar berlaku. Penurunan tarif antarnegara ASEAN sebenarnya telah mulai dilakukan jauh sebelum 2003. Suatu penurunan tarif yang cukup signifikan mulai terlihat sejak 1997, dan sampai dengan tahun 2001 lebih dari 92 persen produk yang tercakup di dalam inclusion list telah memiliki tarif 0-5 persen. Dengan demikian, rasanya cukup alasan untuk mengatakan dampak dari AFTA sudah dapat dilihat pada angka-angka perdagangan pada tahun 2001.

Tahun 2001, IT negara-negara ASEAN sudah berada jauh di atas level pada tahun 1993 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan pasar ASEAN telah menjadi relatif lebih penting bagi negara- negara ASEAN dibandingkan pada tahun 1993. Dengan kata lain, intensitas perdagangan antarnegara ASEAN menjadi jauh lebih tinggi dari sebelumnya.

IT Indonesia pada tahun 2001 berada pada level 3,2, jauh lebih tinggi dari 1,7 pada 1993. Ini menunjukkan intensitas perdagangan yang lebih tinggi antara Indonesia dan pasar ASEAN, yang dapat juga diartikan bahwa eksportir Indonesia telah berhasil meningkatkan kehadirannya di pasar ASEAN. Tentunya Indonesia akan dapat menikmati keuntungan lebih baik dari AFTA dari sebelumnya.

Akan tetapi, jika dibandingkan dengan Thailand, kita masih tertinggal. Tahun 1993, IT Thailand 2,0, boleh dibilang hampir sama dengan Indonesia. Namun, pada tahun 2001, IT Thailand telah mencapai 4,2, jauh lebih besar daripada Indonesia dan hampir sama dengan IT Malaysia. Ini menunjukkan Thailand lebih berhasil dalam melakukan penetrasi pasar ASEAN dibandingkan Indonesia. Akibatnya, Thailand akan dapat merasakan dampak positif AFTA yang lebih tinggi dari yang dialami Indonesia.

Masih memiliki daya saing

Relatif lambatnya kenaikan IT Indonesia dibandingkan dengan negara lain bukan karena kita tidak punya daya saing dibandingkan dengan negara-negara lain. Produk di sektor kopi dan rempah-rempah, kertas, minyak nabati, sepatu, komputer, mesin, dan furnitur terbukti dapat melakukan penetrasi lebih dalam di pasar ASEAN. Ini terlihat dari naiknya IT yang cukup tinggi dari masing-masing produk tersebut.

Lebih jauh lagi, upah buruh kita masih jauh lebih kompetitif dibandingkan dengan di Thailand. Dengan demikian, seharusnya Indonesia dapat melakukan penetrasi pasar ASEAN untuk produk yang lebih luas karena biaya produksi relatif lebih rendah.

Dari sisi mata uang pun posisi kita masih cukup memiliki daya saing. Nilai tukar rupiah efektif (REER) dapat menggambarkan keunggulan komparatif produk suatu negara dari sisi harga. Semakin rendah angka REERnya semakin tinggi kemampuan kompetisi produk negara tersebut dari sisi harga. Dari gambar 1 terlihat REER rupiah masih berada di bawah baht Thailand. Artinya, walaupun mengalami penguatan akhir-akhir ini, seharusnya daya saing produk kita tidak berkurang dibandingkan dengan produk dari Thailand apabila ditinjau dari sisi mata uang saja.

Beberapa masalah

Lalu, kenapa kita tidak seberhasil Thailand dalam melakukan penetrasi ke pasar ASEAN?

Salah satu kemungkinan yang membuat kita kurang berhasil menembus pasar ASEAN adalah karena pengusaha kita relatif kurang memperhatikan pasar ASEAN. Eksportir Indonesia lebih banyak berkonsentrasi pada pasar-pasar besar, seperti Amerika Serikat dan Jepang, sementara Thailand tampaknya lebih serius dalam menggarap pasar ASEAN.

Tahun 1993, Thailand mengekspor hanya sekitar 16 persen (sekitar 6 miliar dollar AS) dari produknya ke pasar ASEAN, tetapi pada tahun 2001 ekspor Thailand ke ASEAN sudah mencapai 22 persen (sekitar 14 miliar dollar AS) dari total ekspornya. Pada tahun 1993, Indonesia mengekspor 13,6 persen (sekitar 5 miliar dollar AS) produknya ke pasar ASEAN, dan pada tahun 2001 ekspor Indonesia ke ASEAN mencapai 16,9 persen (sekitar 9,5 miliar dollar AS) dari total ekspornya.

Mengingat kita masih punya daya saing yang cukup, minat eksportir Indonesia terhadap pasar ASEAN perlu lebih digalakkan. Salah satu caranya dengan menyediakan sistem informasi tentang potensi pasar di ASEAN beserta peraturan-peraturan yang cukup rinci untuk melakukan ekspor ke pasar tersebut. Sebagian besar data tentang hal itu terdapat di Sekretariat ASEAN. Namun, sesuai dengan fungsinya, Sekretariat ASEAN hanya melayani sektor pemerintah, tidak melayani swasta. Di sinilah seharusnya Pemerintah Indonesia dapat lebih meningkatkan peranannya. Misalnya, pemerintah dapat meminta seluruh informasi yang berkaitan dengan pasar ASEAN dan AFTA dari Sekretariat ASEAN, mengidentifikasi produk potensial yang dapat dipasarkan, dan menyediakan informasi tersebut kepada pengusaha Indonesia secara cuma-cuma melalui situs Internet yang dirancang khusus untuk hal itu.

Dampak lain dari AFTA adalah ASEAN akan menjadi satu pasar terintegrasi dengan pembeli potensial sebanyak 500 juta orang. Tentu hal ini akan menarik banyak perusahaan multinasional untuk menggarap pasar ini. AFTA membuat mereka dapat melakukan proses produksi di satu negara (melalui investasi asing langsung atau FDI) untuk dipasarkan ke seluruh negara ASEAN.

Tampaknya, Indonesia juga tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya dalam hal menarik investasi asing langsung. Bahkan, Indonesia mengalami FDI negatif sejak tahun 1998 (Gambar 2). Artinya, lebih banyak investasi asing yang keluar dibandingkan dengan yang masuk. Sebaliknya, meskipun sama-sama terpukul oleh krisis, Thailand tidak pernah mengalami FDI negatif. Demikian pula dengan beberapa negara ASEAN lainnya. Kecenderungan seperti ini mengindikasikan bahwa Indonesia kalah menarik untuk dijadikan pusat produksi sehingga perusahaan multinasional lebih memilih negara lain sebagai pusat produksi untuk menyuplai pasar ASEAN. Apabila tidak diatasi secepatnya, tentunya hal ini akan kurang menguntungkan Indonesia karena potensi penciptaan lapangan kerja baru menjadi berkurang.

Ternyata upah buruh yang relatif lebih rendah tidak membuat Indonesia otomatis menjadi lebih menarik dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita. Relatif kurang harmonisnya hubungan antara pekerja dan pengusaha, yang ditandai dengan sering terjadinya protes pekerja yang mengganggu proses produksi, telah menghilangkan keunggulan daya tarik dari upah buruh yang rendah. Di samping itu, di era otonomi ini, banyak peraturan daerah yang terlalu membebani kegiatan usaha secara berlebihan. Akibatnya, biaya melakukan usaha menjadi lebih tinggi lagi.

Untuk mengatasi masalah perburuhan, pemerintah harus bekerja lebih keras lagi untuk menciptakan sistem perburuhan yang harmonis yang memperhatikan aspirasi pekerja maupun pengusaha. Perlu ditumbuhkan pengertian di kalangan pekerja bahwa protes yang mengganggu produksi akhirnya merugikan mereka juga.

Pembuat peraturan di daerah perlu pula ditanamkan pengertian bahwa apabila investor dikenai biaya berlebihan dan kurang masuk akal, yang diperoleh pemerintah daerah bukanlah pendapatan yang lebih tinggi, melainkan pendapatan yang lebih rendah karena investor akan memindahkan usahanya ke tempat lain. Perlu ditekankan pula, dengan AFTA, daerah-daerah tidak hanya bersaing dengan daerah lain di Indonesia, juga dengan seluruh daerah di kawasan ini. Indonesia juga harus mulai menata infrastrukturnya (terabaikan sejak krisis ekonomi) sehingga proses produksi dan distribusi barang menjadi lebih lancar.

AFTA dirancang untuk meningkatkan aktivitas perdagangan antarnegara ASEAN demi meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Namun, Indonesia masih kurang agresif dibandingkan dengan anggota ASEAN lain dalam memanfaatkan AFTA. Beberapa masalah harus ditangani serius Pemerintah Indonesia. Jika pemerintah gagal mengatasi kendala- kendala itu, akhirnya AFTA hanya akan memberikan kesempatan negara lain untuk mengeksploitasi pasar Indonesia.

SEDIKIT orang yang mengingat bahwa pada tanggal 8 Agustus lalu ASEAN merayakan hari ulang tahunnya. Kerja sama negara ASEAN kini sudah lebih jauh dari waktu didirikan dulu. Sekarang sudah ada sistem perdagangan bebas antarnegara ASEAN (AFTA). Apakah keuntungan yang dapat diambil Indonesia dari AFTA? Dan selama ini apakah kita telah memanfaatkan AFTA secara optimal?

PADA bulan Januari 1992, negara-negara ASEAN memutuskan untuk membawa kerja sama ekonomi antaranggota ASEAN ke tingkat yang lebih tinggi dengan membetuk suatu zone perdagangan bebas (AFTA). Kerja sama ini akan membuat negara-negara ASEAN menjadi satu kekuatan ekonomi dengan potensi pasar sebesar 500 juta orang. Dengan adanya AFTA, hambatan perdagangan antarnegara ASEAN akan diturunkan sesuai jadwal yang ditentukan dalam Persetujuan Penurunan Tarif (Agreement of Common Preferential Tariff). Dan pada akhirnya tarif yang dikenakan untuk sebagian besar barang akan tidak lebih besar dari lima persen. Sementara itu, pembatasan jumlah dan hambatan nontarif lainnya akan dihilangkan.

Keuntungan AFTA

Pembentukan AFTA diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat negara- negara anggota ASEAN. Secara teori, suatu sistem perdagangan bebas akan membuat suatu negara berkonsentrasi membuat produk yang dapat mereka kerjakan lebih efisien dibandingkan dengan negara lain. Contoh ekstremnya, Indonesia dapat membuat produk sepatu lebih efisien dibandingkan dengan Malaysia, sedangkan Malaysia dapat membuat televisi lebih efisien daripada Indonesia. Maka, output kedua negara akan lebih tinggi apabila Indonesia membuat sepatu saja (dan mengimpor televisi dari Malaysia) dan Malaysia membuat televisi saja (dan mengimpor sepatu dari Indonesia), dibandingkan dengan apabila kedua negara tersebut membuat televisi dan sepatu secara bersamaan.

Berbagai metode telah dikembangkan untuk menghitung dampak sistem perdagangan bebas di suatu kawasan terhadap negara-negara anggota yang mengikuti perdagangan bebas tersebut. Salah satu database yang kerap digunakan para ekonom adalah global trade analysis package (GTAP) yang dikembangkan oleh satu universitas di Amerika bekerja sama dengan satu universitas di Australia. Tabel 1 memperlihatkan hasil suatu simulasi AFTA dengan menggunakan GTAP.

Tabel 1 memperlihatkan bahwa Malaysia dan Singapura akan memperoleh kenaikan GDP yang lebih tinggi ketimbang negara-negara lainnya. Sedangkan Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) terkecil, hanya 0,5 persen. Artinya, walaupun Indonesia mengalami kenaikan PDB dan ekspor karena adanya AFTA, dampak positif yang akan dialami Indonesia tidaklah sebesar dampak positif yang diterima negara- negara lain.

Relatif kurang penting

Apakah sebenarnya yang membuat dampak AFTA bagi Indonesia tidak sebesar bagi negara-negara lainnya? Salah satu jawaban yang terlihat dari data yang kami miliki adalah eksportir Indonesia tidak menganggap penting pasar di ASEAN, relatif terhadap eksportir dari negara ASEAN lain.

Untuk mengetahui derajat kepentingan pasar ASEAN bagi masing-masing negara ASEAN, kami menggunakan indeks intensitas perdagangan (IT). Tabel 2 memperlihatkan IT dari masing-masing negara ASEAN ke pasar ASEAN.

Nilai IT lebih besar dari 1 menunjukkan pasar ASEAN merupakan pasar yang penting, sedangkan IT di bawah satu menunjukkan pasar ASEAN bukan pasar penting. Semakin tinggi IT semakin tinggi pula intensitas perdagangan negara tersebut dengan pasar ASEAN.

Tahun 1993, angka IT Indonesia berada pada level 1,7, menunjukkan pasar ASEAN merupakan pasar yang penting bagi eksportir Indonesia. Namun, angka IT Indonesia masih berada di bawah angka IT negara- negara lain di ASEAN (kecuali Filipina). Misalnya, angka IT Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan angka IT Malaysia dan Singapura, yang menunjukkan intensitas perdagangan dari Malaysia dan Singapura terhadap pasar ASEAN jauh lebih tinggi daripada intensitas perdagangan dari Indonesia ke pasar ASEAN. Dengan kata lain, pasar ASEAN relatif lebih penting bagi Singapura dan Malaysia dibandingkan bagi Indonesia. Wajar apabila Malaysia dan Singapura akan merasakan dampak positif AFTA yang lebih besar daripada Indonesia.

Kenaikan penetrasi pasar lebih rendah

Keadaan IT di tahun 1993 tentunya hanyalah keadaan awal sebelum AFTA benar-benar berlaku. Penurunan tarif antarnegara ASEAN sebenarnya telah mulai dilakukan jauh sebelum 2003. Suatu penurunan tarif yang cukup signifikan mulai terlihat sejak 1997, dan sampai dengan tahun 2001 lebih dari 92 persen produk yang tercakup di dalam inclusion list telah memiliki tarif 0-5 persen. Dengan demikian, rasanya cukup alasan untuk mengatakan dampak dari AFTA sudah dapat dilihat pada angka-angka perdagangan pada tahun 2001.

Tahun 2001, IT negara-negara ASEAN sudah berada jauh di atas level pada tahun 1993 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan pasar ASEAN telah menjadi relatif lebih penting bagi negara- negara ASEAN dibandingkan pada tahun 1993. Dengan kata lain, intensitas perdagangan antarnegara ASEAN menjadi jauh lebih tinggi dari sebelumnya.

IT Indonesia pada tahun 2001 berada pada level 3,2, jauh lebih tinggi dari 1,7 pada 1993. Ini menunjukkan intensitas perdagangan yang lebih tinggi antara Indonesia dan pasar ASEAN, yang dapat juga diartikan bahwa eksportir Indonesia telah berhasil meningkatkan kehadirannya di pasar ASEAN. Tentunya Indonesia akan dapat menikmati keuntungan lebih baik dari AFTA dari sebelumnya.

Akan tetapi, jika dibandingkan dengan Thailand, kita masih tertinggal. Tahun 1993, IT Thailand 2,0, boleh dibilang hampir sama dengan Indonesia. Namun, pada tahun 2001, IT Thailand telah mencapai 4,2, jauh lebih besar daripada Indonesia dan hampir sama dengan IT Malaysia. Ini menunjukkan Thailand lebih berhasil dalam melakukan penetrasi pasar ASEAN dibandingkan Indonesia. Akibatnya, Thailand akan dapat merasakan dampak positif AFTA yang lebih tinggi dari yang dialami Indonesia.

Masih memiliki daya saing

Relatif lambatnya kenaikan IT Indonesia dibandingkan dengan negara lain bukan karena kita tidak punya daya saing dibandingkan dengan negara-negara lain. Produk di sektor kopi dan rempah-rempah, kertas, minyak nabati, sepatu, komputer, mesin, dan furnitur terbukti dapat melakukan penetrasi lebih dalam di pasar ASEAN. Ini terlihat dari naiknya IT yang cukup tinggi dari masing-masing produk tersebut.

Lebih jauh lagi, upah buruh kita masih jauh lebih kompetitif dibandingkan dengan di Thailand. Dengan demikian, seharusnya Indonesia dapat melakukan penetrasi pasar ASEAN untuk produk yang lebih luas karena biaya produksi relatif lebih rendah.

Dari sisi mata uang pun posisi kita masih cukup memiliki daya saing. Nilai tukar rupiah efektif (REER) dapat menggambarkan keunggulan komparatif produk suatu negara dari sisi harga. Semakin rendah angka REERnya semakin tinggi kemampuan kompetisi produk negara tersebut dari sisi harga. Dari gambar 1 terlihat REER rupiah masih berada di bawah baht Thailand. Artinya, walaupun mengalami penguatan akhir-akhir ini, seharusnya daya saing produk kita tidak berkurang dibandingkan dengan produk dari Thailand apabila ditinjau dari sisi mata uang saja.

Beberapa masalah

Lalu, kenapa kita tidak seberhasil Thailand dalam melakukan penetrasi ke pasar ASEAN?

Salah satu kemungkinan yang membuat kita kurang berhasil menembus pasar ASEAN adalah karena pengusaha kita relatif kurang memperhatikan pasar ASEAN. Eksportir Indonesia lebih banyak berkonsentrasi pada pasar-pasar besar, seperti Amerika Serikat dan Jepang, sementara Thailand tampaknya lebih serius dalam menggarap pasar ASEAN.

Tahun 1993, Thailand mengekspor hanya sekitar 16 persen (sekitar 6 miliar dollar AS) dari produknya ke pasar ASEAN, tetapi pada tahun 2001 ekspor Thailand ke ASEAN sudah mencapai 22 persen (sekitar 14 miliar dollar AS) dari total ekspornya. Pada tahun 1993, Indonesia mengekspor 13,6 persen (sekitar 5 miliar dollar AS) produknya ke pasar ASEAN, dan pada tahun 2001 ekspor Indonesia ke ASEAN mencapai 16,9 persen (sekitar 9,5 miliar dollar AS) dari total ekspornya.

Mengingat kita masih punya daya saing yang cukup, minat eksportir Indonesia terhadap pasar ASEAN perlu lebih digalakkan. Salah satu caranya dengan menyediakan sistem informasi tentang potensi pasar di ASEAN beserta peraturan-peraturan yang cukup rinci untuk melakukan ekspor ke pasar tersebut. Sebagian besar data tentang hal itu terdapat di Sekretariat ASEAN. Namun, sesuai dengan fungsinya, Sekretariat ASEAN hanya melayani sektor pemerintah, tidak melayani swasta. Di sinilah seharusnya Pemerintah Indonesia dapat lebih meningkatkan peranannya. Misalnya, pemerintah dapat meminta seluruh informasi yang berkaitan dengan pasar ASEAN dan AFTA dari Sekretariat ASEAN, mengidentifikasi produk potensial yang dapat dipasarkan, dan menyediakan informasi tersebut kepada pengusaha Indonesia secara cuma-cuma melalui situs Internet yang dirancang khusus untuk hal itu.

Dampak lain dari AFTA adalah ASEAN akan menjadi satu pasar terintegrasi dengan pembeli potensial sebanyak 500 juta orang. Tentu hal ini akan menarik banyak perusahaan multinasional untuk menggarap pasar ini. AFTA membuat mereka dapat melakukan proses produksi di satu negara (melalui investasi asing langsung atau FDI) untuk dipasarkan ke seluruh negara ASEAN.

Tampaknya, Indonesia juga tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya dalam hal menarik investasi asing langsung. Bahkan, Indonesia mengalami FDI negatif sejak tahun 1998 (Gambar 2). Artinya, lebih banyak investasi asing yang keluar dibandingkan dengan yang masuk. Sebaliknya, meskipun sama-sama terpukul oleh krisis, Thailand tidak pernah mengalami FDI negatif. Demikian pula dengan beberapa negara ASEAN lainnya. Kecenderungan seperti ini mengindikasikan bahwa Indonesia kalah menarik untuk dijadikan pusat produksi sehingga perusahaan multinasional lebih memilih negara lain sebagai pusat produksi untuk menyuplai pasar ASEAN. Apabila tidak diatasi secepatnya, tentunya hal ini akan kurang menguntungkan Indonesia karena potensi penciptaan lapangan kerja baru menjadi berkurang.

Ternyata upah buruh yang relatif lebih rendah tidak membuat Indonesia otomatis menjadi lebih menarik dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita. Relatif kurang harmonisnya hubungan antara pekerja dan pengusaha, yang ditandai dengan sering terjadinya protes pekerja yang mengganggu proses produksi, telah menghilangkan keunggulan daya tarik dari upah buruh yang rendah. Di samping itu, di era otonomi ini, banyak peraturan daerah yang terlalu membebani kegiatan usaha secara berlebihan. Akibatnya, biaya melakukan usaha menjadi lebih tinggi lagi.

Untuk mengatasi masalah perburuhan, pemerintah harus bekerja lebih keras lagi untuk menciptakan sistem perburuhan yang harmonis yang memperhatikan aspirasi pekerja maupun pengusaha. Perlu ditumbuhkan pengertian di kalangan pekerja bahwa protes yang mengganggu produksi akhirnya merugikan mereka juga.

Pembuat peraturan di daerah perlu pula ditanamkan pengertian bahwa apabila investor dikenai biaya berlebihan dan kurang masuk akal, yang diperoleh pemerintah daerah bukanlah pendapatan yang lebih tinggi, melainkan pendapatan yang lebih rendah karena investor akan memindahkan usahanya ke tempat lain. Perlu ditekankan pula, dengan AFTA, daerah-daerah tidak hanya bersaing dengan daerah lain di Indonesia, juga dengan seluruh daerah di kawasan ini. Indonesia juga harus mulai menata infrastrukturnya (terabaikan sejak krisis ekonomi) sehingga proses produksi dan distribusi barang menjadi lebih lancar.

AFTA dirancang untuk meningkatkan aktivitas perdagangan antarnegara ASEAN demi meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Namun, Indonesia masih kurang agresif dibandingkan dengan anggota ASEAN lain dalam memanfaatkan AFTA. Beberapa masalah harus ditangani serius Pemerintah Indonesia. Jika pemerintah gagal mengatasi kendala- kendala itu, akhirnya AFTA hanya akan memberikan kesempatan negara lain untuk mengeksploitasi pasar Indonesia.(Purbaya Yudhi Sadewa)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0308/25/finansial/509774.htm

Solusinya adalah pilih BTP bukan SAR !

8 COMMENTS

  1. kami tetap dukung bapaak ahok.saran saya mau menuju ke pusar dengan nomor 234.di babel kita ini bapak segera infrormsikan ke masyarakat bahwa bapak mau di pilih di D.P.R.RI.saya bersedia menjadi tim sukses anda.yg ke dua kali kegagalan menjadi gubernur bukan halangan kami sekali lagi dukung bapak,TUHAN selalu bersama kita.immanuel.amin

  2. Pemikiran jernih Ahok perlu diterjemahkan lebih luas lagi dengan cara membantunya via kampanye massif. Kami dari suaratokoh.com bersedia membantu.

  3. Selamat pak. Saya juga dukung. Saya suka konsep pemikirannya. Kita (sepertinya ini tidak hanya saya, tapi ribuan rakyat yang lain) membutuhkan seorang pemimpin yang bersih, jujur, transparan dan bertanggung jawab terhadap janji yang sudah disepakati. Semoga sukses ya pak

  4. Maju terusss pak Ahok, saya bangga putra indonesia keturunan punya potensi seperti anda.
    Bukan hanya potensi tapi juga Bersih, Transparan dan Profesional…..
    Saya sudah baca buku tentang anda….saya sangat terinspirasi, semoga akan lahir ‘ahok – ahok’ baru di nusantara.
    Selamat berjuang….. tetap semangat…..

  5. Selamat berjuang pak BTP doa kami menyertaimu….warnailah kehidupan politik Indonesia yang morat-marit ini dengan integritas. Kalau Yusuf, Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bisa dipakai utk perubahan dunia sekuler dalam cerita bible, saya yakin TUHAN kita punya kuasa memakai bapak lebih dahsyat lagi. Sukses n GBU

  6. indonesia eksport tempe aja pak………… oia tempe aja udah jadi hak paen jepang yaa pak… Atau ekposrt pegawai and staf2 goverment pak biar smart n honest

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here